Meningkatkan Kualitas SDM ASEAN, Menguatkan Daya Saing Global
Peningkatan daya saing sumber daya manusia menjadi isu penting yang bisa dibicarakan dalam KTT ASEAN tahun ini. Mendukung kekuatan kawasan ASEAN membutuhkan sumber daya manusia dengan daya saing mumpuni.
Keketuaan Indonesia di ASEAN dan penyelenggaraan KTT ASEAN 2023 di Jakarta menjadi peluang bagi pertumbuhan ekonomi kawasan serta peningkatan daya saing sumber daya manusia di kawasan itu. SDM regional yang berkualitas akan turut menguatkan daya saing di tingkat global.
Tujuan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang didirikan tahun 1967 tidak sebatas menjaga stabilitas kawasan, tetapi juga menjalankan integrasi ekonomi serta memperbaiki daya saing regional.
Daya saing regional yang tinggi terwujud apabila ada sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Pengembangan talenta menjadi salah satu kunci dalam membentuk SDM yang unggul dan berdaya saing.
ASEAN berpotensi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2000-2022, ASEAN mencatat pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen, termasuk yang tertinggi di dunia. Berdasarkan data Dana Moneter Internasional (IMF) 2022, produk domestik bruto (PDB) ASEAN memiliki nilai total 3,9 triliun dollar AS atau menyumbang 3,6 persen dari PDB global.
Pada tahun 2022, populasi ASEAN mencapai 668,6 juta jiwa atau setara 8,34 persen populasi dunia. Sekitar 68 persen penduduk di enam negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di kawasan, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam, adalah penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang menjadi modal pembangunan.
Selama tahun 2000 hingga 2022, ASEAN mencatat pertumbuhan produktivitas tenaga kerja 3,2 persen. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan keahlian dan produktivitas tenaga kerja dalam persaingan global.
Baca juga : Cegah Perlambatan Ekonomi Kawasan, ASEAN Perkuat Rantai Pasok Regional
Daya saing ASEAN
Salah satu indikator untuk mengukur bakat SDM suatu negara yang dikaitkan dengan daya saingnya ialah Global Talent Competitiveness Index (GTCI). Tolok ukur tahunan komprehensif ini diterbitkan oleh INSEAD.
Lembaga studi ekonomi internasional ini mengukur bagaimana negara menyediakan SDM yang berdaya saing serta upayanya dalam menarik dan memberdayakan SDM yang berkontribusi terhadap produktivitas dan kesejahteraan.
Ada empat pilar yang dipertimbangkan dalam GTCI sebagai input, yaitu enable (mencerminkan isu-isu yang menciptakan iklim persaingan dapat berkembang), attract (kemampuan suatu negara untuk menarik sumber daya), grow (kemampuan untuk meningkatkan kompetensi diri melalui pendidikan dan pelatihan), dan retain (kemampuan mempertahankan bakat domestik dan luar negeri).
Untuk output, ada dua pilar. Pertama, vocational and technical skill, yaitu kemampuan dalam kejuruan dan teknikal yang menggambarkan keterampilan bersifat teknis atau profesional dasar yang diperoleh melalui pelatihan kejuruan atau profesional dan pengalaman.
Kedua, global knowledge, keterampilan tingkat tinggi sesuai dengan pengetahuan pekerja dalam peran profesional, manajerial, atau kepemimpinan yang membutuhkan kreativitas dan pemecahan masalah.
Hal tersebut berguna sebagai bahan referensi bagi para pengambil keputusan untuk memahami gambaran daya saing global dari setiap talent di negara masing-masing. Di samping itu, hal ini sebagai tolok ukur bagi institusi swasta dan pemerintah dalam mengembangkan strategi untuk meningkatkan daya saing SDM-nya.
Hasilnya, dalam laporan GTCI 2022, untuk performa kawasan di regional Asia Timur, Tenggara, dan Oseania yang meliputi 15 negara, hanya Singapura (peringkat ke-2) dan Australia (peringkat ke-9) yang masuk 10 besar di antara mayoritas negara-negara Eropa.
