Geliat Bank Digital di Tengah Ketatnya Industri Perbankan
Bank digital berpeluang tumbuh pesat seiring meningkatnya aktivitas masyarakat di ranah daring.
Bank digital berpeluang tumbuh pesat seiring meningkatnya aktivitas masyarakat di ranah daring. Namun, di sisi lain, eksistensi bank digital masih memiliki sejumlah tantangan di tengah ketatnya industri perbankan saat ini.
Kemunculan bank digital atau kerap disebut pula neobank di Tanah Air sejak 2016 memberikan warna baru dalam industri perbankan di Indonesia. Masifnya kebutuhan konsumen yang menginginkan kecepatan dan fleksibilitas dalam layanan perbankan yang dapat diakses kapan pun dan di mana pun mendorong hadirnya neobank itu.
Bank digital umumnya dapat melakukan semua aktivitas perbankan mulai dari pembukaan akun, transfer, deposito, hingga penutupan akun melalui telepon genggam atau perangkat elektronik tanpa perlu hadir secara fisik ke bank. Selain kemudahannya, bank digital juga menawarkan bunga tabungan yang tinggi dibandingkan bank-bank konvensional.
Kemunculan bank digital tersebut salah satunya dipicu oleh masuknya fintech, yaitu perusahaan yang menggabungkan layanan jasa keuangan dengan teknologi, ke sektor keuangan dan keterbukaan pasar yang menembus batas geografis.
Tren bank digital itu selaras pula dengan kebiasaan konsumen dalam melakukan sejumlah transaksi digital, seperti e-dagang, e-wallet, dan lain-lain. Peningkatan adopsi digital dalam kehidupan sehari-hari ini membuat bank digital menjadi menarik dan berpotensi menjadi perusahaan dengan kapitalisasi pasar miliaran dolar.
Sebagai informasi, secara regulasi, tidak ada dikotomi antara bank digital dan bank konvensional. Semuanya masuk kategori bank umum. Bedanya, bank yang disebut-sebut sebagai bank digital cenderung berfokus pada layanan yang hampir 100 persen berbasis kanal digital. Di sisi lain, terdapat bank-bank konvensional yang memiliki dua kanal distribusi layanan, yakni secara fisik melalui keberadaan kantor cabang dan secara nonfisik melalui layanan digital.
Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang 2023, setidaknya ada lebih dari 15 bank yang menyediakan layanan digital baru yang siap meramaikan persaingan di dalam negeri. Kemunculan bank-bank ini di Indonesia merupakan hal yang positif.
Baca juga: Bank Berbasis Layanan Digital Optimistis Bisa Tumbuh Signifikan
Sementara itu, di tingkat global, perusahaan konsultan strategi global asal Jerman, Simon-Kucher & Partners, melaporkan bahwa jumlah bank tercatat sekitar 400 bank digital yang teridentifikasi hingga Januari 2022.
Berdasarkan survei dari Finder.com, jumlah pemilik rekening bank digital di Tanah Air menyentuh 47,7 juta pada 2021. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat penetrasi bank digital terbesar kedua di dunia.
Selanjutnya, menurut Personal Financial Services Report McKinsey di tahun yang sama, sebanyak 78 persen pelanggan Indonesia aktif menggunakan bank digital dalam keseharian atau naik dari posisi tahun 2017 yang sebesar 57 persen.
Prospek
Di tengah persaingan ketat industri perbankan saat ini, bank digital diperkirakan masih memiliki prospek yang menjanjikan di masa depan. Optimisme itu tidak terlepas dari sejumlah indikator yang melatarbelakanginya.
Salah satunya ditopang oleh pembayaran digital yang menjadi primadona masyarakat. Berdasarkan ramalan Bank Indonesia (BI), otoritas memproyeksi transaksi digital di perbankan bakal terus mengalami peningkatan yang pesat, baik pada 2024 maupun 2025. BI memproyeksikan nilai transaksi digital banking akan terus tumbuh 23,2 persen secara tahunan pada 2024 hingga mencapai Rp 71,584 triliun dan tumbuh 18,8 persen pada 2025 menjadi Rp 85,044 triliun.
Sementara itu, untuk bank berbasis teknologi digital, hingga triwulan III-2023 mampu mencatatkan kinerja positif yang salah satunya ditopang oleh kolaborasi dengan ekosistem digital. Ke depan, bank-bank digital optimistis mampu menorehkan pertumbuhan dua digit dengan mengoptimalkan ekosistem digital dan menjawab kebutuhan nasabah dalam beraktivitas sehari-hari.
Selain pembayaran digital, bank digital diperkirakan akan terus tumbuh karena ditopang oleh meningkatnya jumlah pengguna internet di Tanah Air. Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan, pengguna internet di Indonesia mencapai 215,63 juta orang pada periode 2022-2023.
Jumlah tersebut meningkat 2,67 persen dibandingkan pada periode sebelumnya yang sebanyak 210,03 juta pengguna. Jumlah pengguna internet ini setara dengan 78,19 persen dari total populasi Indonesia yang berkisar 275,77 juta jiwa atau lebih tinggi 1,17 persen dibandingkan proporsi pada 2021-2022 yang sebesar 77,02 persen.
Baca juga: Bank Digital Tawarkan Solusi Pengelolaan Keuangan kepada Masyarakat
Indikator lainnya yang berpotensi mendorong tumbuhnya bank digital di Indonesia adalah masih besarnya kelompok masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan. Pada tahun 2023, jumlahnya mencapai 97,7 juta orang atau 48 persen dari populasi masyarakat di atas 15 tahun yang belum memiliki produk perbankan. Jumlah ini merupakan yang terbesar di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Untuk sementara, jumlah masyarakat yang telah memiliki rekening di bank (banked) baru mencapai 42 juta jiwa. Dengan demikian, pasar layanan keuangan bank digital masih sangat terbuka di Tanah Air.
