Tingginya Potensi Bencana Puting Beliung di Indonesia
Puting beliung merupakan salah satu kejadian bencana alam yang kerap terjadi di Indonesia.
Oleh
DEBORA LAKSMI INDRASWARI
·5 menit baca
Bencana puting beliung yang menyerupai tornado melanda kawasan Rancaekek, Kabupaten Bandung, dua hari lalu. Terjangan angin kencang yang menjadi sorotan warganet itu menjadi peringatan bahwa saat ini tengah memasuki musim pancaroba yang rentan memicu kejadian bencana alam.
Bencana puting beliung yang terjadi pada Rabu (21/2/2024) di wilayah Rancaekek, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, menyebabkan dampak cukup parah. Menurut BPBD Jawa Barat, angin kencang itu memorakporandakan dan merusak 503 unit rumah di lima kecamatan. Total terdapat 835 keluarga yang terdampak bencana ini. Tidak hanya itu, sebanyak 33 orang terluka akibat bencana itu.
Kejadian bencana tersebut menarik banyak perhatian warganet di media sosial. Sejumlah video yang tersebar luas di beberapa platform media sosial menunjukkan kencangnya angin yang memorakporandakan kawasan Rancaekek. Tayangan video itu merekam jelas adanya pusaran angin kencang dan besar yang langsung merusak benda-benda di sekitarnya.
Perbincangan warganet juga semakin ramai dengan meluasnya cuitan dan berita yang menyebutkan bahwa peristiwa tersebut tergolong tornado. Jika memang benar demikian, maka peristiwa di Rancaekek itu adalah tornado pertama di Indonesia. Cuitan Dr Erma Yulihastin, peneliti BRIN, di media sosial X menjadi rujukan warganet akan isu tersebut. Ia menuliskan bahwa peristiwa di Rancaekek tersebut mirip dengan tornado yang terjadi di Amerika Serikat. Ia juga menyebutkan tim peneliti BRIN akan menginvestigasi tornado pertama yang terjadi di Indonesia ini.
Istilah tornado, yang merujuk pada peristiwa angin kencang yang membentuk pusaran besar, memang tidak pernah disematkan pada kejadian badai angin di Indonesia. Peristiwa angin besar yang berpusar itu biasanya disebut puting beliung. Situs BMKG memang menyebutkan bahwa puting beliung adalah istilah lokal bagi tornado kecil.
Kondisi salah satu rumah warga di Desa Nanjung Mekar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang terdampak bencana puting beliung, Jumat (23/2/2024). Puting menerjang Desa Nanjung Mekar pada Rabu (21/2/2024) sekitar pukul 16.00.
Meskipun demikian, puting beliung dan tornado cukup berbeda meskipun sama-sama berupa angin kencang yang berpusar. Puting beliung memiliki kecepatan lebih dari 34,8 knots atau 64,4 kilometer per jam, sedangkan kecepatan tornado jauh lebih besar lagi. Menurut skala Enhanced Fujita (EF) tingkat kecepatan tornado yang dilihat dari dampak kerusakan terbagi menjadi enam kategori. Keenam kategori itu terdiri dari EF-0 sebagai kecepatan tornado paling lemah, yakni 105-137 kilometer per jam. Adapun yang paling parah adalah kategori EF-5 dengan kecepatan angin lebih dari 322 kilometer per jam.
Merujuk pada definisi itu, peristiwa yang terjadi di Kabupaten Bandung dan Sumedang itu bukan termasuk kategori tornado. Hal ini ditegaskan kembali oleh Deputi BMKG Guswanto yang menyatakan bahwa kecepatan puting beliung dalam peristiwa tersebut adalah 36,8 kilometer per jam.
