Verifikasi Menjadi Ujian Awal Bakal Caleg Pemilu 2024
Persaingan caleg DPR makin kompetitif dibandingkan caleg DPD, tahapan verifikasi caleg menjadi awal kompetisi.
Oleh
YOHAN WAHYU
·5 menit baca
Hasil sementara verifikasi administrasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum terhadap daftar bakal anggota legislatif yang diserahkan partai politik menyebutkan, mayoritas belum memenuhi syarat. Tahapan verifikasi ini menjadi momentum awal bagi publik untuk melihat komitmen mereka dalam berkontestasi di pemilu.
Dari temuan hasil verifikasi administrasi sementara terhadap daftar bakal calon legislatif (bacaleg) DPR RI, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menemukan, dari 10.323 bacaleg yang diajukan dalam daftar bacaleg DPR RI oleh 18 parpol peserta pemilu, hanya 1.063 atau 10 persen saja yang dinyatakan memenuhi syarat dokumen persyaratan pencalonan. Selebihnya, sebanyak 9.260 bacaleg atau hampir 90 persen dinyatakan belum memenuhi syarat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Banyak faktor yang membuat mayoritas bacaleg belum memenuhi syarat kelengkapan dokumen. Mulai dari kelengkapan administrasi, seperti tidak melampirkan KTP elektronik sampai pada akurasi datanya. KPU menemukan, banyak kasus perbedaan nama antara yang diisi bacaleg dengan nama yang tertera dalam dokumen identitasnya.
Selain KTP, dokumen persyaratan lainnya yang tidak dilengkapi juga menjadi faktor. Sebut saja ijazah yang belum dilampirkan. Kalaupun sudah ada, juga ditemukan administrasi belum lengkap. Misalnya, ijazah dari perguruan tinggi luar negeri yang tanpa disertai bukti penyetaraan. Termasuk juga adanya nama yang berbeda antara di ijazah dengan KTP elektronik.
KPU juga menemukan kasus banyak bacaleg tidak melampirkan persyaratan bukti keanggotaan partai politik. Kasus lain, bacaleg memiliki kartu tanda anggota, namun namanya tidak sesuai dengan identitas kependudukan.
Hal menarik lagi adalah temuan KPU soal bacaleg ganda, yakni mereka yang mengajukan diri sebagai bacaleg di tingkatan berbeda, termasuk dengan partai politik berbeda. Seperti yang dilaporkan Kompas (26/6/2023), anggota KPU Idham Holik menyebutkan ada temuan kegandaan bakal calon anggota DPR dengan bakal calon anggota DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, sekitar 300 orang.
Hasil verifikasi administrasi sementara ini sudah diserahkan KPU kepada seluruh partai politik. Partai politik diberi kesempatan melengkapi dan memperbaiki dokumen persyaratan bakal caleg sampai 9 Juli 2023.
Dari jumlah bacaleg yang datanya diserahkan KPU, yakni sebanyak 10.323 bacaleg, angka ini berpotensi akan melahirkan jumlah caleg yang relatif lebih banyak dibandingkan pemilu sebelumnya. Setidaknya dua faktor yang memengaruhinya, yakni jumlah partai politik peserta pemilu yang semakin bertambah dan jumlah daerah pemilihan yang diperluas atau ditambah.
Setidaknya tren kenaikan ini juga terbaca di dua pemilu terakhir. Berdasarkan buku laporan penyelenggaraan Pemilu 2019 yang diterbitkan KPU, ada peningkatan jumlah calon legislatif yang maju di DPR RI. Pada Pemilu 2019 jumlahnya mencapai 8.068 orang caleg. Jumlah ini bertambah 1.461 orang dari jumlah caleg di Pemilu 2014 yang tercatat ada 6.607 caleg.
Kenaikan ini juga dipicu oleh bertambahnya jumlah dapil yang sekaligus menjadi cerminan bertambahnya kursi yang diperebutkan di DPR RI.
Pada Pemilu 2019 jumlah dapil sebanyak 80, bertambah 3 dapil dibandingkan Pemilu 2014 sebanyak 77 dapil. Di Pemilu 2024 jumlah dapil menjadi 84 seiring dengan pemekaran wilayah yang melahirkan daerah otonom baru di Papua.
Hal yang sama juga bisa dilihat dari jumlah kursi yang diperebutkan di DPR RI. Pada Pemilu 2019 kursi DPR yang diperebutkan ada 575 kursi, meningkat 15 kursi dibandingkan Pemilu 2014 yang mencapai 560 kursi. Di Pemilu 2024, seiring dengan bertambahnya dapil, jumlah kursi yang diperebutkan pun bertambah menjadi total 580 kursi.
