Menanti Gong Pemberlakuan Cukai Minuman Berpemanis
Pemberlakuan kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan tahun ini untuk mengurangi konsumsi produk yang tak sehat.
Rencana mengenakan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan semakin dimatangkan pemerintah. Tahun ini, cukai terhadap minuman berpemanis akan resmi diterapkan.
Pengenaan cukai merupakan alat pengendali untuk mengurangi konsumsi produk-produk yang digolongkan tidak sehat. Cukai pada rokok, misalnya, dikenakan untuk mengendalikan perilaku merokok yang membahayakan kesehatan.
Dalam nomenklatur anggaran negara, cukai rokok masuk dalam jenis penerimaan cukai hasil tembakau (HT). Cukai HT menjadi penyumbang terbesar pada penerimaan cukai, yakni 96 persen. Selain dari cukai HT, pemerintah juga mengenakan cukai untuk produk etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, dan bentuk cukai lain dalam jumlah kecil.
Cukai merupakan instrumen kebijakan yang ibarat memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, cukai berfungsi sebagai instrumen pengatur atau pengendali dan di sisi lain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara. Kebijakan cukai pada minuman berpemanis, selain untuk alasan kesehatan, juga sebagai bentuk dari ekstensifikasi obyek cukai.
Sejak beberapa tahun lalu, pemerintah mulai menghitung dan menyosialisasikan pengenaan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan. Konsumsi minuman berpemanis ini perlu dikendalikan karena alasan kesehatan, yakni mencegah berbagai risiko penyakit tidak menular yang disebabkan oleh konsumsi gula berlebihan.
Muaranya adalah mengendalikan jumlah penderita obesitas dan diabetes. Dua jenis penderita ini bisa memicu penyakit lain yang juga berbahaya, seperti penyakit kardiovaskular.
Minuman berpemanis yang disasar adalah semua produk minuman dalam kemasan yang mengandung gula, pemanis alami dan/atau pemanis buatan, yang dikemas bersama-sama ataupun secara terpisah, tidak termasuk minuman mengandung etil alkohol.
Minuman tersebut baik yang berbentuk cair, konsentrat, maupun bubuk. Contohnya adalah susu cair pabrikan dalam kemasan, kental manis, sirop, kopi instan dalam kemasan, minuman teh, minuman bersoda, sari buah dalam kemasan, dan minuman berenergi dalam kemasan.
Pemerintah berhati-hati dalam menerapkan kebijakan cukai minuman berpemanis ini. Pasalnya, kebijakan ini dapat menimbulkan resistensi dari industri yang bisa memengaruhi pertumbuhan ekonomi yang baru saja pulih dari pandemi. Selain tentunya juga memperhatikan daya beli masyarakat.
Kebijakan fiskal ini sebenarnya sudah pernah muncul pada tahun 2016. Awalnya, besaran cukai akan diterapkan Rp 1.000-Rp 5.000 per liter. Dengan besaran tersebut, potensi penerimaan cukai bisa mencapai Rp 79 miliar hingga Rp 3,95 triliun (Kompas, 19/5/2023)
Namun, pemerintah belum siap memberlakukan kebijakan tersebut. Hingga pada akhirnya, dalam Nota Keuangan RAPBN 2024, pemerintah menyebutkan akan resmi memberlakukan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan mulai tahun 2024.
Baca juga: Cukai Minuman Berpemanis di Indonesia Bisa Bawa Manfaat Kesehatan dan Ekonomi
Pertimbangan cukai minuman berpemanis
Setidaknya terdapat empat pertimbangan terkait kebijakan penambahan barang kena cukai berupa minuman berpemanis dalam kemasan segera diberlakukan.
Pertama, mendukung target agenda tahun 2030 untuk pembangunan berkelanjutan dalam SDGs butir 3.4, yaitu mengurangi hingga sepertiga angka kematian dini akibat penyakit tidak menular, melalui pencegahan dan pengobatan, serta meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan.
Kedua, sejalan dengan agenda pembangunan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 pada bagian meningkatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing, yang salah satu programnya adalah perluasan penerapan cukai pada produk pangan yang berisiko tinggi terhadap kesehatan.
Ketiga, mengikuti ketetapan Menteri PPN/Kepala Bappenas tentang Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi, dengan salah satu program meningkatkan jaminan keamanan dan mutu pangan, maka minuman berpemanis dalam kemasan ditetapkan sebagai barang kena cukai baru.
Terakhir dan yang relevan dengan pengendalian konsumsi adalah terjadinya peningkatan jumlah pembiayaan penyakit tidak menular di Indonesia yang ditanggung oleh negara melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan biaya sangat besar, yakni Rp 24,1 triliun pada tahun 2022.
Baca juga: Cukai Minuman Berpemanis Efektif apabila Besarannya Minimal 20 Persen
Ruang fiskal minuman berpemanis
Penerapan cukai pada produk minuman berpemanis sudah mendapat lampu hijau dari Kementerian Kesehatan, tinggal implementasinya. Tinggal menunggu besaran cukai yang akan diberlakukan karena hal itu akan menentukan sejauh mana resistensi industri akan muncul. Harapannya, tentu resistensi tidak akan terlalu tinggi agar ekonomi tidak terkontraksi.
Sebagai produk inovasi cukai yang baru, momentum menerapkan cukai pada minuman berpemanis tahun ini menyediakan ruang fiskal bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama pada pos penerimaan cukai.
Pasalnya, pada tahun 2023 lalu, penerimaan negara dari cukai menurun cukup besar, hingga minus 2,2 persen. Penurunan terjadi karena penerimaan cukai hasil tembakau berkurang dari Rp 218,62 triliun pada tahun 2022 menjadi Rp 213,62 triliun.
Penurunan ini cukup dalam, bahkan jika dibandingkan dengan penerimaan cukai pada awal pandemi Covid-19 menerjang. Penerimaan cukai pada tahun 2020 tercatat hanya Rp 176,3 triliun. Namun, jumlah tersebut masih tumbuh 2,3 persen dibandingkan tahun 2019.
Dua tahun berturut-turut setelah itu, penerimaan cukai melejit, yaitu sebesar 10,9 persen (2021) dan 16 persen (2022). Untuk tahun 2024 ini, penerimaan dari cukai diharapkan bisa tumbuh 8,3 persen.
Dari dua sisi mata uang cukai, pengenaan cukai pada minuman berpemanis diharapkan lebih besar menekan dampak negatif konsumsi gula pada kesehatan. Karena dengan demikian, pengeluaran pemerintah untuk membiayai pengobatan penyakit tidak menular yang disebabkan oleh konsumsi gula berlebihan bisa ditekan.
Dengan menerapkan cukai pada produk baru ini, Indonesia pun di mata internasional akan masuk dalam jajaran negara-negara yang sudah menerapkan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan yang jumlahnya lebih dari 50 negara. Untuk menghindari candu dari si manis lewat cukai, tidak ada kata terlambat. Tinggal menunggu gongnya saja. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: WHO Rekomendasikan Kenaikan Cukai Minuman Beralkohol dan Berpemanis