Survei Litbang Kompas: Ganjar ”Rebound”, Apa Penyebabnya?
Setelah sempat terseok, Ganjar Pranowo kembali memuncaki persaingan antarbakal calon presiden. Kalangan pemilih pemula menjadi penyebab.
Oleh
Bestian Nainggolan
·4 menit baca
Survei Litbang Kompas periode Agustus 2023 menunjukkan perubahan konfigurasi persaingan antarbakal calon presiden yang semakin kompetitif. Prabowo Subianto, yang pada survei periode sebelumnya (Mei 2023) sempat memuncaki persaingan, kali ini terbayangi Ganjar Pranowo dan bahkan berpotensi mengalahkannya.
Dengan pertanyaan survei bersifat terbuka (open ended question), yang memungkinkan setiap responden menyatakan sosok calon presiden pilihannya secara bebas, Ganjar mampu meraih dukungan 24,9 persen. Sementara Prabowo sebesar 24,6 persen, tidak terlalu berbeda dengan dukungan yang ia raih dalam periode survei sebelumnya (24,5 persen).
Keunggulan Ganjar kali ini semakin bersinar jika dilakukan simulasi pertanyaan tertutup, yang membatasi jumlah bakal capres. Tampak konsisten, baik kompetisi 10 sosok, berlanjut pada 5 sosok, maupun terakhir persaingan di antara tiga sosok teratas, Ganjar unggul. Keunggulan Ganjar atas Prabowo terbilang tipis dan jarak terbesar hanya terpaut kurang dari 3 persen.
Namun, kondisi menjadi berbalik tatkala simulasi head to head antara Ganjar dan Prabowo dilakukan. Menggunakan metode seperti ini, Ganjar terkalahkan dari Prabowo. Kali ini, Prabowo meraih 52,9 persen, mengungguli Ganjar yang hanya mampu meraih 47,1 persen dukungan.
Padahal, pada survei Januari 2023, Ganjar masih mampu meraih 56,7 persen. Dengan demikian, sepanjang kurun waktu tersebut, Prabowo mampu menarik dukungan sangat signifikan, bukan hanya dari para pemilih yang sejak semula enggan memilih Ganjar, melainkan juga mereka yang sebelumnya terbilang memilih Ganjar.
Terlepas dari dinamika persaingan yang semakin kompetitif, kenaikan suara dukungan pemilih pada Ganjar belakangan ini menarik dicermati. Menjadi semakin menarik dikaitkan dengan tekanan politik yang sebelumnya dialami hingga menekan perluasan elektabilitasnya.
Semua bermula tatkala Ganjar turut menggaungkan penolakan terhadap kehadiran timnas sepak bola Israel di negeri ini dalam Piala Dunia U-20. Ia mendukung sikap penolakan partainya, PDI-P, dengan argumen sejalan dengan amanat Bung Karno terkait dengan kemerdekaan Palestina.
Sontak sikap penolakan Ganjar memancing pandangan kontra sebagian masyarakat. Kendatipun sikap penolakan yang sama juga disampaikan beberapa tokoh ataupun elemen masyarakat di negeri ini, Ganjar menjadi sasaran cemoohan mereka yang kontra terhadap penolakan. Terlebih, dalam perjalanan selanjutnya, FIFA memutuskan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Sedemikian kuatnya reaksi terhadap penolakan Ganjar, hingga memengaruhi elektabilitas Ganjar yang selama ini berada di puncak persaingan calon presiden. Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas periode Mei 2023, terbukti terjadi penurunan elektabilitas sekitar 3 persen dan tersisa 22,8 persen pendukung yang masih terbilang loyal. Itulah mengapa hasil survei kali ini yang menunjukkan Ganjar rebound mengundang pertanyaan besar, apa penyebabnya?
Penyebab kenaikan elektabilitas Ganjar
Mencermati gerak perubahan pemilih, tampaknya dinamika pilihan para pemilih pemula, mereka pada Pemilu 2024 baru pertama kalinya akan memilih, menjadi salah satu penyebab peningkatan elektabilitas Ganjar. Dikatakan demikian lantaran hasil survei menunjukkan kalangan inilah yang memang terbilang signifikan memberikan tambahan elektabilitas Ganjar, yang sebelumnya justru meninggalkan Ganjar.
