Peran Orangtua dalam Pengasuhan Tak Tergantikan
Orangtua tetap memegang peran paling penting dan utama dalam pengasuhan. Untuk mengoptimalkan perannya, orangtua masa kini perlu melek perubahan zaman.
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan zaman akibat perkembangan teknologi membuat peran orangtua dalam pengasuhan anak semakin krusial. Selain mesti membangun kedekatan dan kepercayaan dengan anak, orangtua juga mesti dinamis agar bisa mengasuh anak sesuai dengan konteks zaman mereka.
Menurut psikolog klinis dan direktur lembaga psikologi Ad Familia Indonesia Mona Sugianto, peran orangtua penting untuk mendampingi anak-anak generasi terbaru berefleksi. Derasnya arus informasi membuat publik sulit mencari kebenaran, terlebih memaknainya. Hal ini juga dapat terjadi ke generasi baru, yakni generasi Z dan Alfa
”Generasi Z dan Alfa itu sangat kreatif, intelligent, sangat melek teknologi, cinta damai. Tapi, mereka perlu dibantu (membentuk) persepsi,” kata Mona saat dihubungi di Jakarta, Minggu (25/6/2023).
”Mereka butuh bimbingan untuk berefleksi lebih dalam. Bukan berarti IQ mereka tidak tinggi. (Mereka perlu dibantu) untuk hening, diam, mengunyah informasi atau pengalaman yang didapat. Mereka butuh orangtua untuk merefleksikan itu,” tambahnya.
Terkait hal itu, pengasuhan berperan penting dalam mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Contohnya, kerja keras, disiplin, kesederhanaan, serta kejujuran mendiang mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Soemantri Brodjonegoro serta istri, Nani Soeminarsari, membentuk anak-anaknya.
”Kami terbentuk karena ayah dan ibu memberikan contoh untuk tertib, kerja keras, dan berkomitmen,” ucap Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Orangtua juga menjadi kunci untuk mendorong kemandirian anak-anak berkebutuhan khusus. Dewi Tjakrawinata membuktikan hal itu. Terhadap Morgan, yang didiagnosis sindrom down saat masih bayi, Dewi mencurahkan perhatian kepada anaknya.
Selain menyusui Morgan hingga usia tiga tahun, Dewi melakukan terapi bicara pada Morgan dan memijat tubuhnya setiap hari. Usaha Dewi membuat Morgan tumbuh jadi anak mandiri, bahkan menjadi pembicara di forum internasional.
Pada 21 Maret 2019, Morgan menjadi orang pertama dengan sindrom down dari Asia yang tampil berbicara pada forum PBB di Geneva, Swiss, di depan Komite Hak-hak Penyandang Disabitas. Selama pandemi Covid-19, Morgan aktif berbicara di sejumlah forum internasional secara daring.
Menurut Mona, salah satu metode pengasuhan yang baik yakni mengajak anak berefleksi agar dapat memaknai kehidupan. Refleksi juga membantu anak tumbuh jadi pribadi yang tangguh serta toleran terhadap penderitaan dan keputusasaan.
Keterampilan untuk berefleksi dapat dilatih sejak dini. Salah satu caranya adalah dengan mengajak anak bicara dari hati ke hati (deep talk), misalnya menanyakan perasaan anak terhadap pengalaman yang ia alami, menanyakan harapannya, atau mengajak anak membicarakan harinya.
Baca juga: Mengembalikan Pengasuhan Anak ke Tangan Keluarga
Orang yang tidak berefleksi akan sulit memaknai sesuatu di kehidupan. Adapun filsuf Socrates menyebut, hidup yang tidak pernah diperiksa tidak layak dijalani. Ada tiga hal untuk memeriksa kehidupan, yaitu apa kita sudah bersikap benar, baik, dan bermanfaat. Untuk menjawab ketiganya, seseorang butuh refleksi.
”Kita tidak mau generasi berikutnya menjadi generasi yang pemaknaannya atas kehidupan dangkal. (Kondisi) ini membuat mudah depresi dan putus asa. Akhirnya ini berdampak ke kesehatan mental,” kata Mona.
Bangun kedekatan
Untuk mengoptimalkan peran orangtua, kedekatan dengan anak perlu dibangun sejak dini. Dosen ilmu Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB University Diah Krisnatuti mengatakan, kedekatan bisa dibangun dengan komunikasi yang baik.
Orangtua bisa memulainya dengan memberi pelukan, belaian, kecupan, gestur ramah, hingga kata-kata yang membangun motivasi anak.
Kita tidak mau generasi berikutnya menjadi generasi yang pemaknaannya atas kehidupan dangkal. (Kondisi) ini membuat mudah depresi dan putus asa. Akhirnya ini berdampak ke kesehatan mental.
