Keluarga Berkualitas demi Generasi Unggul
Kualitas pembangunan keluarga di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu. Capaian ini berkontribusi positif dalam mewujudkan generasi unggul.
Kondisi kesejahteraan dan kualitas keluarga saat ini sangat menentukan terwujudnya cita-cita generasi Indonesia Emas 2045. Tumbuh kembang anak-anak generasi penerus ditentukan oleh peran orangtua, baik dalam hal interaksi, komunikasi, maupun keterlibatan dalam dinamika keluarga.
Bertepatan dengan Hari Keluarga Nasional yang diperingati setiap 29 Juni, Kompas melalui jajak pendapat mencoba memotret dinamika komunikasi dan corak interaksi keluarga di 34 provinsi di Indonesia.
Hasil jajak pendapat yang melibatkan 507 responden ini menunjukkan delapan dari sepuluh responden menyatakan frekuensi interaksi dan komunikasi antara anak dan orangtua terjadi setiap hari. Sementara ada 11,2 persen responden yang frekuensinya hanya beberapa kali dalam seminggu. Namun, 5,2 persen responden mengaku hanya melakukannya beberapa kali dalam sebulan.
Temuan ini menjadi indikator yang baik perihal jalinan relasi antara orangtua dan anak. Frekuensi interaksi dan komunikasi yang intensif dapat mempererat ikatan sosial dan emosional dalam lingkup keluarga. Hal ini sangat berguna sebagai fondasi tumbuh kembang anak dalam aspek kejiwaan atau psikis serta interaksi sosial.
Jika diselisik lebih jauh berdasarkan domisili responden, terdapat perbedaan antara interaksi tatap muka dan jarak jauh. Hampir seluruh responden di perdesaan (95 persen) mengatakan berinteraksi secara fisik, sementara di perkotaan lebih rendah angkanya, yakni 87,9 persen. Artinya, ada 12,9 persen responden yang bermukim di perkotaan menjalani komunikasi jarak jauh antara orangtua dan anak.
Temuan fenomena perbedaan interaksi tersebut dapat disebabkan oleh kecenderungan mobilitas warga perkotaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk perdesaan. Meski demikian, jarak yang jauh tidak menjadi hambatan interaksi di era digital. Sarana komunikasi sangat mudah diakses, bisa melalui sambungan video (video calling), telepon, ataupun chatting.
Kesetaraan
Gaya komunikasi yang terbuka antara anak dan orangtua membawa perubahan pada corak suatu keluarga. Keterbukaan komunikasi kian menggeser corak konservatif dengan kecenderungan nuansa otoriter yang kental. Kemudian, secara bertahap berganti dengan nuansa egaliter dengan menjunjung kesetaraan.
Salah satu momen penting yang dapat dijadikan indikator penentu corak interaksi dalam keluarga adalah ketika menentukan pilihan sekolah bagi anak. Keluarga bercorak egaliter memberikan keleluasaan kepada anak untuk menentukan pilihan sekolah dan orangtua mengakomodasinya atau keputusan diambil bersama dengan berdiskusi di antara kedua belah pihak. Sebaliknya, keluarga bercorak konservatif ditandai dengan otoritas dari orangtua atau pihak pengasuh (kerabat dekat) yang menentukan pilihan sekolah bagi anak secara mutlak.
Temuan yang menarik dari jajak pendapat menunjukkan, ketika variabel corak egaliter dan konservatif disilangkan dengan tingkat pendidikan responden, ditemukan kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin egaliter suatu keluarga. Sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan responden, kadar konservatif semakin tinggi pula.
Terbilang 60,1 persen responden dengan pendidikan dasar berada pada lingkungan keluarga egaliter. Kemudian, pada pendidikan menengah terdapat 66,5 persen responden yang menyatakan hal senada. Persentase tertinggi terdapat pada responden dengan tingkat pendidikan tinggi, yang mencapai 75,8 persen, terindikasi hidup di lingkungan keluarga yang egaliter.
Sementara itu, secara berurutan dari yang tertinggi hingga terendah, keluarga dengan corak konservatif didiami oleh responden dengan pendidikan dasar (36 persen) dan pendidikan menengah (33,5 persen), sementara responden berpendidikan tinggi hanya 22,7 persen. Dominasi proporsi keluarga egaliter terhadap keluarga konservatif menjadi sinyal positif bagi perbaikan kualitas keluarga dan terutama bagi perkembangan anak.
Kualitas keluarga
Relasi orangtua dan anak juga akan menentukan bagaimana kualitas sebuah keluarga. Pengukuran kualitas keluarga di Indonesia oleh pemerintah didasarkan salah satunya pada Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) yang dikawal oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Indeks disusun dengan tiga poin dimensi dan sebelas indikator yang ada di dalamnya, yaitu dimensi ketenteraman, kemandirian, dan kebahagiaan.
Jajak pendapat Kompas memotret tiga indikator yang ada pada dua dimensi, yaitu indikator kegiatan ibadah dan keharmonisan keluarga dari dimensi ketenteraman serta indikator interaksi keluarga dari dimensi kebahagiaan.
Berkaitan dengan aktivitas berdoa dan beribadah, tujuh dari sepuluh responden menyatakan melakukannya setiap hari antara orangtua bersama dengan anak. Keharmonisan keluarga juga diindikasikan oleh kerja sama yang dilakukan setiap anggota di dalamnya.
Salah satu aktivitas yang bisa mencerminkan hal ini adalah rutinitas membersihkan dan merapikan rumah. Terdapat 66,8 persen responden yang mengaku melakukan aktivitas itu secara bersama-sama setiap hari. Temuan ini menjadi indikator positif bahwa keluarga di Indonesia memiliki aktivitas yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dari indikator ketenteraman.
Indikator kebahagiaan salah satunya dipotret dari intensitas orangtua menemani anak saat belajar. Terkait hal ini, enam dari sepuluh responden mengaku melakukannya setiap hari.
Sementara itu, 24 persen responden lain melaksanakannya beberapa kali dalam seminggu. Di sisi lain, terdapat 11,3 persen responden yang tidak pernah melakukan kegiatan belajar bersama antara anak dan orangtua. Walaupun tingkat ketidakaktifan memberikan pendampingan ketika belajar terbilang cukup tinggi jika dibandingkan dengan aktivitas berdoa serta membereskan rumah, kondisi ini masih bisa dikatakan cukup baik.
Baca juga: Peran Orangtua dalam Pengasuhan Tak Tergantikan
Merujuk pada Indeks Pembangunan Keluarga, skor indeks yang dicapai pada dimensi ketenteraman dan kebahagiaan meningkat antara periode 2020 dan 2021. Hal ini didorong oleh pandemi Covid-19 yang mengondisikan orang lebih banyak beraktivitas di lingkungan keluarga.
Berkaca dari hasil jajak pendapat Kompas, ada potensi bahwa kualitas pembangunan keluarga di Indonesia dapat terus meningkat dari waktu ke waktu dan tentu saja berkontribusi positif dalam mewujudkan generasi unggul. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Pengasuhan Anak yang Efektif