Pada survei Januari 2023, saat Ganjar masih memuncaki persaingan bakal capres, diketahui jika keberadaan para pemilih pemula terbilang signifikan dari total karakteristik pendukungnya. Tidak kurang dari 22,4 persen dari total pendukung Ganjar merupakan pemilih pemula.
Proporsi pemilih pemula Ganjar menyusut tatkala ia menghadapi persoalan pembatalan Piala Dunia U-20 di Indonesia. Proporsi dukungan pemilih pemula menjadi 20,9 persen. Pada saat yang sama, kalangan pemilih pemula menjadi lebih banyak terkonsentrasi pada Prabowo. Tidak kurang dari 25,5 persen dari total pemilih Prabowo merupakan pemilih pemula. Atau, dibandingkan dengan survei Januari 2023, Prabowo mengalami surplus pemilih pemula hingga sekitar 4 persen.
Peningkatan elektabilitas Ganjar pada survei terakhir ini sekaligus mengonfirmasikan kembalinya dukungan para pemilih pemula kepada dirinya. Saat ini, dari seluruh bagian pemilih Ganjar, tidak kurang dari 23,2 merupakan pemilih pemula. Sementara pemilih pemula pada Prabowo susut menjadi 19,1 persen.
Kembalinya para pemilih pemula sekaligus menempatkan kembali Ganjar sebagai bakal capres yang paling tinggi elektabilitasnya pada kalangan ini. Dalam peta persaingan, kembalinya para pemilih pemula ini terbilang positif dan dapat dijadikan pijakan bagi Ganjar guna mempertahankan keunggulannya.
Dari segi jumlah, pemilih mula bisa jadi tidak terlalu signifikan besarnya dibandingkan dengan mereka yang sudah punya pengalaman dalam memilih pada pemilu. Merujuk pada Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2019, jika dikalkulasi, mereka yang berada pada rentang usia 17-21 tahun diperkirakan berada pada kisaran 10-12 persen.
Dengan proporsi sebesar itu, jika diasumsikan tidak akan banyak berubah proporsinya pada Pemilu 2024, suara pemilih mula tentu saja menjadi semakin penting. Dalam kondisi persaingan yang sangat kompetitif, kemenangan ataupun kekalahan bisa terjadi lantaran penguasaan faktor pemilih mula.
Pemilih mula di pemilu
Di sisi lain, kehadiran para pemilih mula menarik dicermati. Tidak hanya sebatas persoalan besaran kuantitas mereka, tetapi karakteristik kelompok ini faktanya punya pembeda dengan kelompok usia lain. Dari sisi konsumsi informasi, misalnya, kecenderungan penggunaan media berbasis media sosial relatif lebih besar dibandingkan dengan kelompok usia lain.
Hasil berbagai survei Litbang Kompas menunjukkan tiga perempat bagian pemilih pemula mengonsumsi media sosial dalam keseharian mereka. Sementara mereka yang sudah berkali-kali punya pengalaman memilih tidak kurang hanya seperempat bagian yang mengonsumsi media sosial.
Pemanfaatan media sosial bagi kalangan pemilih pemula pun lebih banyak bertumpu pada konten hiburan ketimbang informasi. Sekalipun mengonsumsi informasi, konten tertuju pada isu konkret keseharian dalam kehidupan masyarakat, seperti layanan publik, kemacetan, harga kebutuhan, dan sejenisnya, ketimbang pewacanaan nilai, gagasan, dan perdebatan pandangan.
Karakteristik pemilih mula yang terindentifikasi dalam survei cenderung memiliki preferensi yang kurang ideologis. Pilihan politik kalangan ini terbilang mengambang, yang dapat dengan mudah berpindah dukungan.
Dengan segenap karakteristik dan atribusi yang melekat, bagaimanapun para pemilih pemula menjadi salah satu variabel yang potensial menjadi determinan kemenangan politik. Itulah mengapa, siapa pun bakal calon presiden yang kini tengah bersaing, amat berkepentingan dengan kalangan ini. Ganjar kali ini kembali berbangga diri mampu menguasainya. (Litbang Kompas)