Data KPU mencatat 9 parpol berpotensi lolos ambang batas parlemen, tetapi suara parpol lainnya berpotensi terbuang.
Oleh
VINCENTIUS GITIYARKO
·3 menit baca
Salah satu konsekuensi dari ambang batas parlemen adalah adanya wasted votes atau suara terbuang meskipun suara tersebut sah. Hal ini terjadi karena suara yang akhirnya terkonversi menjadi kursi di parlemen hanya keseluruhan dari perolehan suara partai yang memenuhi jumlah ambang batas parlemen 4 persen. Sementara suara masuk bagi partai yang tidak memenuhi ambang batas parlemen tidak diikutkan dalam penghitungan kursi.
Berdasarkan data rekapitulasi suara yang dilakukan KPU, hingga data masuk sejumlah 51,28 persen, terdapat sembilan parpol yang jumlah pemilihnya memenuhi angka ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Artinya, ada sembilan partai di tingkat nasional yang berpotensi tidak lolos parliamentary threshold.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Sementara jika dilihat dari tingkat partisipasi pemilih untuk legislatif, berdasarkan hitung cepat Litbang Kompas, terdapat sekitar 83,24 persen pemilih yang menggunakan hak suaranya dari seluruh DPT. Dengan melihat jumlah DPT sekitar 204 juta pemilih, potensi pemilih yang menggunakan hak suaranya di pilihan legislatif kurang lebih 170 juta suara.
Dari angka di atas, tidak semua suara yang digunakan dinyatakan sah. Ada sekitar 9 persen dari suara yang masuk dinyatakan tidak sah. Artinya, suara sah yang masuk untuk pilihan partai politik sebanyak 74,34 persen atau kurang lebih 152 juta pemilih.
Pada Pemilu 2024 terdapat 18 partai nasional yang berkontestasi untuk memperebutkan kursi DPR RI. Sementara ambang batas parlemen yang diterapkan tidak berubah dari aturan Pemilu 2019, yakni 4 persen. Berdasarkan hasil data rekapitulasi sementara KPU, terdapat sembilan partai politik yang hampir dipastikan lolos ambang batas.
Jika melihat persentase perolehan suaranya, akumulasi suara yang diperoleh oleh sembilan partai tersebut sebesar 89,89 persen. Sementara sembilan partai perolehan suaranya kurang dari 4 persen, jika diakumulasikan perolehan suaranya berjumlah 10,31 persen.
Apabila mengembalikan persentase di atas kepada jumlah suara sah untuk pilihan legislatif yang berkisar 152 juta suara, potensi jumlah suara yang akan terkonversi menjadi kursi di DPR RI nantinya kurang lebih 136 juta suara. Sisanya, 15,6 juta suara, kemungkinan besar akan berujung pada wasted votes atau suara-suara yang terbuang.
Membandingkan apa yang terjadi pada Pemilu 2024 dengan Pemilu 2019 tampak ada potensi kenaikan jumlah suara terbuang. Pada tahun 2019 ada sekitar 13 juta suara atau 10 persen dari suara sah total yang terbuang. Adanya kenaikan ini terjadi karena perbandingan partai peserta pemilu yang lebih banyak dibandingkan tahun 2019.
Pada tahun 2019 ada tujuh partai yang tidak lolos ambang batas. Sementara pemilu kali ini menyisakan lebih banyak partai yang tidak lolos sebagaimana disebutkan di atas. Gap inilah yang membuat meningkatnya suara terbuang.
Berbeda dengan Pemilu 2014 dengan suara terbuang relatif kecil, yakni 3 juta suara atau 2,4 persen dari total suara sah yang masuk. Kala itu hanya dua partai yang tidak lolos melewati ambang batas parlemen dari 12 partai yang berkontestasi.
Apabila dihitung persentasenya, pemilu legislatif 2024 akan menyisakan 10,31 persen suara terbuang. Suara tersebut tidak akan terkonversi menjadi kursi karena tidak diikutkan dalam penghitungan. Dengan kata lain, ada suara lebih dari dua kali lipat dari nilai ambang batas parlemen.
Meskipun ada potensi suara terbuang yang angkanya melebihi nilai ambang batas parlemen, hal yang patut diapresiasi dalam Pemilu 2024 adalah potensi tren kenaikan tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu.
Pada Pemilu 2019, tingkat partisipasi pemilih untuk pilihan legislatif sebesar 81,69 persen. Hasil hitung cepat sementara menunjukkan adanya kenaikan partisipasi sekitar 2 persen.
Dapat dilihat pula bahwa meskipun partai yang tidak lolos ambang batas parlemen kali ini berpotensi lebih banyak dibandingkan tahun 2019, tetapi tingkat partisipasi yang meningkat juga mampu mengurangi proporsi suara terbuang atau yang tidak diikutkan dalam penghitungan kursi.
Dari fenomena ini tampak bahwa upaya untuk memaksimalkan sistem pemilu legislatif dengan meminimalkan suara terbuang dipengaruhi baik dari faktor pemilih maupun partai peserta. Penjelasannya, semakin tinggi perolehan suara partai yang lolos ambang batas ditambah dengan tingkat partisipasi yang tinggi akan membuat semakin kecilnya suara terbuang dalam pemilu legislatif.
Akhirnya, dalam hal efektivitas pemilu, semakin sedikitnya suara terbuang, semakin positif pula efektivitasnya. Akan tetapi, jumlah suara terbuang yang angkanya melebihi hampir dua kali lipat angka ambang batas parlemen itu sendiri dapat dipandang dari sudut yang lain, yakni adanya partai politik alternatif yang sebenarnya diharapkan oleh pemilih.
Di satu sisi, partai-partai yang berpotensi melewati ambang batas Pemilu 2024 adalah partai-partai yang sudah duduk di parlemen sebelumnya. Di sisi lain, lebih dari dua kali lipat nilai ambang batas suara terbuang. Hal ini menunjukkan adanya minat pemilih untuk memberikan suara pada partai di luar partai-partai kuat yang tampak pasti akan melenggang ke parlemen.
Artinya, pekerjaan rumah untuk partai-partai kuat adalah menjaga konsistensi agar para pemilih makin yakin bahwa hak-haknya akan terwakilkan di partai-partai yang sudah terbiasa di parlemen. Sementara itu, tetap ada harapan bagi partai-partai alternatif untuk menarik simpati pemilih yang belum merasa terwakili dengan partai-partai parlemen. (LITBANG KOMPAS)