Orangtua juga perlu menyediakan waktu, energi, dan mencurahkan perhatian saat anak bercerita. Orangtua juga memerlukan kerendahan hati untuk mendengar pendapat anak, serta tidak langsung menghakimi anak saat mengutarakan pikiran atau melakukan sesuatu. Hal ini bisa membuat anak percaya pada orangtua.
”Anak diharapkan mencari orangtua untuk curhat kalau dia ada masalah atau unek-unek. Anak agar lari ke orangtua, bukan ke orang lain atau teman sebaya yang mungkin belum bisa memberi arahan yang baik. Orangtua bisa mengajak anak berdiskusi setelahnya,” ujarnya.
Diah menambahkan, orangtua mesti bisa memahami anak sesuai perkembangan mentalnya. Orangtua juga perlu mengenali pola hidup anak zaman sekarang. Ini agar orangtua bisa menjadi teman diskusi yang sepadan dengan anak.
”Karena paham, orangtua bisa memberi tahu plus-minus (suatu isu) dan bisa memberi solusi yang sesuai perkembangan zaman. Jangan memberi solusi seperti waktu orangtua itu dulu masih remaja. Itu sudah beberapa generasi lalu. Jadi, orangtua harus tetap up to date dengan perkembangan zaman,” katanya.
Adapun Putri Ariani, peserta America’s Got Talent dari Indonesia yang mendapat golden buzzer dari juri Simon Cowell, merupakan wujud dari kedekatan orangtua dan anak. Putri yang juga difabel netra tumbuh dengan orangtua yang suportif. Keluarganya membebaskan Putri dalam segala hal, termasuk pendidikan.
Baca juga: Anak dan Remaja Terpapar Perundungan dan Eksploitasi Daring
Untuk mengenyam pendidikan terbaik, orangtua Putri memindahkan anaknya dari Riau ke Yogyakarta untuk sekolah pada tahun 2016. Kala itu, pengajar dengan Braille masih terbatas di Riau. Adapun Putri disekolahkan di sekolah reguler agar terbiasa berinteraksi di lingkungan ”normal”. Hal ini menumbuhkan kepercayaan diri Putri.
Menurut Ketua Komisi Nasional Disabilitas Dante Rigmalia, beberapa penyandang disabilitas dapat mengoptimalkan potensinya karena mendapat dukungan kuat dari keluarga dan lingkungan.
”Kita belum memberi ini ke penyandang disabilitas. (Kita) masih (memandang) siapa keluarganya (difabel), punya uang atau tidak, bisa memberi dukungan atau tidak,” kata Dante pada diskusi peluncuran laporan situasi kependudukan dunia 2023 oleh UNFPA, Rabu (21/6/2023).
Pengawasan
Diah menambahkan, pengasuhan di era digital semakin menantang. Terbukanya akses informasi membuat anak mampu belajar atau tahu apa saja. Namun, belum tentu anak mampu mencerna dan memaknai informasi itu dengan bijak.
”Orangtua perlu memerhatikan apa yang diakses anak, bagaimana mereka mengolah informasi, dan bagaimana anak-anak memersepsikan sesuatu. Kadang ada hal-hal yang mestinya tidak dilihat anak yang belum cukup umur (di dunia maya). Jika sudah terlanjur dilihat, orangtua bisa menjelaskan apa itu dari kacamata anak-anak,” katanya.
Adapun anak rawan terhadap berbagai kejahatan di dunia maya. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 4.448 laporan kasus pornografi dan kejahatan siber pada 2011 hingga Agustus 2020. Sementara itu, ada 2.473 laporan kasus perdagangan orang dan eksploitasi (Kompas.id, 9/4/2021).
Orangtua pun diminta aktif mengawasi anak yang mengakses gawai. Orangtua dapat memanfaatkan fitur perlindungan anak di gawai atau aplikasi tertentu. Untuk memeriksa riwayat pencarian anak di internet, orangtua bisa menghubungkan akun surat elektroniknya ke browser di gawai anak.
Orangtua dan anak juga bisa membuat kesepakatan, misalnya saling memberi kata sandi gawai, atau menentukan jadwal penggunaan gawai.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Jasra Putra mengatakan, pola asuh anak di Indonesia beragam, tergantung kondisi keluarga, luasnya tempat tinggal, penghasilan, dan lingkungan sekitar anak. Namun, pengabaian pengasuhan anak masih terjadi di sejumlah daerah.
Minimnya pengetahuan tentang pengasuhan anak menyebabkan orangtua merasa anak dapat diperlakukan sesuai keinginan. Orangtua seharusnya memahami perlindungan anak, hak anak, dan fase tumbuh kembang anak.
Maka, Indonesia perlu memiliki payung hukum mengenai sistem pengasuhan anak yang komprehensif. Rancangan Undang-Undang Pengasuhan Anak mendesak masuk Program Legislasi Nasional DPR. ”Apabila pengasuhan anak terstandardisasi dengan landasan hukum, kekerasan dalam pola pengasuhan anak bisa berkurang,” kata Jasra.