Membangun Kepedulian Politik terhadap Pelestarian Lingkungan
Ancaman terbesar dua tahun ke depan ialah krisis ekonomi dan cuaca ekstrem yang menyebabkan bencana alam skala besar.
Salah satu cara mendukung upaya pelestarian lingkungan ialah melalui ketetapan kebijakan pemerintah. Namun, untuk dapat terimplementasi dalam wujud regulasi itu tidaklah mudah. Pemilu 2024 dapat menjadi momentum membangun kepedulian politik terhadap pelestarian lingkungan.
Persoalan lingkungan bukan hanya tentang polusi udara, tetapi juga meliputi pencemaran air dan tanah, kehilangan hutan, alih fungsi lahan, serta degradasi alam lainnya. Berdasarkan komponen penyusunnya, lingkungan terdiri dari unsur abiotik, biotik, dan kultural. Dengan demikian, persoalan lingkungan secara tidak langsung akan membahas permasalahan yang lebih luas lagi karena melibatkan ruang hidup secara menyeluruh.
Kompleksitasnya persoalan lingkungan itu membutuhkan banyak alternatif solusi dari berbagai pihak untuk mengatasinya mengingat banyak permasalahan-permasalan lingkungan yang memicu konflik yang berkepanjangan. Salah satu contohnya ialah permasalahan lingkungan dan konflik agraria.
Berdasarkan catatan Konsorsium Pembaruan Agraria, selama hampir sepuluh tahun terakhir setidaknya ada 2.701 konflik agraria. Kasus ini muncul karena ada penindasan atau perampasan ruang hidup suatu komunitas melalui berbagai aktivitas kegiatan ekonomi. Lahan-lahan yang terdampak konflik itu berjumlah fantastis, yakni mencapai 5,8 juta hektar atau setara dengan luas Provinsi Aceh.
Ada sejumlah contoh konflik di Indonesia yang berpotensi menurunkan daya dukung lingkungan dan juga kualitas kehidupan masyarakat di sekitarnya. Kasus terakhir ialah pembangunan program Ecocity di Pulau Rempang, Kepulauan Riau dan pembukaan tambang nikel di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.
Konsorsium Pembaruan Agraria juga mencatat jumlah keluarga terdampak karena konflik agraria mencapai 1,73 juta keluarga. Mereka mengalami banyak kerugian, bahkan tidak sedikit harus dipaksa pergi dari tanah kelahirannya sendiri.
Berkaca pada banyaknya konflik terkait salah pengelolaan lingkungan maka dibutuhkan tekad yang kuat bagi pemerintah untuk memperbaiki hal ini. Salah satu momentum untuk membenahi pengelolaan lingkungan itu adalah melalui aspirasi politik. Momen pergantian presiden dan wakil presiden pada tahun depan dapat digunakan sebagai sarana untuk kembali menyuarakan persoalan degradasi alam itu.
Saat ini ada tiga pasangan capres dan cawapres yang telah mendaftar ke KPU, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ketiga akan berlaga dengan memperebutkan suara 204,8 juta jiwa dalam Pemilu 2024.
Baca juga: Siapakah Capres-Cawapres Paling Pro-lingkungan?
Hingga saat ini, narasi program ketiganya masih cenderung lebih banyak mengangkat isu seputar ekonomi, ketenagakerjaan, dan reformasi birokrasi. Narasi terkait isu-isu lingkungan relatif masih minim terdengar. Padahal, selama sepuluh terakhir, banyak program dan kebijakan pemerintah Indonesia menempatkan lingkungan sebagai penopang pembangunan sehingga risiko dampak yang diterima rakyat meningkat lebih sangat besar. Hal ini kian diperparah dengan kondisi anomali iklim dan kondisi geopolitik nasional maupun global yang mendorong pada situasi ketidakpastian ekonomi.
Berdasarkan dokumen Global Risk Report 2023, ancaman terbesar manusia dalam dua tahun ke depan ialah krisis ekonomi dan cuaca ekstrem yang menyebabkan bencana alam skala besar. Contoh kasusnya di Indonesia saat ini adalah sedang terjadi kenaikan harga beras dan sejumlah komoditas penting lain. Fenomena ini salah satunya dipicu oleh kekeringan panjang yang menyebabkan kegagalan panen dan kekurangan air bersih di sejumlah daerah.
Dalam sepuluh tahun ke depan, empat ancaman terbesar manusia adalah terkait lingkungan. Kegagalan pemerintah dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim saat ini akan mendorong banyak bencana alam, wabah penyakit, krisis air bersih dan pangan, serta kerugian ekonomi sangat besar di masa depan. Peliknya persoalan lingkungan tersebut sudah seharusnya menjadi bahasan penting di panggung politik guna menentukan arah kebijakan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Aktor politik
Mendorong persoalan lingkungan menjadi isu publik tidak mudah dilakukan secara instan. Ada peran penting dari sejumlah aktor politik. Melalui penelitian Colin MacAndrews (1994) tentang Politics of the Environment in Indonesia, ia mengungkap ada empat aktor politik utama yang berperan dalam membumikan isu lingkungan. Mereka adalah pemerintah, partai politik, lembaga swadaya masyarakat beserta media dan akademisi, serta komunitas pebisnis.
