Mengapa Elektabilitas Prabowo-Gibran Melejit? (1)
Sejak dipasangkan dengan Gibran pada Oktober 2023, elektabilitas Prabowo langsung melonjak drastis.
Catatan survei Kompas menunjukkan keterpilihan pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, naik dari 39,4 persen pada Desember 2023 menjadi 58,4 persen pada hari pencoblosan 14 Februari 2024. Bagaimana hal itu terjadi dan mengapa elektabilitas mereka melonjak drastis?
Lonjakan elektabilitas Prabowo-Gibran yang cukup tinggi selama empat bulan sebelum hari pencoblosan tersebut membuat publik tidak mengira bakal ada perubahan drastis dari situasi kontestasi. Publik bahkan lebih berkonsentrasi pada kejar-mengejar angka elektabilitas Anies-Muhaimin dengan Ganjar-Mahfud dan strategi kedua pasangan tersebut memasuki putaran kedua.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Namun, semua upaya itu akhirnya berhenti setelah hasil hitung cepat (quick count) lembaga survei menunjukkan keunggulan telak Prabowo-Gibran yang berjarak 30 persen hingga 40-an persen dari lawan-lawannya. Selisih jarak selebar itu merupakan yang terbesar selama dekade ini dengan tiga pasang kontestan.
Terlepas dari masifnya keunggulan elektabilitas Prabowo-Gibran pada hasil hitung cepat, kontestasi politik Pemilu Presiden 2024 sesungguhnya berlangsung sangat dinamis dari yang diduga semula. Hasil berbagai lembaga survei menunjukkan, hingga Agustus 2023 elektabilitas Prabowo sebenarnya masih bersaing ketat dengan Ganjar Pranowo.
Bahkan, selepas penurunan elektabilitas Ganjar pada Maret 2023 setelah isu Piala Dunia U-20, telah terjadi rebound elektabilitas Ganjar pada sebulan setelahnya. Survei Kompas yang dilakukan 27 Juli-7 Agustus 2023 menunjukkan, elektabilitas Ganjar mulai pulih dengan elektabilitas 24,9 persen, unggul tipis atas Prabowo yang meraih 24,6 persen.
Hasil survei juga mencatat, pada periode tersebut jumlah pemilih loyal Presiden Jokowi yang pasti memilih sosok yang didukung Jokowi mencapai 18,1 persen. Dari total pemilih loyal Jokowi itu, baru 30 persen lebih yang mendukung Prabowo. Adanya endorsement Jokowi juga terbukti mampu meningkatkan elektabilitas Prabowo hingga 3,8 persen (Kompas, 25/8/2023).
PDI-P saat itu juga tetap berupaya mengasosiasikan Ganjar dengan Jokowi, termasuk dengan memasang baliho yang menampilkan kebersamaan kedua tokoh. Meski demikian, dari segi insentif elektoral, Ganjar hanya akan naik 0,8 persen jika didukung Jokowi.
Padahal, dinamika politik saat itu sudah ada pergeseran peta politik sejak peresmian Ganjar sebagai capres PDI-P pada 21 April 2023. Acara tersebut juga dihadiri Presiden Joko Widodo.
Konsolidasi dan perebutan massa pendukung
Periode Agustus-Oktober 2023 merupakan periode transisi, dengan terjadinya ”kegamangan” di kalangan pemilih nasionalis, apakah akan memilih Ganjar-Mahfud atau Prabowo-Gibran. Dalam periode ini, hasil survei sejumlah lembaga survei menunjukkan terjadi saling mengungguli di antara pasangan capres-cawapres nomor urut 2 dan 3.
Kedua pasangan tersebut melakukan konsolidasi dan manuver politik untuk meraih perhatian dari kaum pemilih nasionalis. Sementara kaum pemilih parpol/basis massa Islam, baik dari aliran modernis maupun kultural, diyakini cenderung terkumpul ke pasangan Anies-Muhaimin yang diusung PKB, PKS, dan Nasdem.
Dari segi langkah konsolidasi parpol, terjadi peralihan kubu politik. Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) mendeklarasikan dukungan untuk Prabowo, Ketua Umum Partai Gerindra, sebagai bakal capres, pada Minggu (13/8/2023).
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mendeklarasikan partai mereka bergabung dengan koalisi Partai Gerindra yang mendukung Prabowo sebagai calon presiden pada Pemilu 2024.
Dukungan PAN merupakan konsekuensi dari upaya partai itu mengusulkan Menteri BUMN Erick Thohir sebagai bakal cawapres untuk mendampingi Prabowo. Sementara alasan Airlangga, Partai Golkar lebih nyaman bergabung dengan Partai Gerindra karena Prabowo dulu juga menjadi bagian dari Golkar di era Orde Baru.
Bersamaan dengan itu, Prabowo tampak terus mendekatkan diri ke sosok Presiden Jokowi. Baliho bergambar Prabowo bersama dengan Presiden Jokowi mulai dipasang di jalan protokol sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan, salah satu baliho menampilkan kedua tokoh tersebut berada di kendaraan taktis militer: Prabowo di kursi pengemudi, sementara Jokowi di kursi penumpang.
