Hasil ”Exit Poll”: Satu Keluarga, Satu Suara
Hasil survei pascapemilihan Litbang ”Kompas” menunjukkan satu keluarga cenderung sama pilihan presidennya.
Berbicara soal politik, bagi seorang warga negara, bisa jauh tetapi bisa jadi juga dekat. Dalam pemilihan presiden, misalnya, tentu hanya segelintir warga yang dekat secara akses dengan para kandidat capres.
Sebagian besar belum pernah bertemu langsung dengan para capres. Kalaupun ada sebagian kecil yang pernah bertemu, lebih banyak yang terjadi secara massal, misalnya dalam kampanye atau safari politik, bukan dalam relasi personal.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Dalam hal ini, politik sebenarnya sesuatu yang jauh dan berjarak dengan keseharian rakyat. Akan tetapi, dalam relasi yang sejatinya jauh ini, nyatanya politik bisa menjadi hal yang sangat dekat. Salah satunya ketika memandang dinamikanya dalam unit terkecil satuan sosial, keluarga.
Relasi dalam keluarga, apalagi dalam tahun-tahun politik, dapat mendekatkan realitas politik yang awalnya jauh menjadi dekat.
Dalam sesekali pembicaraan di keluarga, obrolan tentang calon presiden bisa terjadi secara seru. Membicarakan sosok-sosok tersebut, mulai dari gaya bicara, gerak-gerik, latar belakangnya, bisa berujung pada diskusi tentang siapa yang akan dipilih.
Baca juga : Survei Litbang ”Kompas”: Satu Keluarga, Satu Pilihan Capres
Satu suara
Dalam survei pascapencoblosan yang dilakukan oleh Litbang Kompas di hari Pemilu 2024 tampak dalam satu keluarga anggotanya cenderung memilih paslon presiden dan wakil presiden yang sama.
Sebanyak 51,5 persen responden mengaku bahwa seluruh anggotanya memilih paslon yang sama. Sementara 24,7 persen responden yang lain mengatakan pilihannya berbeda.
Sisanya terdapat 23,8 persen responden yang menjawab tidak tahu. Setidaknya ada dua kemungkinan dalam jawaban tidak tahu.
Pertama, memang dalam keluarganya tidak saling tahu pilihan presidennya. Kedua, responden memang enggan menjawab pertanyaan ini. Apa pun itu, jika melihat angka terbesarnya, tetap tecermin satu keluarga cenderung memiliki preferensi politik yang sama.
Apa yang tergambar dalam exit poll Litbang Kompas ini menguatkan temuan sebelumnya yang terekam dalam Survei Desember 2023. Dalam hasil survei tersebut terlihat keluarga memberi pengaruh paling besar dalam pilihan politik. Sebanyak 65,8 persen responden mengaku pilihan presidennya dipengaruhi oleh keluarga dan 62,3 persen untuk pilihan partai politik.
Kembali kepada hasil survei pascapencoblosan, tampak latar belakang pendidikan responden dan kelas sosialnya tidak berpengaruh secara signifikan. Dari sisi kelas sosial, baik responden kelas bawah maupun atas, semuanya mengakui pilihan yang sama dalam anggota keluarganya juga dengan kisaran 50 persen.
Sementara dari sisi tingkat pendidikan tampak ada gradasi perbedaan meski tetap tidak signifikan. Proporsi keluarga dengan pilihan presiden sama cenderung lebih tinggi di kelompok responden berpendidikan dasar ketimbang berpendidikan tinggi. Sebanyak 54,9 persen responden berpendidikan dasar mengaku keluarganya memiliki satu pilihan yang sama.
Proporsi ini sedikit menurun menjadi 49,3 persen pada responden berpendidikan menengah dan 48 persen pada responden berpendidikan tinggi. Artinya, cenderung ada referensi politik di luar keluarga dengan semakin tingginya tingkat pendidikan responden, meskipun sekali lagi, angkanya tidak signifikan.
Perbedaan yang lebih besar tampak ketika data ini dibaca berdasarkan usia atau generasi responden. Kelompok responden generasi Z menunjukkan proporsi yang paling rendah untuk jawaban pertanyaan ini dibandingkan generasi lain di atasnya. Bahkan, ada perbedaan hingga hampir 10 persen antara gen Z dan gen X.
Pada kelompok responden generasi Z, sebanyak 46 persen menyatakan bahwa keluarganya memiliki pilihan paslon sama dengannya. Sementara pada kelompok generasi X sebanyak 55 persen mengaku seluruh anggota keluarganya memilih pasangan yang sama.
Jika asumsinya adalah responden itu sendiri yang berbeda pilihannya, dapat dibaca bahwa semakin muda usia pemilih cenderung terbuka referensi politiknya di luar keluarga. Meskipun demikian, sekali lagi, fenomena satu keluarga dengan pilihan yang sama tetap lebih dominan.
Baca juga: Pilihan Politik Dipengaruhi Keluarga
Keluarga dan politik
Jika kembali pada soal dekatnya politik dengan keluarga, hal ini tampak lumrah dalam sejarah kehidupan masyarakat.
Bahkan, dalam masyarakat tradisional yang belum mengenal negara modern pun keluarga sudah menjadi basis pertama dalam berpolitik. Mulai dari pembagian peran dalam kelompok hingga pembagian wilayah tanah, basis pertamanya adalah keluarga atau hubungan darah dan daging.
Dalam dunia modern yang mendasarkan ikatan sosial pada konsep negara modern, sisi keluarga sebagai basis kekuatan politik tetap langgeng. Pasalnya, keluarga merupakan unit terkecil yang menjadi tempat paling privat seorang individu.
Dalam dunia modern yang mendasarkan ikatan sosial pada konsep negara modern, sisi keluarga sebagai basis kekuatan politik tetap langgeng.
Relasi dengan keluarga berbasis hubungan flesh and blood akan berbeda dalam relasi dengan ikatan sosial lain, seperti tetangga, teman kerja, hingga relasi politik sekalipun.
Bahkan, dalam keluarga pula seorang individu, entah disadari atau tidak, belajar politik dari hal yang paling sederhana, seperti pembagian tugas dan peran dalam keseharian hidup keluarga.
Dengan demikian, hasil pascapencoblosan yang menunjukkan kuatnya ikatan keluarga memengaruhi pilihan politik, tampak masih akan mewarnai dinamika politik negara ke depan. Meskipun dalam sistem demokrasi, yang berbasis utama pada pemikiran modern yang logis, ikatan darah dan daging tidak dapat dinafikan pengaruhnya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Seruan Berani Bersuara untuk Melawan Politik Dinasti