Peningkatan Layanan Transportasi Umum Atasi Kemacetan Ibu Kota
Dengan hadirnya LRT Jabodebek, diharapkan pengguna kendaraan pribadi mau beralih ke moda transportasi umum ini karena sudah terkoneksi dengan berbagai angkutan pendukung lainnya.
Oleh
Budiawan Sidik A
·4 menit baca
Publik menyambut baik berbagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kenyamanan dan integrasi moda transportasi umum seperti LRT dan kereta cepat. Namun, untuk menggunakannya, publik masih mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan dan ketepatan waktu layanan.
Kian nyamannya masyarakat dengan fasilitas angkutan umum yang tersedia di kota-kota besar ini tertangkap dari hasil jajak pendapat Kompas yang dilakukan pada 8-11 Agustus 2023. Sebagian besar (75 persen) responden mengaku nyaman menggunakan transportasi umum. Bahkan, ada 4 persen lainnya yang menyatakan sangat nyaman menggunakan moda tersebut.
Peningkatan layanan transportasi umum, seperti Transjakarta dan kereta komuter Jabodetabek, yang dihadirkan pemerintah kian mendorong rasa nyaman masyarakat untuk menggunakan transportasi umum. Meski kian nyaman dengan angkutan umum, masih ada sejumlah persoalan di kota-kota besar berikut daerah penyangganya terkait animo masyarakat untuk menggunakan kendaraan umum yang masih tergolong minim.
Responden yang mengaku menggunakan transportasi umum secara rutin dalam seminggu hanya 27 persen. Itu pun yang rutin setiap hari hanya 13 persen. Sebagian besar responden (40 persen) jarang sekali memanfaatkan fasilitas publik ini. Bahkan, hampir 32 persen lainnya mengaku tidak pernah sama sekali mencoba fasilitas angkutan umum itu.
Fenomena tersebut juga tergambar dari data Statistik Komuter Jabodetabek 2019. Sebagian besar (63 persen) pekerja komuter di Jabodetabek lebih memilih transportasi pribadi dalam mobilitasnya menebus Ibu Kota. Penggunaan kendaraan pribadi yang mayoritas berupa sepeda motor itu membuat transportasi Jakarta menjadi riuh dan padat sehingga memicu hadirnya simpul-simpul kemacetan di sejumlah lokasi.
Ada sejumlah alasan yang dikemukakan responden terhadap faktor yang mendukung kenyamanan menggunakan transportasi umum. Secara berurutan, alasan utamanya ialah karena biaya yang terjangkau, ketepatan waktu, kelayakan sarana dan prasarana, serta kemudahan mengakses layanan. Temuan jajak pendapat ini secara tidak langsung memberikan kesimpulan bahwa penggunaan angkutan umum di kota-kota besar, termasuk Jakarta, masih relatif minim karena dinilai kurang efisien secara waktu dan biaya.
Sejumlah kendala terus diatasi oleh pemerintah guna mendorong masyarakat agar mau beralih menggunakan transportasi umum. Salah satunya menciptakan angkutan umum yang terintegrasi yang dapat melayani penumpang komuter dari sejumlah daerah.
Untuk mendorong hal itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi Tahun 2018-2029 (RITJ). Dengan adanya perpres itu, pemerintah berupaya membangun moda transportasi umum baik yang berbasis jalan maupun berbasis rel yang saling terintegrasi.
Ada sejumlah indikator yang ingin diraih dalam RITJ itu, di antaranya target pergerakan orang dengan angkutan umum harus mencapai 60 persen, cakupan pelayanan angkutan umum di perkotaan harus mencapai 80 persen dari panjang jalan, dan setiap daerah memiliki feeder yang terintegrasi dengan kendaraan angkut besar melalui satu simpul. Sejumlah indikator ini membuat sejumlah sarana dan prasarana pendukung menjadi terintegrasi guna memudahkan pelayanan perpindahan antarmoda transportasi.