Bencana rutin
Meskipun bukan tergolong tornado, dampak kerusakan puting beliung di Rancaekek termasuk parah sehingga menjadi peringatan penting untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana angin ini. Pasalnya, puting beliung kerap terjadi di Indonesia. Dalam dua bulan pertama 2024 ini sudah terjadi 58 kejadian puting beliung di luar peristiwa Rancaekek. Sejumlah bencana puting beliung itu terjadi di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Papua. Setidaknya ada 55 rumah dan 4 unit gedung pendidikan terdampak peristiwa terjangan angin itu.
Bahkan, dalam kurun 2015-2024, puting beliung menjadi bencana yang paling sering terjadi di Indonesia. Menurut Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI), selama periode tersebut tercatat ada 8.007 bencana puting beliung. Ribuan kejadian puting beliung itu telah memakan korban nyawa hingga 172 jiwa. Selain itu, sebanyak 11 orang hilang, 1.384 terluka, dan lebih dari 150.000 orang lainnya terdampak karena lebih dari 139.000 unit bangunan mengalami kerusakan.
Selama periode tersebut, terdapat beberapa kejadian puting beliung yang berdampak sama parahnya atau bahkan melebihi kejadian di Rancaekek. Pada 2017, misalnya, Kabupaten Sidoarjo dihantam puting beliung hinga menyebabkan 661 rumah rusak. Lalu pada 2018, giliran Bogor yang mengalami bencana puting beliung dengan kecepatan angin mencapai 50 kilometer/jam sehingga merusak 1.821 unit rumah warga (Kompas, 10 Desember 2018).
Tingkatkan kewaspadaan
Kendati sudah kerap terjadi di Indonesia, bukan berarti kejadian puting beliung itu menjadi sebuah kewajaran. Sebaliknya, justru harus menuntut kewaspadaan lebih tinggi lagi dalam hal mitigasi guna meminimalisasi jatuhnya korban. Apalagi amukan angin ini termasuk bencana yang tidak dapat diprediksi meskipun sudah ada tanda-tanda dan polanya kejadiannya. Hampir semua daerah di Indonesia berpotensi mengalami peristiwa bencana tersebut meskipun ada sejumlah daerah, seperti Jawa Barat, Nusa Tenggara, Sumatera, dan Sulawesi, yang lebih berpotensi terlanda terjangan angin itu.
Puting beliung memang lebih sering terjadi di musim pancaroba dibandingkan musim hujan dan kemarau. Biasanya puting beliung muncul dengan tanda-tanda jauh sebelum peristiwa itu terjadi. Umumnya karena perubahan suhu udara di pagi hari dari yang terasa sejuk kemudian berubah panas secara tiba-tiba. Kemudian ada pertumbuhan awan cepat pada siang hari atau menjelang sore yang disertai embusan dingin. Selain itu, ada perubahan arah dan kecepatan angin pada siang atau menjelang sore hari dari yang awalnya stabil menjadi tiba-tiba lebih kencang dan berubah arah.
Jika melihat dan merasakan tanda-tanda tersebut, masyarakat diharapkan dapat bersiap untuk mengamankan diri. Jika berada di dalam rumah, tutup dan kunci pintu serta jendela serta jangan berlindung di dekat pintu atau jendela itu. Padamkan semua aliran listrik dan peralatan elektronik. Jika sedang dalam perjalanan, hentikan dan keluar dari kendaraan lalu berlindung di dalam ruangan terdekat. Ketika berlindung hindari bangunan yang tidak kokoh, tiang listrik, pohon, atau papan reklame.
Terlepas dari perdebatan apakah bencana di Rancaekek adalah puting beliung atau tornado, peristiwa itu menjadi pengingat bahwa Indonesia adalah negara dengan tingkat risiko bencana badai dan angin kencang yang tergolong tinggi. Apalagi, menurut prediksi BMKG, bulan Maret sudah memasuki masa transisi musim hujan ke kemarau yang rentan akan bencana hidrometeorologis. Oleh sebab itu, masyarakat ataupun pemerintah diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan menghadapi sejumlah risiko bencana tersebut. (LITBANG KOMPAS)