Hasil Pemilu 2024: Partai Golkar Paling Spektakuler sekalipun Bukan Pemuncak
Hasil Pemilu 2024 memperlihatkan capaian Partai Golkar paling spektakuler.
Ajang Pemilu Legislatif 2024 menunjukkan kepiawaian Partai Golkar dalam menguasai arena persaingan politik. Meskipun tidak menduduki posisi puncak dukungan pemilih, capaiannya terbilang paling spektakuler.
Di tengah ingar-bingar persaingan politik Pemilu 2024 lalu, saat arus politik terpaku pada pertarungan antarpasangan calon presiden dan wakil presiden, pertentangan kehadiran faktor Presiden Joko Widodo dalam pemilu, dan ramainya gugatan kecurangan, terbukti di saat inilah Partai Golkar justru melesat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pada pemilu kali ini, kepiawaian Golkar mampu merebut lebih banyak perhatian pemilih. Indikasi kelihaian Golkar dalam menguasai panggung persaingan politik pemilu sudah tampak jelas dengan merujuk hasil rekapitulasi suara tingkat nasional KPU ataupun hasil survei selama ini. Hasil rekapitulasi suara tingkat nasional mengungkapkan hanya partai ini yang terbilang paling banyak mengalami lonjakan dukungan signifikan.
Pada pemilu kali ini, Golkar mampu merebut posisi kedua raihan dukungan pemilih, yang diperkirakan dengan capaian dukungan sebesar 15,29 persen. Posisinya masih di bawah capaian PDI-P yang meraih 16,72 persen dukungan suara.
Hasil rekapitulasi KPU untuk penghitungan suara PDI-P, Golkar, dan 16 partai peserta pemilu ini senada dengan hasil hitung cepat yang dilakukan Litbang Kompas pada 14 Februari 2024 lalu. Perbedaan hasil hitung cepat Litbang Kompas dengan hasil KPU pada Pemilu Legislatif adalah 0,14 persen. Simpangan rata-rata ini jauh di bawah margin of error ± 1 persen yang ditetapkan melalui metodologi ilmiah hitung cepat.
Kembali ke Partai Golkar, sekalipun tidak menjadi pemuncak persaingan, dibandingkan dengan capaian partai lainnya dalam pemilu kali ini, Golkar terbilang menjadi partai yang paling tinggi besaran peningkatan dukungan pemilihnya. Dengan membandingkan hasil Pemilu 2019 lalu, bukti kepiawaian Golkar semakin jelas.
Pada pemilu saat itu, partai ini meraih dukungan 12,31 persen pemilih. Dengan dukungan 17.229.789 pemilihnya, Golkar hanya bertengger di posisi ketiga setelah PDI-P dan Gerindra.
Namun, dengan hasil pemilu kali ini, Golkar meraup tambahan dukungan sebesar 5.978.865 pemilih atau tambahan hampir 3 persen dukungan yang sekaligus menjadikan Golkar satu-satunya partai meraih tambahan dukungan terbesar.
Pada papan atas dukungan pemilih, kendati PDI-P masih posisi teratas, pada pemilu kali ini justru terjadi penurunan dukungan yang terbilang sangat signifikan. Tidak kurang dari 2,6 persen pemilih atau sekitar 2.116.683 dukungan berkurang.
Begitu pula Gerindra. Ketimbang capaian pemilu sebelumnya, kendati mampu meningkatkan 2.474.869 pemilih, dari segi proporsi Gerindra hanya mampu meraih tambahan dukungan kurang dari 1 persen.
Perbandingan perolehan suara Golkar dengan PKB, Nasdem, PAN, PKS, dan Demokrat
Perubahan jumlah dukungan yang terjadi pada partai politik papan tengah persaingan pemilu juga tidak setinggi yang dicapai Golkar. Dibandingkan dengan hasil pemilu sebelumnya, pada semua partai papan tengah terjadi peningkatan dukungan. Dari sisi proporsi, kecuali Demokrat yang terbilang tetap, PKB, Nasdem, PKS, dan PAN juga terbukti meraih surplus dukungan pemilih.
Meski demikian, peningkatan dukungan pada seluruh partai tersebut masih terbilang relatif kecil lantaran peningkatan hanya berkisar pada proporsi 1 persen ataupun di bawah 1 persen. Peningkatan sebesar itu belum sepenuhnya mampu menyaingi laju peningkatan Golkar.
Apalagi, bagi partai-partai politik yang berada pada posisi papan bawah persaingan, Pemilu 2024 tampaknya belum berpihak, menjadi arena lompatan prestasi. Pasalnya, tidak tampak satu pun capaian spektakuler yang berhasil diraih. PPP, partai yang paling panjang pengalamannya dalam pemilu, kali ini belum juga tampil menawan. Apa yang terjadi tidak menggeser posisi partai ini ke posisi yang lebih tinggi ketimbang periode sebelumnya.
Sementara PSI dan Perindo, kendati kali ini memiliki kisah capaian dukungan yang berbeda, dalam posisi persaingan tampaknya setali tiga uang, tetap bercokol pada papan bawah. Baik PPP, PSI, maupun semua partai papan bawah lainnya terancam tidak menjadi partai berkiprah dalam parlemen nasional.
Faktor penyebab Golkar ”rebound” pada Pemilu 2024
Keberhasilan Golkar meraih tambahan proporsi dukungan terbesar dalam pemilu kali ini terbilang istimewa, sekaligus menjadi titik balik kebangkitan partai berlambang beringin ini. Golkar sudah berdiri sejak 20 Oktober 1964, dan sejak Reformasi 1998 mengumandangkan Paradigma Golkar Baru, mencapai puncak keunggulannya di era Reformasi pada ajang Pemilu 2004 lalu. Saat itu, Golkar menjadi pemenang, berhasil merebut dukungan 24.480.757 pemilih, atau menguasai 21,6 persen suara.