Salah satu moda yang diupayakan dalam regulasi tersebut ialah light rail transit (LRT) Jabodebek. LRT yang sementara ini melayani rute wilayah Bekasi dan DKI Jakarta itu akan terintegrasi dengan kendaraan lain pada setiap stasiun yang disingahinya. Terkoneksi dengan angkutan bus rapid transit (BRT), angkutan Jaklingko, bus AKAP, Trans Patriot, angkutan kota, commuterline (KRL), dan juga Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Dengan hadirnya LRT Jabodebek itu, diharapankan pengguna angkutan pribadi mau untuk beralih ke transportasi umum karena sudah terkoneksi dengan berbagai moda pendukung lainnya menuju ke tempat aktivitas. Hal ini sejalan dengan harapan masyarakat yang terjaring dalam jajak pendapat Kompas, di mana dengan adanya LRT itu sekitar 40 persen responden berharap angka kemacetan dan juga kecelakaan dapat menurut di jalan raya. Selain itu, sekitar 29 persen responden juga berharap moda LRT itu menjadi sarana transportasi yang ekonomis, cepat, dan juga nyaman.
Faktor-faktor yang terkait dengan efisiensi waktu perjalanan dan juga kenyamanan menjadi variabel yang sangat penting bagi para responden untuk beralih menggunakan angkutan umum. Selain itu, harga yang terjangkau (murah) juga menjadi pertimbangan yang juga sangat penting untuk mendorong transisi itu.
LRT dan KCJB
Dari semua moda transportasi yang terintegrasi tersebut, LRT dan KCJB merupakan moda transportasi yang tergolong baru di wilayah Jabodetabek.
Hadirnya LRT diharapkan dapat memecah konsentrasi pengguna kendaraan pribadi dari wilayah Bekasi menuju Ibu Kota. Sementara itu, KCJB meningkatkan konektivitas antara kawasan Jabodetabek dan wilayah Bandung. Ke depan, koridor kereta cepat ini berdasarkan Rencana Induk Perkeretaapian Nasional potensial diperpanjang menuju Kroya, Yogyakarta, Solo, dan Surabaya.
Hanya saja, operasional kedua jenis moda transportasi itu masih terkendala. LRT baru mulai beroperasi pada 26 Agustus 2023 dari rencana semula pada 18 Agustus 2023. Pun demikian KCJB akan mulai dioperasikan pada 1 September 2023 dari rencana semula yang juga sama dengan LRT, yakni pada 18 Agustus 2023. Ada sejumlah kendala teknis yang harus diselesaikan terlebih dahulu guna menjamin keandalan dan keselamatan moda transportasi baru itu.
Terlepas dari hal tersebut, dengan hadirnya moda angkutan massal terintegrasi itu ada sejumlah manfaat positif yang dapat terus dikembangkan di masa depan, di antaranya pengembangan transportasi perkotaan yang ramah lingkungan. Sarana bike sharing di halte atau shelter dan stasiun-stasiun di Jabodetabek akan terus meningkat. Dengan demikian, hal itu akan mendorong pengembangan infrastruktur yang nyaman bagi pejalan kaki menuju simpul transportasi (transit oriented development/TOD). Selain itu, juga ada rencana pengembangan jalur-jalur sepeda kian diperluas lagi akses jaringannya.
Dengan simpul transportasi yang nyaman dan tersedia penitipan kendaraan yang kian tertata rapi dan aman, diharapankan masyarakat mau bergeser menggunakan angkutan umum. Pun demikian, hasrat masyarakat untuk hidup sehat dengan mengombinasikan hobi bersepeda dan akses angkutan umum dapat terus ditingkatkan. Pelan tetapi pasti, tata kelola trasportasi di wilayah Ibu Kota dan sekitarnya akan terus berbenah demi meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik dan ramah lingkungan. (LITBANG KOMPAS)