Indonesia Memasuki Musim Pancaroba, Waspadai Cuaca Ekstrem
Masyarakat perlu mewaspadai kejadian cuaca ekstrem sepanjang masa pancaroba saat ini.
Saat ini Indonesia tengah memasuki periode peralihan musim dari hujan ke kemarau atau disebut pancaroba. Masyarakat perlu mewaspadai kejadian cuaca ekstrem sepanjang periode peralihan ini.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi terjadinya cuaca ekstrem selama periode pancaroba yang diperkirakan berlangsung pada Maret hingga April 2024 ini. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan, antisipasi dini terhadap cuaca ekstrem, mulai dari hujan lebat berdurasi singkat, hujan es, hingga puting beliung, harus ditingkatkan (Minggu, 25/2/2024).
Prakiraan musim pada 699 zona di Indonesia menunjukkan bahwa periode musim hujan terjadi mulai Oktober 2023. Periode basah ini akan mencapai puncaknya pada awal tahun 2024, sekitar Januari dan Februari. Pada periode ini, hampir semua wilayah Indonesia akan diguyur hujan dengan intensitas beragam.
Analisis BMKG pada akhir Februari 2024 menunjukkan, sejumlah wilayah di Indonesia telah melewati puncak musim hujan, khususnya bagian selatan khatulistiwa. Periode pergeseran musim ini ditandai dengan dinamika atmosfer yang kuat. Salah satu cirinya adalah pola hujan pada sore hingga malam hari yang didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari.
Perubahan cuaca secara ekstrem pada pagi hingga sore hari terjadi karena proses konveksi dari permukaan Bumi ke atmosfer. Proses tersebut muncul karena penerimaan radiasi Matahari oleh permukaan Bumi terjadi cukup besar sehingga massa udara terangkat dan memicu pembentukan awan hujan. Awan hujan tersebut akan memicu hujan dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat.
Baca juga: Tingginya Potensi Bencana Puting Beliung di Indonesia
Dwikorita juga menyampaikan bahwa apabila kondisi atmosfer menjadi labil atau tidak stabil, potensi pembentukan awan konvektif, seperti kumulonimbus, akan meningkat pesat. Karakteristik awan ini adalah berbentuk seperti bunga kol dengan warna abu-abu dan memiliki batas tepi awan yang jelas atau tegas. Kumulonimbus sangat berbahaya karena erat kaitannya dengan kilat atau petir, angin kencang, dan puting beliung.
Curah hujan yang lebat adalah faktor utama pemicu bencana hidrometeorologi di sejumlah wilayah di Indonesia. Banjir bandang dan tanah longsor menjadi lazim terjadi dan berisiko membahayakan masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah perbukitan. Kejadian ekstrem lainnya adalah angin kencang dan puting beliung yang mampu merusak rumah dan fasilitas umum lainnya.
Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang Januari hingga 26 Februari 2024 setidaknya terdapat 350 bencana alam di Tanah Air. Paling banyak adalah bencana banjir sebanyak 221 kejadian dan bencana akibat cuaca ekstrem sebanyak 86 kejadian. Bencana alam pada awal tahun ini sedikitnya telah menewaskan 42 orang dan menyebabkan sekitar 1,5 juta penduduk mengungsi.
Anomali atmosfer
Selain periode peralihan atau pancaroba, BMKG menyebutkan, juga ada beberapa fenomena atmosfer lain yang terpantau cukup signifikan memicu peningkatan curah hujan yang disertai kilat dan angin kencang di Indonesia. Fenomena pertama adalah aktivitas monsun Asia yang masih dominan. Monsun Asia masih akan memicu pembentukan awan hujan, khususnya bagian tengah dan selatan Indonesia.
Monsun Asia adalah fenomena tahunan yang pasti terjadi karena tiupan angin dari kawasan Asia ke Australia. Hal tersebut muncul karena posisi semu tahunan Matahari pada periode Oktober hingga April berada di belahan Bumi selatan sehingga kawasan Asia jauh lebih dingin. Suhu yang lebih dingin selalu beriringan dengan tekanan udara lebih tinggi sehingga udara atau angin bergerak ke kawasan lebih panas atau tekanan udara lebih rendah.