Akan tetapi, pasca-Pemilu 2004, kiprah politik Golkar meluruh. Tampilnya kekuatan politik baru berbasis kekuatan sosok, seperti Susilo Bambang Yudhoyono bersama Partai Demokrat (2004-2014), dan kehadiran Joko Widodo bersama PDI-P (sejak 2014), sementara dalam kurun waktu dua dasawarsa terakhir, belum ada satu pun sosok pemimpin Golkar yang memiliki kekuatan daya tarik dukungan pemilih, menjadi salah satu pangkal penurunan dukungan.
Puncaknya, pada Pemilu 2019 lalu, Golkar hanya mampu bertahan di posisi ketiga, meraih proporsi dukungan paling rendah selepas reformasi politik 1998. Dengan dukungan sebanyak 23.208.654 pemilih, artinya Golkar mendekati jumlah tertinggi dukungan yang pernah diraih pada Pemilu 2004 lalu.Di balik rebound Golkar pada pemilu kali ini, paling menarik dicermati faktor apakah yang menjadi pendongkrak capaiannya.
Baca juga: Partai Golkar, Impian Mengukir Lagi Kemenangan
Di antara partai politik lainnya, karakter politik Partai Golkar yang tidak hanya berlandaskan pada kekuatan sosok pemimpin (personalistic parties), harus diakui menjadi suatu kekuatan yang dapat panjang dipertahankan. Fakta menunjukkan, pergantian pemimpin partai tidak dengan sendirinya mengubur dukungan politik pemilihnya.
Golkar yang dalam pandangan Ufen (2008) lebih banyak ditempatkan sebagai partai bertipe elektoralis (electoralist party), yang bersifat plural dan moderat, dan berupaya menghimpun dukungan seluas mungkin dari beragam kelompok sosial ini (catch all parties), membuktikan pemilu kali ini tambahan dukungan pemilih terjadi pada hampir sebagian besar wilayah persaingan.
Strategi koalisi Golkar bersama Presiden Jokowi
Kepiawaian Golkar meraih dukungan dari segenap lapisan sosial masyarakat tidak lepas dari karakteristik persaingan Pemilu 2024 yang terbentuk. Pada pemilu kali ini, adanya perbedaan sikap politik yang terjadi pada kekuatan politik terbesar, PDI-P bersama Presiden Jokowi dalam ajang pemilu presiden, dan selanjutnya pemihakan politik Jokowi pada Prabowo Subianto, pemimpin Gerindra, berimplikasi banyak pada peta persaingan politik pemilu.
Hasilnya, kekalahan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, capres-cawapres yang diusung PDI-P dan penurunan signifikan suara dukungan pemilih pada PDI-P dalam pemilu legislatif. Sebaliknya, Prabowo yang berpasangan dengan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, tampil sebagai pemenang, menyapu suara mayoritas pemilih.
Perubahan peta persaingan politik yang ditenggarai oleh faktor Jokowi tersebut di satu sisi memang mampu menurunkan dukungan pemilih pada sosok capres-cawapres dukungan PDI-P, dan terbukti pula mendongkrak dukungan suara Prabowo-Gibran. Namun, dalam persaingan politik kepartaian, insentif politik adanya faktor Jokowi ini tidak berjalan selaras pada Partai Gerindra yang secara langsung merepresentasikan Prabowo.
Berdasarkan hasil survei pascapencobosan suara, faktor Jokowi tampak tidak terkonsentrasi hanya pada salah satu partai politik, tetapi juga menyebar pada setiap partai-partai politik yang menjadi pendukung Prabowo-Gibran. Apabila dicermati dari barisan pemilih yang pada Pemilu 2019 lalu menjadi pemilih Jokowi, misalnya, pada pemilu kali ini terbesar, 23,6 persen mengaku memilih PDI-P. Selanjutnya, terbesar kedua pemilih Jokowi, 15,3 persen, mengaku menjatuhkan pilihan pada Golkar pada pemilu kali ini. Di sisi lain, Gerindra pada posisi selanjutnya, didukung 12,2 persen pemilih Jokowi.
Kondisi demikian memperkuat argumentasi bahwa faktor Jokowi pada pilihan partai politik tidak selalu sejalan sebagaimana yang terjadi pada pilihan presiden. Malah, jika faktor Jokowi ini pun dinilai turut memengaruhi pola pilihan pemilih, tampak Golkar justru mendapatkan proporsi yang relatif besar ketimbang partai-partai politik lainnya. Dalam hal ini, strategi Partai Golkar dalam pemilu kali ini berada dalam biduk pendukung pemerintahan Jokowi terbilang tepat lantaran memberikan insentif elektoral yang cukup signifikan.
Baca juga: Golkar Menggeser Dominasi Gerindra di Jabar
Kepiawaian Golkar dalam meningkatkan dukungan pemilih tampaknya tidak hanya pada kemampuan menempatkan posisi politik partai di tengah gelombang tarik-menarik persaingan politik nasional. Pada sisi lain, kepiawaian Golkar dalam memilih dan menempatkan para calon anggota legislatif di setiap daerah pemilihan juga menjadi kunci keberhasilan.
Terbukti, dari hasil Pemilu 2024 kali ini, Golkar bersama para calon anggota legislatifnya mampu menguasai wilayah dukungan yang lebih luas. Di mana saja wilayah penguasaan Golkar bersama para calegnya? (Bersambung). (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: ”Quick Count” 2024 Litbang Kompas: Golkar Tetap Partai Papan Atas