Capaian Reformasi Birokrasi Jelang Transisi Pemerintahan
Reformasi birokrasi sudah menghasilkan banyak capaian, tetapi sejumlah pekerjaan rumah masih belum tertuntaskan.
Reformasi birokrasi di Indonesia sudah berjalan 20 tahun dan menghasilkan banyak pencapaian. Meski demikian, masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang belum dituntaskan. Pemerintah diharapkan terus membuat terobosan kebijakan untuk mereformasi tata kelola birokrasi secara menyeluruh sehingga terwujud kinerja pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Reformasi birokrasi merupakan amanat reformasi 1998. Hasil Sidang Istimewa MPR pada November 1998 menghasilkan perubahan mendasar birokrasi Indonesia, seperti Tap Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara dan Tap Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Perubahan mendasar itu tentu membutuhkan aparatur negara yang profesional, bersih dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN), independen dari struktur politik pemerintahan negara, serta berorientasi pada pelayanan publik.
Untuk mewujudkan harapan tersebut, pemerintah membuat program reformasi birokrasi yang dimulai sejak 2004 melalui penerapan prinsip-prinsip clean government dan good governance. Kebijakan reformasi birokrasi kemudian dikuatkan pada 2010 dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi (GDRB) 2010-2025 yang salah satunya berpijak pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Selanjutnya, Grand Design Reformasi Birokrasi ini terbagi dalam sejumlah tahapan, yaitu Peta Jalan Reformasi Birokrasi 2010-2014 fase kesatu, Peta Jalan Reformasi Birokrasi 2015-2019 fase kedua, dan reformasi birokrasi fase ketiga 2020-2024.
Tujuan reformasi birokrasi sesuai Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 adalah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dengan birokrasi pemerintah yang profesional, berintegritas tinggi, menjadi pelayan masyarakat dan abdi negara.
Baca juga : Wapres: Dampak Reformasi Birokrasi pada Target Pembangunan Nasional Belum Tampak
Birokrasi seperti itu diharapkan akan memberikan kontribusi nyata pada pencapaian kinerja pemerintahan dan pembangunan nasional yang merata hingga ke semua daerah. Upaya merealisasikan tujuan reformasi birokrasi tersebut merupakan rangkaian dalam mewujudkan visi reformasi birokrasi pemerintahan kelas dunia.
Perbaikan kualitas tata kelola pemerintahan diharapkan mampu menjadi faktor pengungkit dalam mendukung kelancaran dan kesuksesan pelaksanaan program-program pembangunan nasional. Dengan kata lain, semakin baik tata kelola pemerintahan suatu negara, semakin cepat pula perputaran roda pembangunan nasional.
Capaian reformasi
Keberhasilan reformasi birokrasi yang dipersyaratkan guna mencapai birokrasi kelas dunia diukur melalui beberapa indikator. Ada parameter yang bersifat global dan pengukuran dengan melibatkan perspektif masyarakat serta organ eksternal pemerintah.
Indikator yang bersifat global tersebut adalah Indeks Kemudahan Berusaha (ease of doing business), Indeks Persepsi Korupsi (corruption perception index), dan Indeks Efektivitas Pemerintah (government effectiveness index).
Bank Dunia menyebutkan, Indonesia telah mengalami kemajuan dalam memperbaiki kemudahan berbisnisnya. Perbaikan tersebut tergambar dalam lima indikator yang mencakup kemudahan berbisnis, mendapatkan listrik, pembayaran pajak, lalu lintas perdagangan, dan penegakan kontrak.
Pada tahun 2020, Indeks Kemudahan Berbisnis Indonesia memiliki skor 69,6 dari 100 poin pengukuran. Skor itu menempatkan Indonesia lebih baik ketimbang Filipina, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Timor Leste. Namun, Indonesia masih kalah dari Vietnam, Brunei Darussalam, Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Adapun di tingkat global, Indonesia masuk urutan ke-73 dari 190 negara. Hanya, sejak September 2021, Bank Dunia menghentikan pembuatan laporan Indeks Kemudahan Berbisnis dan sampai saat ini belum ada pembaruan data.
Indeks Kemudahan Berbisnis Bank Dunia mengukur kualitas regulasi di setiap negara serta dampaknya terhadap pelaku usaha, khususnya usaha domestik skala kecil dan menengah.
Transparency International mencatat Indeks Persepsi Korupsi atau IPK Indonesia pada 2022 berada di tingkat skor 34. Nilai ini sama dengan capaian pada tahun 2014. Penurunan signifikan IPK terjadi pada korupsi sistem politik, konflik kepentingan antara politisi dan pelaku suap, serta suap untuk izin ekspor-impor.
Baca juga : Perilaku Koruptif Menghambat Pelayanan Masyarakat
Dengan capaian tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-110 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini turun empat poin dari tahun 2021 yang berada pada skor 38 atau merupakan penurunan paling drastis sejak 1995.
IPK merupakan indikator komposit untuk mengukur persepsi korupsi sektor publik pada skala 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih). Indeks ini berdasarkan kombinasi dari 13 survei global serta penilaian korupsi menurut persepsi pelaku usaha dan penilaian ahli sedunia sejak tahun 1995.
Bank Dunia menyebutkan, skor Indonesia pada Indeks Efektivitas Pemerintah naik dari 64,76 pada 2022 menjadi 66,04 pada 2023. Pencapaian ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-73 dari 214 negara. Indeks ini mengukur parameter efektivitas, antara lain kualitas layanan publik, derajat independensi birokrasi terhadap intervensi politik, kualitas formulasi kebijakan, dan kredibilitas pemerintah.