Di jagat maya, akun media sosial bakal capres dari Partai Gerindra itu pun gencar mengunggah foto dan video kebersamaan dengan Jokowi. Prabowo juga bertemu dengan sejumlah sukarelawan pendukung Jokowi pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 yang juga merupakan kelompok pendukung Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka.
Dalam berbagai kegiatan, Prabowo kerap menyebut bahwa dirinya tak malu-malu untuk belajar politik dari Jokowi yang telah mengalahkannya pada Pilpres 2014 dan 2019.
Pada setiap pidato yang disampaikan, baik dalam agendanya sebagai Menteri Pertahanan maupun Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo juga selalu menyelipkan nama Jokowi dan komitmennya untuk melanjutkan program pembangunan yang telah dicanangkan Presiden ke-7 RI tersebut.
Pada periode September 2023 sempat muncul wacana ”dua poros” koalisi dalam Pilpres 2024, yakni Prabowo dipasangkan dengan Ganjar di satu poros, berhadapan dengan Anies-Muhaimin di poros lainnya. Namun, wacana itu kandas pada akhir bulan itu karena kedua kubu tidak menemukan titik temu siapa yang akan menduduki posisi capres dan siapa yang menjadi cawapres.
Hubungan Jokowi dan PDI-P semakin menjauh
Ketiadaan titik temu membuat dinamika politik antara Jokowi dan Ganjar kian menjauh. Peristiwa penting yang secara simbolis mencerminkan kian menjauhnya Jokowi dari kubu Ganjar terjadi di Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (23/9/2023). Putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pengarep, menerima kartu tanda anggota (KTA) Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Langkah putra bungsu Presiden Jokowi itu mau tak mau mencerminkan langkah ”memutus tradisi” keluarga Presiden Jokowi yang sebelumnya diidentikkan dengan PDI-P. Alasan Kaesang memilih bergabung dengan PSI karena merasa ada kesamaan visi, yakni sama-sama ingin anak muda makin banyak terlibat di politik, lalu lebih terasa sebagai ”gimik politik” untuk memperhalus langkah manuver politik keluarga Jokowi.
Tak sekadar diterima sebagai anggota, Kaesang bahkan ditetapkan sebagai Ketua Umum PSI periode 2023-2028 dalam Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) Deklarasi Politik PSI, di Jakarta, Senin (25/9/2023), alias hanya dua hari sejak diterima sebagai anggota PSI.
Dinamika politik berikutnya ialah munculnya putusan MK terkait syarat usia pencalonan presiden-wakil presiden. Menjelang batas akhir pendaftaran capres-cawapres pada 25 Oktober 2023, publik dikejutkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai kontroversial. Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait uji materi usia minimal capres dan cawapres pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dikabulkan oleh MK pada Senin (16/10/2023).
Putusan tersebut menyebutkan, capres-cawapres yang pernah terpilih melalui pemilu, baik sebagai anggota DPR/DPD, gubernur, maupun wali kota, dapat mencalonkan diri meskipun belum berusia 40 tahun. Hal itu dianggap membuka peluang bagi nama Gibran Rakabuming Raka yang pada minggu-minggu itu kerap wara-wiri Solo-Jakarta dan namanya mulai menguat di kalangan koalisi parpol pendukung Prabowo.
Ketegangan politik yang terjadi akibat masuknya Kaesang ke PSI dan bayang-bayang masuknya nama Gibran itu secara taktis diredam Presiden Jokowi dengan menghadiri pembukaan Rapat Kerja Nasional IV PDI-P di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Jumat (29/9/2023). Dalam pidatonya, Jokowi memberikan pidato politik yang kembali ”memberi harapan” kepada PDI-P bahwa Ganjar akan menjadi penerusnya.
Jokowi mengungkapkan telah menyampaikan kepada Ganjar untuk segera melaksanakan konsepsi kedaulatan pangan jika terpilih sebagai presiden. ”Tadi saya berbisik ke beliau (Ganjar). Pak, nanti setelah dilantik, besoknya langsung masuk kedaulatan pangan. Tak usah lama-lama. Perencanaannya disiapkan sekarang, begitu dilantik, besok langsung masuk ke kerja kedaulatan pangan,” ujar Jokowi.
Baca juga: Prabowo-Gibran Unggul, Pemilih Bimbang Meningkat
Di sisi lain, sejumlah lembaga survei yang melakukan pengambilan data pada awal-pertengahan Oktober 2023 menunjukkan, elektabilitas Prabowo sudah lebih unggul atas Ganjar pada simulasi tiga nama capres dengan selisih masih dalam rentang marginoferror. Namun, jika nama Gibran dimasukkan sebagai cawapres, keunggulan itu semakin melejit, jauh meninggalkan elektabilitas Ganjar karena ada gejala migrasi pemilih Jokowi.
Hasil survei sejumlah lembaga pada saat itu juga menangkap persepsi publik yang cukup permisif dengan isu terkait putusan MK terhadap usia cawapres. Dengan berbagai dinamika politik yang penuh kejutan hingga Oktober 2023, strategi memilih dengan Gibran sebagai cawapres menjadi faktor penting yang mendorong melonjaknya elektabilitas Prabowo-Gibran. (Bersambung)(LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Bansos, Pendongkrak Suara Prabowo-Gibran?