Inflasi menjadi ancaman bagi perekonomian negara-negara ASEAN. Bagaimana kawasan ini mampu menghadapi tantangan tersebut?
Oleh
Gianie
·4 menit baca
Momentum pertumbuhan yang berkelanjutan di kawasan ASEAN menghadapi tantangan yang tidak mudah. Setelah berhasil pulih dari pandemi, laju perekonomian kelompok yang kini beranggotakan 11 negara ini dibayangi tingkat inflasi tinggi. Pemicunya adalah El Nino yang ekstrem dan dampak perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan.
Secara global, berdasarkan laporan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam World Economic Outlook Update edisi Juli 2023, pertumbuhan ekonomi tahun 2023 diperkirakan turun, yakni dari 3,5 persen pada tahun 2022 menjadi 3,0 persen pada tahun 2023 dan 2024.
Untuk kawasaan ASEAN, pertumbuhan ekonomi menjadi 4,6 persen pada tahun 2023 dan 4,5 persen pada tahun 2024 setelah pada tahun 2022 berhasil tumbuh 5,7 persen.
Revisi pertumbuhan ekonomi ini didasari pertimbangan sejumlah bank sentral yang mengambil kebijakan moneter ketat dengan terus menaikkan tingkat suku bunga acuan di negaranya. Kebijakan itu ditempuh untuk meredam gejolak inflasi.
Beberapa di antaranya adalah Bank of England (Inggris) yang menaikkan suku bunga acuannya pada 3 Agustus 2023 sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen. European Central Bank (Zona Eropa) juga menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 4,25 persen pada 27 Juli 2023.
Adapun Federal Reserve Amerika Serikat (The Fed) juga sudah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen pada 26 Juli 2023. Sedangkan Bank of Canada (Kanada) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,0 persen pada 12 Juli 2023.
Proyeksi IMF ini hampir sama dengan proyeksi terbaru dari Bank Pembangunan Asia (ADB) edisi Juli 2023. ADB memperkirakan target pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara tahun 2023 sedikit turun dari 4,7 persen menjadi 4,6 persen.
Sementara untuk target tahun 2024 turun dari 5,0 persen menjadi 4,9 persen. Penurunan ini disebabkan melemahnya permintaan global akan produk manufaktur.
Proyeksi IMF dan ADB yang relatif pesimistis ini berbeda dengan rumusan hasil KTT ASEAN yang terselenggara di Labuan Bajo pada 10-11 Mei 2023 lalu.
Salah satu poin pernyataan yang terkait bidang ekonomi menyebutkan ekonomi ASEAN diperkirakan akan mencapai pertumbuhan sebesar 4,7 persen pada tahun 2023 dan 5 persen pada tahun 2024 yang didorong oleh konsumsi domestik yang kuat, ekspor neto, dan percepatan pemulihan di bidang jasa.
Selain itu, juga ditegaskan upaya bersama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang adil, inklusif, dan berkelanjutan untuk mengantisipasi potensi krisis multidimensi.
Hasil KTT ASEAN yang menargetkan pertumbuhan yang lebih tinggi ini didasarkan pada capaian yang menggembirakan setahun sebelumnya ketika pandemi semakin bisa dikendalikan.
Di antara negara-negara ASEAN, Malaysia mencatat angka pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2022, yakni mencapai 8,7 persen. Disusul Vietnam yang tumbuh 8 persen dan Filipina 7,6 persen. Angka capaian ini sudah lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum pandemi.
Indonesia dan Kamboja mencatat pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen. Sementara negara lainnya di bawah 5 persen. Bahkan, Brunei Darussalam dan Timor-Leste perekonomiannya masih sulit bangkit dengan angka pertumbuhan yang masih negatif.
Terdapat tiga negara yang meskipun ekonominya sudah pulih tetapi belum kembali ke kondisi sebelum pandemi. Ketiga negara tersebut adalah Kamboja, Myanmar, dan Laos.
Pemimpin-pemimpin negara ASEAN bertekad menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai pusat pertumbuhan ekonomi regional dan mendorong pertumbuhan ekonomi global melalui kerja sama yang semakin kuat dan kompetitif. Sekaligus menegaskan ASEAN memiliki kapasitas sebagai episentrum pertumbuhan (Epicentrum of Growth).
Dengan total penduduk mencapai 669,2 juta jiwa (2022), nilai Produk Domestik Bruto (GDP) ASEAN tercatat sebesar 3,6 triliun dollar Amerika Serikat. Angka ini berada di bawah GDP Amerika Serikat (25,5 triliun dollar AS), China (17,9 triliun dollar AS), Jepang (4,2 triliun dollar AS), dan Jerman (4,1 triliun dollar AS).
Total nilai perdagangan luar negeri ASEAN mencapai 3,85 triliun dollar AS, di mana nilai ekspor sebesar 1,96 triliun dollar AS dan nilai impor 1,88 triliun dollar AS. Pemulihan yang meyakinkan dari keterpurukan akibat pandemi ini menjadi momentum sekaligus modal utama untuk pertumbuhan yang berkelanjutan di tahun-tahun berikutnya.
Akan tetapi, perekonomian di tahun 2023 memiliki tantangan yang tidak mudah. Sebagian besar negara-negara dunia menghadapi kondisi kenaikan harga-harga barang yang tinggi yang memicu dijalankannya kebijakan moneter ketat dengan menaikkan suku bunga acuan.
Di dalam ASEAN sendiri, inflasi Laos pada tahun 2022 adalah yang tertinggi, mencapai dua digit, yakni 23 persen. Selanjutnya Myanmar yang mengalami inflasi 8,8 persen, serta Singapura dan Thailand di tingkat 6,1 persen.
Filipina, Indonesia, dan Kamboja mencatat inflasi di tingkat 5 persen. Selebihnya, yakni Brunei Darussalam, Malaysia, dan Vietnam mencatat angka inflasi yang rendah di kisaran 3 persen.
Indonesia di tahun ini cukup berhasil mengendalikan inflasi. Jika pada awal tahun angka inflasi masih di kisaran 5 persen, dua bulan terakhir ini angkanya sudah di bawah 4 persen. Namun, gejolak harga yang memicu kenaikan inflasi bisa terjadi karena rembetan dari dampak kenaikan suku bunga negara-negara maju, terutama The Fed.
Ditambah lagi faktor El Nino sejak Juni lalu yang menyebabkan terjadinya kenaikan suhu ekstrem di luar perkiraan yang dapat memperburuk kondisi kekeringan. Produksi pangan akan terganggu, sehingga dapat memicu kenaikan harga-harga.
Kenaikan inflasi juga akan terjadi karena perang Rusia-Ukraina yang masih berlanjut. Terutama karena adanya penangguhan kesepakatan Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam (Black Sea Grain Initiative) oleh Rusia pada pertengahan Juli lalu. Dampaknya tentu saja pada potensi kenaikan harga komoditas pangan/makanan dan bahan bakar, termasuk harga pupuk.
Bayangan stagflasi ada di depan mata, jika inflasi kembali meroket dan pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN terkoreksi. Kondisi ini akan memengaruhi tekad ASEAN untuk mewujudkan kawasan Asia Tenggara menjadi Epicentrum of Growth. (LITBANG KOMPAS)