Untuk negara Asia Tenggara lainnya, khususnya anggota ASEAN, dari 133 negara di dunia yang diukur daya saing talentanya, Brunei Darussalam berada di urutan ke-41, Malaysia ke-45, Vietnam ke-74, Thailand ke-75, Filipina ke-80, Indonesia ke-82, Laos ke-99, dan Kamboja ke-103.
Kondisi tersebut menunjukkan ada ketimpangan daya saing SDM di antara negara-negara anggota ASEAN yang berdampak pada performa daya saing regional. Hal tersebut menjadi pekerjaan rumah bersama.
Apabila diselisik dari pilar yang dikembangkan GTCI, performa negara-negara ASEAN dalam ranah grup kawasan regional Asia Timur, Asia Tenggara, dan Oseania, dari 10 besar terbaik, negara-negara ASEAN menguasai 50 persen posisi pada pilar enable, attrack, grow, dan terbanyak (60 persen) pada pilar vocational and technical skill. Dari capaian tersebut, Indonesia mengisi pilar enable dan vocational and technical skill.
Baca juga : Meski Tidak Diagendakan, Isu Peta China Dibahas di Sidang Pejabat ASEAN
Daya saing Indonesia
Indonesia dengan capaian skor 37,00 pada GTCI 2022 berada pada urutan ke-82. Capaian tersebut turun dibandingkan GTCI tahun 2020 ketika Indonesia berada di peringkat ke-65 dari 132 negara dengan skor 41,81.
Di tataran kawasan ASEAN, Indonesia berada di urutan ke-5, lebih unggul dari Thailand, Vietnam, Laos, dan Kamboja. Adapun pada GTCI 2022, posisi Indonesia di peringkat ke-7 dari sembilan negara, hanya di atas Laos dan Kamboja.
Namun, jika dilihat naik turun pengukuran GTCI dari dua periode (2015-2018) dan (2019-2022), hanya dua negara yang menunjukkan peningkatan terbesar seiring berjalannya waktu, yaitu Indonesia dan Azerbaijan.
Indonesia naik dari peringkat ke-90 ke peringkat ke-72, menunjukkan kemajuan sehubungan dengan keterampilan kejuruan dan teknis, selain perkembangan iklim persaingan yang semakin kuat. Perubahan pada dua periode tersebut menyiratkan terjadi penguatan daya saing talenta.
Dilihat dari capaian skor menurut pilar pada GTCI 2022, terlihat skor pilar vocational and technical skill meraih angka tertinggi, yaitu 48,51, dan berada di urutan ke-60 di dunia. Di antara negara ASEAN, capaian tersebut berada di urutan ke-4. Posisi Indonesia di bawah Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Posisi yang sama diraih Indonesia untuk pilar enable dengan skor 46,08.
Dari capaian GTCI 2022 tersebut, Indonesia masih mempunyai pekerjaan rumah, terutama untuk pilar attrack yang posisinya paling rendah di kawasan ASEAN (peringkat 109) dan global knowledge di urutan kedua terendah (peringkat 100), hanya lebih baik dari Kamboja.
Meski demikian, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia tahun 2021 menurut laporan Program Pembangunan PBB (UNDP) menunjukkan peningkatan di kawasan ASEAN, berada di urutan kelima dengan skor 0,705, dan sudah masuk kategori Indeks Pembangunan Manusia yang tinggi.
Di samping itu, merujuk Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index/GCI) 2023 yang mengalkulasi daya saing global, Indonesia sukses naik dari peringkat ke-44 ke peringkat ke-34 dari 64 negara.
Peringkat yang dihitung berdasarkan kinerja ekonomi, efisiensi pemerintahan, efisiensi bisnis, serta infrastruktur tersebut menempatkan daya saing Indonesia masih harus bersaing ketat dengan Malaysia dan Thailand yang skornya tidak terpaut jauh.
Di tengah membaiknya prospek daya saing Indonesia, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan untuk menghadapi persaingan ketat global, termasuk mendukung kekuatan kawasan ASEAN yang membutuhkan sumber daya manusia dengan daya saing mumpuni. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : ASEAN Perlu Lebih Tegas Soal Laut China Selatan