Survei dari Edelman Trust Barometer 2023 mencatat, Indonesia berada di peringkat kedua dalam daftar negara dengan tingkat kepercayaan tinggi oleh masyarakatnya. Indonesia naik satu peringkat dari posisi pada 2022 dan berada tepat di bawah China dalam trust index. Pemerintah Indonesia juga turut mendapat kepercayaan cukup baik menurut survei ini, yaitu 76 persen.
Selain indikator yang bersifat global, ukuran keberhasilan reformasi birokrasi juga diukur dengan melibatkan perspektif masyarakat dan organ eksternal pemerintah. Salah satunya tecermin dari Indeks Persepsi Anti Korupsi dan Indeks Pelayanan Publik.
Hasil survei Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan, pada 2023, IPAK Indonesia berada di level 3,92 atau turun 0,01 poin dibandingkan posisi 2022.
Capaian IPAK 2023 itu masih relatif jauh dibandingkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan skor 4,09. Sebelumnya, capaian IPAK menunjukkan perbaikan selama periode 2020-2022. Namun, capaian IPAK pada periode tersebut juga belum mampu memenuhi target.
Penurunan skor tersebut menunjukkan, masyarakat yang punya pengalaman terkait petty corruption meningkat. Petty corruption adalah korupsi skala kecil oleh pejabat publik yang berinteraksi dengan masyarakat.
IPAK mencerminkan perilaku antikorupsi yang diukur dengan skala 0-5. Semakin tinggi skor IPAK, maka masyarakat diasumsikan semakin anti terhadap korupsi dan begitu pula sebaliknya.
Parameter selanjutnya, Indeks Pelayanan Publik (IPP) pada 2023 tercatat 3,88 dan termasuk dalam kategori baik. Dari hasil evaluasi juga didapatkan, 61 UPP kementerian/lembaga, 26 UPP provinsi, 48 UPP kabupaten/kota, dan 10 UPP BUMN mendapatkan kategori prima.
Di sisi lain, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menyampaikan, dari 499 kabupaten/kota yang mengikuti evaluasi diperoleh nilai rata-rata Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) tahun 2023 sebesar 63,36. Dibandingkan dengan capaian tahun 2022, yakni 62,34, rata-rata AKIP kabupaten/kota meningkat 1,02 poin.
Sementara itu, dari 34 provinsi yang mengikuti evaluasi AKIP 2023, diperoleh nilai rata-rata AKIP sebesar 72,17. Dibandingkan dengan capaian tahun 2022, yakni 71,70, rata-rata AKIP provinsi tahun 2023 mengalami peningkatan 0,47 poin.
Keberhasilan berikutnya juga terlihat dari hasil evaluasi Zona Integritas tahun 2023 yang menunjukkan ada 109 unit kerja menerima penghargaan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Dari jumlah tersebut, 85 unit kerja menerima penghargaan WBK dan 24 unit kerja menerima penghargaan WBBM yang berasal dari 27 kementerian/lembaga dan 24 pemda.
Pekerjaan rumah
Mencermati capaian indikator terkait birokrasi tersebut, reformasi birokrasi yang sudah berjalan hampir 20 tahun itu tampaknya masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Hal ini menjadi poin penting yang harus dipahami oleh para pemangku kebijakan dalam masa transisi kepemimpinan saat ini.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam acara RBXperience di Badung, Bali, pada Rabu (6/12/2023), menyoroti sejumlah tantangan dalam bidang pemerintahan. Pencapaian Indeks Reformasi Birokrasi pemerintah kota/kabupaten masih lebih rendah dibandingkan kementerian atau pemerintah provinsi. Wapres juga menyatakan, pengaruh peningkatan Indeks Reformasi Birokrasi belum terlihat pada pencapaian target pembangunan nasional, seperti penurunan kemiskinan dan peningkatan investasi.
Baca juga : Pemerintah Siapkan Super Apps untuk Beragam Layanan
Selain angka kemiskinan dan investasi, indikator lain yang menunjukkan reformasi birokrasi belum berdampak adalah masih banyaknya tindak pidana korupsi. Ironisnya, hal itu turut dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum dan aparat pemeriksa pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu, perlu ada perbaikan tata kelola pemerintahan secara menyeluruh.
Dengan demikian, pemerintahan bisa mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus dapat mencegah korupsi secara maksimal. Semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah diharapkan terus berbenah. Berbagai kebijakan strategis reformasi birokrasi dan manajemen aparatur sipil negara harus dijalankan berkelanjutan, masif, dan serentak. Tidak hanya di pusat, tetapi juga di daerah-daerah.
Untuk pemerintahan mendatang, reformasi birokrasi juga menjadi bagian dari agenda penting tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Dari dokumen visi dan misi yang diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) diketahui, pasangan Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sama-sama memiliki agenda penguatan birokrasi.
Siapa pun dari para kandidat yang nanti terpilih dalam Pemilihan Presiden 2024 tentu diharapkan mampu membuat terobosan kebijakan untuk mereformasi tata kelola pemerintahan secara menyeluruh. Upaya membangun tata kelola pemerintahan berkelas dunia harus dilakukan dengan terus mengedepankan prinsip keterbukaan dan berbasis teknologi digital sehingga meningkatkan wajah pemerintahan yang bersih dan akuntabel. (LITBANG KOMPAS)