Karena angin yang bertiup dari kawasan Asia membawa massa udara dari proses konveksi di Samudra Pasifik, wilayah Indonesia akan menerima banyak awan hujan. Kondisi inilah yang menyebabkan berbagai wilayah dari Sumatera hingga Papua terjadi hujan lebat.
Baca juga: Angin Puting Beliung, Bencana Alam Kedua Tersering di Indonesia
Fenomena kedua adalah aktivitas Madden Jullian Oscillation (MJO) di kuadran tiga atau kawasan Samudra Hindia bagian timur. Aktivitas tersebut akan menjalar hingga wilayah pesisir barat Indonesia pada beberapa pekan ke depan yang ditandai dengan peningkatan pertumbuhan awan hujan. Pada beberapa fase, MJO bahkan berkontribusi pada percepatan perkembangan siklus El Nino dan La Nina di seluruh dunia.
Selain monsun Asia dan MJO, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, peningkatan risiko cuaca ekstrem juga terjadi karena adanya aktivitas gelombang atmosfer di sekitar Indonesia bagian selatan, tengah, dan timur. Faktor lainnya adalah terbentuknya pola belokan dan pertemuan angin yang memanjang di Indonesia bagian tengah dan selatan.
Antisipasi cuaca ekstrem
Kondisi atmosfer yang tidak stabil menyebabkan banyak kejadian cuaca ekstrem di permukaan Bumi. Salah satu kejadian yang membahayakan masyarakat adalah fenomena puting beliung di wilayah Rancaekek, Jawa Barat, pada 21 Februari 2024. Bahkan, tak sedikit yang menyebut fenomena tersebut sebagai badai tornado karena memiliki kemiripan bentuk seperti yang terjadi di kawasan subtropis, seperti Amerika Serikat.
Puting beliung hanya satu dari sejumlah kejadian bencana yang muncul akibat cuaca ekstrem. Bencana lainnya adalah banjir bandang, banjir genangan, hingga tanah longsor.
Masyarakat perlu mewaspadai dengan cara mengenali ciri-ciri kondisi atmosfer yang berisiko menyebabkan kejadian ekstrem. Salah satu hal yang dapat diamati adalah, apabila terjadi pemanasan kuat antara pukul 10.00 hingga pukul 14.00, akan diikuti pembentukan awan berwarna gelap dengan bentuk seperti bunga kol.
Baca juga: Bencana Hidrometeorologi dan Erupsi Gunung Senantiasa Mengintai Indonesia
Awan berwarna gelap dan seperti bunga kol tersebut adalah kumulonimbus. Setiap orang yang berada di luar ruangan perlu segera berlindung di dalam gedung atau rumah. Apabila terpaksa berada di luar ruangan, perlu menjauhi tiang listrik, pohon, jembatan, papan reklame, atau bangunan tinggi yang berpotensi ambruk, kemudian segera cari tempat berlindung.
Apabila sedang berada di dalam gedung atau rumah, tutup semua pintu dan jendela dengan rapat. Kemudian matikan seluruh aliran listrik di gedung atau rumah, dan mencari tempat aman yang jauh dari pintu atau jendela. Semua antisipasi tersebut dilakukan agar tidak timbul korban jiwa karena cuaca ekstrem yang terjadi.
Bagi pemerintah pusat dan daerah, antisipasi dini perlu dilakukan melalui beberapa hal. Pertama, memastikan kapasitas infrastruktur dan sistem tata kelola sumber daya air siap untuk mengantisipasi peningkatan curah hujan.
Kedua, melakukan penataan lingkungan secara terpadu, seperti memangkas dahan atau ranting pohon-pohon besar dan menguatkan tegakan tiang reklame atau baliho.
Terakhir, membangun komunikasi yang terintegrasi antarlembaga di pemerintahan dan menciptakan sistem peringatan dini. Pemerintah juga harus mengawal informasi terkait perkembangan cuaca ekstrem. (LITBANG KOMPAS)