Jajak Pendapat "Kompas": Perkuat Kelembagaan Partai Politik
Sebagai bagian dari badan publik, partai politik diharapkan mampu memperkuat kelembagaannya. Salah satunya, menjadikan partai politik lebih terbuka dan menjamin demokratisasi di internal partai.
Oleh
YOHAN WAHYU/Litbang KOMPAS
·5 menit baca
Masih lemahnya kelembagaan partai ini terbaca dari hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu. Hal ini terekam dari penilaian responden terhadap sejumlah fungsi partai politik. Secara umum, responden menilai parpol sudah menjalankan fungsi-fungsi partai, tetapi belum baik dan optimal.
Dari sejumlah fungsi yang melekat dalam diri parpol, fungsi rekrutmen politik dinilai lebih tinggi oleh responden di mana parpol sudah menjalankan dengan baik dibandingkan dengan fungsi komunikasi politik, mengelola konflik, dan sosialisasi politik.
Upaya parpol membuka kesempatan kepada publik menjadi kader ataupun pengurus partai dinilai sudah dijalankan dengan baik oleh 38,4 persen responden. Namun, penilaian ini dibayangi penilaian sebaliknya dari 34 persen responden yang melihat fungsi ini belum dijalankan dengan baik.
Boleh jadi hal ini tidak lepas dari penilaian bahwa proses rekrutmen parpol memang lebih terasa hanya terjadi di momentum menjelang pemilu. Salah satunya melalui proses pendaftaran menjadi bakal calon anggota legislatif (caleg) dari parpol. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, salah satu syarat menjadi caleg harus menjadi anggota parpol. Praktis, proses rekrutmen politik di parpol kerap kali tergambarkan di agenda rekrutmen caleg ini.
Sementara itu, fungsi parpol yang mendapatkan penilaian lebih baik berikutnya adalah fungsi komunikasi politik. Sebanyak 32,6 persen responden menilai fungsi ini sudah dijalankan dengan baik meskipun masih lebih banyak responden (38,6 persen) yang menilai belum maksimal.
Berikutnya, fungsi parpol mengelola konflik dan sosialisasi politik. Dalam mengelola konflik, hanya sepertiga bagian responden yang menilai sudah dijalankan dengan baik. Sebaliknya, hampir 40 persen responden lainnya menyatakan belum dijalankan dengan baik.
Sementara fungsi partai untuk sosialisasi politik dengan turun ke masyarakat terekam sebagai fungsi yang mendapatkan apresiasi paling rendah. Hanya 29,4 persen responden yang menyatakan fungsi ini sudah dijalankan dengan baik. Adapun 42,7 persen responden lainnya menyatakan fungsi ini memang sudah dijalankan oleh partai, tetapi belum baik.
Dari empat fungsi partai di atas, fungsi parpol untuk turun langsung ke bawah mendapat ”resistensi” paling tinggi. Sebanyak 24,7 persen responden dengan lugas menyebutkan fungsi ini tak dijalankan. Angka ini relatif lebih tinggi daripada ketiga fungsi lainnya.
Masih belum optimalnya fungsi parpol ini sejalan dengan citra parpol yang tertangkap dari hasil survei tatap muka secara berkala oleh Litbang Kompas. Dari 17 survei terakhir, rata-rata citra baik dari parpol berada di angka 51 persen. Angka ini tercatat paling rendah dibandingkan dengan rata-rata angka citra kelembagaan politik lainnya, seperti citra DPR (53,5 persen) dan DPD (58,1 persen).
Namun, jika dibandingkan dengan kelembagaan lainnya, seperti lembaga penegakan hukum, lembaga politik, terutama parpol dan DPR, rata-rata angka citranya di mata publik masih jauh di bawah rata-rata citra TNI (89,7 persen), Komisi Pemberantasan Korupsi (74 persen), Polri (66 persen), Mahkamah Agung (63,6 persen), Mahkamah Konstitusi (58,2 persen), dan kejaksaan (54,2 persen). Tentu ini menjadi ironi karena parpol dan DPR bertumpu dari legitimasi suara pemilih di pemilu.
Regenerasi
Di tengah masih belum optimalnya sejumlah fungsi parpol, penguatan kelembagaan partai tetap harus berjalan. Salah satu upaya penguatan tersebut adalah dengan menjamin proses regenerasi kelembagaan, yang salah satunya terlihat dari terjaminnya sirkulasi kepemimpinan dan kepengurusan partai secara berkala.
Namun, penilaian publik dalam jajak pendapat terkait dengan bagaimana jalannya proses pergantian kepemimpinan dan kepengurusan di parpol ini terbelah. Sebanyak 41,6 persen menilai proses pergantian tersebut sudah mencerminkan nilai-nilai demokrasi, sedangkan separuh lebih responden lainnya menilai sebaliknya.
Jika dilihat dari latar belakang responden, kelompok responden yang cenderung kritis dengan parpol, yakni mereka yang menilai parpol tidak menjalankan fungsinya, cenderung lebih banyak yang menilai sirkulasi politik di internal parpol belum berjalan demokratis.
Sebaliknya, kelompok yang relatif moderat dalam menilai kinerja parpol, yakni mereka yang mengakui parpol sudah menjalankan fungsinya, baik yang menilai telah dijalankan dengan baik maupun belum, sebagian besar cenderung menempatkan fungsi pergantian kepengurusan dan kepemimpinan partai sudah mencerminkan nilai-nilai demokrasi.
Dari kelompok responden yang moderat, penilaian proses regenerasi partai sudah berjalan demokratis ditopang sejumlah pertimbangan. Ini seperti parpol dinilai sudah terbuka dengan hadirnya orang-orang baru serta adanya pergantian ketua umum secara berkala.
Sementara kelompok responden yang kritis cenderung menilai proses sirkulasi di internal partai belum berjalan demokratis karena partai masih dikuasai oleh kelompok tertentu, masih tertutup dengan masuknya tokoh-tokoh baru, dan belum terjadinya pergantian ketua umum di tubuh partai.
Meskipun berbeda dalam memandang proses regenerasi di internal parpol, kedua kelompok responden, yakni mereka yang cenderung kritis dan yang moderat, sama-sama setuju jika ada pembatasan periode jabatan ketua umum parpol. Hal ini terbaca dari hasil jajak pendapat di mana sebanyak 86,1 persen responden setuju jika ada pembatasan periode jabatan ketua umum partai. Sikap ini juga ditujukan pada jabatan keanggotaan legislatif, di DPR ataupun DPD.
Isu pembatasan periode jabatan ketua umum partai ini mengemuka seiring dengan adanya permohonan uji materi ke MK. Menurut pemohon, pengaturan pembatasan periodisasi pimpinan parpol dipandang perlu karena implementasi dari parpol sebagai instrumen, pilar demokrasi, dan pelaksana kedaulatan rakyat (Kompas, 3/7/2023). Adapun terkait pembatasan periode keanggotaan DPR dan DPD sudah pernah diajukan permohonan uji materi ke MK, tetapi permohonan tersebut dicabut oleh pemohon.
Tidak heran jika jajak pendapat juga menangkap adanya keinginan publik terkait pembatasan masa jabatan ketua umum parpol serta keanggotaan DPR dan DPD ini bisa tercantum di undang-undang.
Tentu semua tetap mempertimbangkan dua sisi, yakni sisi kepentingan internal partai yang berhak mengatur urusan internalnya dengan nilai-nilai yang diyakini serta sisi lainnya, yakni keberadaan parpol yang juga bagian dari badan publik. Semuanya tetap dalam koridor dan semangat memperkuat kelembagaan parpol itu sendiri.