Fenomena generasi Z, milenial, dan X yang lebih menyukai kenyamanan bertransaksi secara daring melalui platform digital bisa pula menjadi ceruk pasar yang menjanjikan bagi bank digital. Dalam sensus penduduk 2020, generasi Z dan milenial mendominasi penduduk Indonesia yang per September 2020 mencapai 270,20 juta jiwa. Generasi Z berjumlah 74,93 juta atau 27,94 persen terhadap total penduduk, milenial 69,38 juta jiwa (25,87 persen), generasi X 58,65 juta jiwa (21,88 persen).
Tantangan
Kendati bank digital memiliki prospek yang menjanjikan di masa depan, masih ada sejumlah tantangan yang masih akan dihadapi. Mengacu pada buku Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada sejumlah tantangan yang berkaitan dengan bank digital dan transformasi perbankan menuju digital.
Salah satu yang disebut dalam buku tersebut adalah soal pelindungan data pribadi nasabah dan risiko kebocoran data. Tantangan ini tidak lepas dari belum tersedianya payung hukum yang mengatur terkait pelindungan data pribadi. Padahal, ketidakhadiran regulasi yang mengatur pelindungan data akan menimbulkan ancaman terkait privasi dan pengelolaan data pribadi seperti kebocoran data.
Di sisi lain, nasabah tentunya tidak punya pilihan selain memercayakan data kepada bank. Sudah seharusnya bank menjaga kepercayaan tersebut dengan mencegah terjadinya kebocoran data nasabah. Kebocoran data nasabah bank dapat menyebabkan kerugian keuangan bagi nasabah dan juga kerugian keuangan dan penurunan reputasi bank.
Risiko investasi teknologi informasi yang tidak sesuai dengan strategi bisnis menjadi tantangan lain bank digital. Mengingat besarnya belanja modal untuk teknologi informasi, maka bank perlu menyusun strategi yang tepat dalam mengembangkan teknologi informasi dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat (cost and benefit).
Strategi tersebut harus menjadi bagian dalam rencana strategis bisnis bank secara keseluruhan. Rencana strategis teknologi informasi dan strategi bisnis bank yang tidak berjalan baik akan berdampak pada ketidaksesuaian produk dan layanan bank dengan kebutuhan dan ekspektasi pasar sehingga berujung pada kegagalan bank.
Baca juga: Adu Siasat Bank Berbasis Layanan Digital
Berikutnya adalah risiko penyalahgunaan teknologi (penyalahgunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence). Di sektor perbankan, kecerdasan buatan telah dimanfaatkan pada beberapa bidang, di antaranya otomatisasi beberapa pekerjaan seperti mendeteksi kecurangan, transaksi pencucian uang, atau decision engine proses pengajuan kartu kredit.
Di satu sisi, pemanfaatan kecerdasan buatan bisa membawa pengaruh positif pada operasional bisnis bank khususnya peningkatan efisiensi bank akibat otomatisasi pekerjaan. Namun, di sisi lain, potensi penyalahgunaan kecerdasan buatan dapat merugikan konsumen bank cukup tinggi. Beberapa risiko kecerdasan buatan yang teridentifikasi antara lain bias algoritma, deepfakes atau sejenis kecerdasan buatan yang digunakan untuk membuat gambar, audio, dan video hoaks yang meyakinkan, dan kemampuan membuat keputusan sendiri.
Tantangan lainnya adalah risiko keamanan siber yang mengintai industri ini. Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional BSSN mencatat lebih dari 900.000 serangan siber terjadi di Indonesia pada 2022. Serangan sepanjang 2023 diperkirakan naik dibandingkan tahun lalu mengingat angka serangan pada kurun 1 Januari-17 Oktober sudah mencapai lebih dari 879.000 serangan.
Terkait infrastruktur jaringan komunikasi, hingga saat ini masih banyak wilayah di Indonesia yang belum terjangkau jaringan internet. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2020 mencatat, masih terdapat 12.548 desa/kelurahan yang belum terjangkau jaringan internet. Sebanyak 9.113 desa di antaranya berada di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), dan 3.435 daerah lainnya berada di kawasan non-3T.
Selain itu, penetrasi internet di Indonesia belum merata. Pada 2022, tingkat akses internet di DKI Jakarta sudah mencapai 84,65 persen, sedangkan di daerah lainnya seperti di Papua hanya 26,32 persen. Dengan kata lain, pemerataan akses internet ke seluruh wilayah Indonesia masih menjadi tantangan untuk mendorong suksesnya transformasi perbankan digital di seluruh Indonesia.
Selain persoalan-persoalan tersebut di atas, untuk tahun 2024, sejumlah pelaku usaha bank digital menyebutkan, tantangan yang akan dihadapi bank digital di Indonesia adalah ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Selain itu, kondisi likuiditas bank yang masih ketat akan berdampak pada persaingan sengit mendapatkan dana murah.
Dengan beragam tantangan tersebut, bank digital perlu menerapkan beragam strategi agar mampu bersaing dalam industri perbankan yang kian kompetitif. Perbankan kini diharapkan tidak hanya sekadar memberikan layanan simpan-pinjam, tetapi juga pengalaman personal interaktif, seperti manajemen keuangan, investasi, dan layanan keuangan berbalut platform teknologi mutakhir. (LITBANG KOMPAS)