Tentu, semua tidak lepas juga dengan makin bertambahnya jumlah partai politik peserta pemilu secara nasional. Di Pemilu 2024 ini ada 18 partai politik peserta pemilu, jumlah ini bertambah jika dibandingkan di Pemilu 2019 yang tercatat ada 16 partai politik.
Di Pemilu 2019 jumlah partai juga sudah meningkat dibandingkan Pemilu 2014 yang tercatat ada 12 partai politik peserta pemilu nasional.
Pada akhirnya, bertambah maupun berkurangnya jumlah caleg di DPR ini juga memengaruhi tingkat persaingannya. Tingkat persaingan ini bisa dilihat dari perbandingan antara jumlah kursi dengan jumlah caleg yang ada.
Pada Pemilu 2014, satu kursi DPR diperebutkan oleh 11,8 orang caleg. Persaingannya makin ketat di Pemilu 2019, yakni satu kursi diperebutkan oleh 14 orang caleg. Jika mengacu jumlah bacaleg di Pemilu 2024, “harga” satu kursi setara dengan 17,8 caleg. Artinya potensi persaingannya makin ketat di Pemilu 2024.
Jika ada tren peningkatan jumlah caleg di DPR, hal berbeda justru dialami pada caleg Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Meskipun jumlah kursinya meningkat seiring dengan pemekaran atau bertambahnya jumlah provinsi, jumlah caleg DPD di pemilu cenderung menurun.
Pada Pemilu 2014 dengan 33 provinsi dengan kuota empat kursi, maka total yang diperebutkan di pemilihan anggota DPD mencapai 132 kursi. Angka ini meningkat seiring pertambahan provinsi menjadi 34 di Pemilu 2019, sehingga total kursi menjadi 136.
Di Pemilu 2024 ini jumlah kursi kembali bertambah menjadi 152 kursi karena penambahan jumlah provinsi seiring pemekaran wilayah di Papua. Total jumlah provinsi saat ini menjadi 38 provinsi.
Namun, seiring pertambahan kursi, jumlah caleg yang berkontestasi malah menurun. Di Pemilu 2014 jumlahnya mencapai 945 orang dari total seluruh provinsi. Angka ini menurun di Pemilu 2019 yang hanya mencapai 811 orang. Tren penurunan kembali terjadi di Pemilu 2024 ini. Data KPU menyebutkan, terdapat 683 orang yang mendaftar menjadi bacaleg DPD.
Dengan tren penurunan jumlah caleg di satu sisi, namun di sisi yang lain jumlah kursi yang diperebutkan makin bertambah, pada akhirnya juga mengurangi tensi persaingan di pemilihan anggota DPD ini. Mari kita lihat tingkat persaingannya. Pada Pemilu 2014 satu kursi DPD diperebutkan oleh 7,16 caleg.
Angka ini menurun di Pemilu 2019 dengan tingkat persaingan mencapai 5,96. Artinya satu kursi diperebutkan oleh 5-6 orang caleg. Sementara untuk DPD di Pemilu 2024, angka persaingannya juga berpotensi menurun. Satu kursi diperebutkan oleh 4,49 caleg.
Menurunnya jumlah orang yang berminat menjadi anggota DPD ini tidak lepas dari tiga faktor. Faktor pertama adalah pamor kelembagaan DPD dibandingkan DPR. Hal ini tidak lepas dari faktor kewenangan DPD yang relatif terbatas pada isu kepentingan dan aspirasi daerah semata.
Faktor kedua, beban wilayah kampanye yang jauh lebih berat dibandingkan DPR. Jika dapil DPR terdiri dari 2-4 kabupaten/kota, dapil DPD adalah seluruh wilayah provinsi.
Faktor ketiga, yang tidak kalah penting adalah soal dibukanya peluang kader partai politik menjadi caleg DPD. Tentu bagi mereka yang berlatar belakang partai politik, jaringan dan infrastruktur partai di seluruh tingkatan lebih mudah digunakan untuk mendukung kerja-kerja elektoral dibandingkan mereka yang tidak punya jaringan dengan partai.
Belum lagi dengan biaya kampanye yang tidak murah karena harus menyasar seluruh wilayah provinsi. Bagi orang-orang yang tidak punya jaringan infrastruktur partai dan biaya, tentu akan berpikir seribu kali untuk maju menjadi caleg DPD.
Namun, tentu semua tetap bergantung pada niat dan komitmen dari caleg untuk benar-benar maju demi kepentingan publik. Proses yang sedang berlangsung saat ini di tahapan verifikasi administrasi menjadi ujian awal bagi bacaleg sebelum mereka berkontestasi merebut perhatian, simpati, dan dukungan pemilih di hari pemungutan suara nanti. (LITBANG KOMPAS)