Peran sentral pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan sangatlah krusial, termasuk bahasan terkait persoalan lingkungan. Pemerintah dapat menerbitkan regulasi yang menentukan daya keberlanjutan lingkungan hidup. Sementara, kontribusi partai politik yang berada di Dewan Perwakilan Rakyat dapat berfungsi sebagai pengawas jalannya pemerintahan.
Baca juga: Visi Lingkungan Calon Presiden
Peran LSM, media, dan akademisi dapat mempertemukan suara-suara individu dari berbagai tingkatan yang berada di luar pemerintah. LSM dan akademisi adalah aktor terkuat untuk mengawasi dan melakukan kritik terhadap setiap kebijakan pemerintah terkait lingkungan.
Secara khusus, media berperan dalam memublikasikan ke ruang publik terkait lingkungan. Semakin banyak ruang-ruang publik diisi tentang isu lingkungan, maka perbincangan publik pun juga akan terkonsentrasi pada isu tersebut. Salah satu contohnya adalah persoalan polusi udara di Jakarta dan kekeringan panjang yang menyebabkan banyak gagal panen yang marak diperbincangkan publik beberapa waktu lalu.
Aktor terakhir ialah dunia usaha atau bisnis. Banyak kebijakan yang mulai menempatkan lingkungan dalam bagian pembangunan nasional dengan melibatkan dunia usaha. Kebijakan yang pro-lingkungan membutuhkan dukungan dan partisipasi dari para investor. Semakin banyak pihak bisnis yang peduli pada lingkungan dapat memperkokoh rencana pembangunan berkelanjutan
Urgensi ekologi
Membumikan isu lingkungan di panggung politik menjadi langkah progresif untuk menjaga eksistensi Indonesia sebagai negara yang berpegang penuh pada kemanusiaan dan keberlanjutan pembangunan. Tor A Benjaminsen dan Hanne Svarstad dalam bukunya yang berjudul Political Ecology: A Critical Engagement with Global Environmental Issues (2021) menyebutkan bahwa persoalan negara yang terkait lingkungan sangat erat hubungannya dengan ruang hidup dan ruang ekspresi warga negara.
Setidaknya ada empat poin utama yang menggambarkan betapa pentingnya membangun hegemoni isu lingkungan di panggung politik nasional. Pertama, memprioritaskan isu lingkungan berarti menjaga kelestarian lingkungan secara langsung. Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan maritim yang secara langsung mendeklarasikan dirinya sebagai negara dengan kekayaan biodiversitas sangat melimpah di dunia.
Baca juga: Dicari, Pemimpin Baru Indonesia yang Pro-lingkungan
Maraknya isu lingkungan di ruang-ruang publik akan berdampak pada peningkatan perhatian masyarakat dalam pengawasan pengelolaan kekayaan sumber daya alam oleh pemerintah. Setiap langkah yang diambil oleh pemerintah akan diambil secara lebih obyektif karena mendapat sorotan publik, baik itu saat perencanaan maupun eksekusi di lapangan.
Kekayaan alam yang sangat berlimpah menuntut keseriusan dalam pengelolaan, khususnya dalam pembangunan. Oleh karena itu, poin kedua adalah mengawasi dampak dari eksploitasi sumber daya alam oleh pemerintah. Pembangunan yang dilakukan secara masif akan menyebabkan banyak permasalahan lingkungan.
Ketiga, perhatian publik terhadap isu lingkungan sekaligus menjadi penyeimbang bagi institusi-institusi lingkungan yang dibentuk pemerintah. Tak hanya institusi, fungsi pengawasan publik sebagai penyeimbang juga penting dalam implementasi regulasi di level nasional maupun tapak. Terakhir, pemanfaatan sumber daya alam sering berujung konflik sosial antarmasyarakat dan aparat. Padahal, aparat hanya mengerjakan pekerjaannya saja untuk melindungi berbagai usaha yang memiliki izin yang sah dan dilindungi oleh regulasi yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, untuk mengurasi akar masalah lingkungan dan sekaligus memberikan langkah solusi bagi upaya mitigasi tersebut diperlukan kesadaran dan pemahaman yang tinggi dari segenap lapisan masyarakat. Politik memiliki peran yang sentral dalam posisi tersebut karena menjadi mediasi antara kepentingan publik dan rencana kebijakan pemerintah. Dengan melihat ancaman krisis global yang kian membahayakan, upaya mendorong kemajuan ekonomi yang mengedepankan prinsip kelestarian lingkungan merupakan sebuah keniscayaan yang seharusnya dilakukan oleh semua aktor politik saat ini. (LITBANG KOMPAS)