Sandi Politik Sandiaga Uno
Sandiaga Uno memberikan satu sandi politik setelah bergabung bersama Partai Persatuan Pembangunan, ke mana arah politiknya?
Bergabungnya Sandiaga Salahuddin Uno ke Partai Persatuan Pembangunan menambah deretan jejak kariernya dalam politik. Langkah ini disinyalir menjadi pintu bagi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini untuk kembali berlaga di ajang kontestasi pemilihan presiden, baik sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden.
Langkah Sandiaga Uno ini seakan memberikan sandi politik baru bagi konstelasi politik di tengah bursa bakal calon wakil presiden yang sudah dijajaki oleh tiga nama bakal calon presiden yang saat ini tengah berada di puncak elektoral.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Ketiganya adalah bakal calon presiden Prabowo Subianto di mana Partai Gerindra sebagai pengusung utamanya, Ganjar Pranowo yang ditopang PDI Perjuangan bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo) serta Anies Baswedan yang disokong utama oleh koalisi Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Lalu, ke mana arah politik Sandiaga dengan adanya tiga poros tersebut? Pilihannya ada tiga. Pertama, Sandiaga akan bergabung menjadi calon wakil presiden dari salah satu calon presiden dari ketiga poros tersebut.
Kedua, Sandiga bisa menjadi calon presiden dengan menggeser salah satu calon presiden dari ketiga poros tersebut. Ketiga, Sandiaga menjadi calon presiden dengan membangun poros baru, berbeda dari tiga poros yang sudah ada.
Meskipun di atas kertas nama Sandiaga di survei-survei lebih kuat sebagai sosok calon wakil presiden, peluangnya menjadi calon presiden bisa saja terjadi. Setidaknya hal ini juga disampaikan salah satu pendukungnya, Miftah Sabri, dalam talkshow Adu Perspektif ’Poco-poco Koalisi Anies Baswedan’ kerja sama detikcom X Total Politik, Rabu (14/6/2023) malam.
Miftah mengungkapkan keinginan Sandiaga untuk menjadi calon presiden. Ia mengibaratkan Sandiaga layaknya Robin, karakter superhero fiktif mitra dari Batman, superhero utama.
Menurut Miftah, Sandiaga ingin mengubah persepsi itu. Tentu, sepanjang belum ada koalisi final dengan mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, keinginan Sandiaga menjadi calon presiden tetap terbuka.
Meskipun demikian, posisi Sandiaga di mata publik yang memang lebih cenderung dilekatkan sebagai sosok bakal calon wakil presiden dibandingkan calon presiden tak bisa diabaikan begitu saja. Hal ini merujuk hasil survei Litbang Kompas yang memperkuat hal tersebut. Sandiaga lebih berpeluang menjadi calon wakil presiden dibandingkan calon presiden.
Kita lihat saja tiga survei terakhir Litbang Kompas, yakni Oktober 2022, Januari 2023, dan Mei 2023. Pada potensi elektoral calon presiden, dari ketiga survei tersebut, rata-rata tingkat keterpilihan Sandiaga hanya di angka 1,6 persen.
Jika dilihat tren dari ketiga survei tersebut, elektoral tertinggi Sandiaga mencapai 2,4 persen di Oktober 2022, kemudian menurun 1,3 persen (Januari 2023), dan berada di posisi 1,2 persen pada Mei 2023.
Sementara potensi elektoralnya justru lebih tinggi pada tingkat elektabilitas sebagai calon wakil presiden. Rata-rata dari angka elektoralnya sebagai calon wakil presiden di tiga survei terakhir Litbang Kompas mencapai 11,6 persen.
Berbeda dengan angka elektoralnya sebagai calon presiden yang cenderung menurun, angka elektoral Sandiaga sebagai calon wakil presiden relatif stabil, bahkan sempat baik.
Pada Oktober 2022, angka elektoralnya mencapai 10,6 persen. Angka ini meningkat menjadi 12,4 persen di Januari 2023 dan relatif stabil di Mei 2023 dengan angka elektoral mencapai 11,9 persen.
Baca juga: Sandiaga Resmi Jadi Kader PPP, Persaingan Bakal Cawapres Kian Sengit
Relasi elektoral
Pertanyaannya kemudian adalah, apakah langkah Sandiaga Uno bergabung ke PPP akan berdampak pada elektoralnya ke depan? Hasil survei Litbang Kompas bisa menjadi upaya untuk membaca pola. Survei Litbang Kompas merekam soal relasi elektoral antara Sandiaga dan PPP.
Pada survei Mei 2023, jika merujuk pilihan responden kepada Sandiaga Uno sebagai sosok calon wakil presiden, pemilih PPP memang bukan yang paling besar memberikan sumbangan elektoral.
Responden pemilih Partai Gerindra justru tercatat paling tinggi yang memberikan insentif elektoral bagi Sandiaga. Hal ini wajar mengingat sebelum bergabung di PPP, Sandiaga adalah kader dari Partai Gerindra.
Dari total responden yang memilih Sandiaga sebagai calon wakil presiden, sebanyak 30,6 persen atau sepertiganya adalah berasal dari pemilih Partai Gerindra.
Porsi kedua yang menyumbang elektoral pada Sandiaga adalah pemilih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang mencapai 16,7 persen. Kemudian di urutan ketiga, yakni sebanyak 10,4 persen berasal dari pemilih Partai Demokrat.
Kemudian berturut-turut sumbangan elektoral berasal dari pemilih Golkar (6,3 persen), Nasdem dan PKS sama-sama 5,6 persen, PKB (4,9 persen), PAN (4,2 persen), PPP (2,8 persen), dan Perindo (2,1 persen).
Sisanya 1,1 persen berasal dari partai lainnya. Jika mengacu distribusi asal pemilih Sandiaga berdasarkan pilihan partai politik, tampak pemilih Sandi merata dari banyak partai politik, sedangkan responden PPP hanya memberikan insentif yang tidak terlalu besar.
Hal ini menegaskan bahwa relasi pemilih PPP dengan Sandiaga memang belum terlihat kuat. Dari kelompok pemilih PPP, misalnya, nama Sandiaga Uno paling banyak disebutkan sebagai pilihan konstituen partai ini untuk menjadi calon wakil presiden.
Sebanyak 11,8 persen pemilih partai ini menjatuhkan pilihannya pada Sandiaga Uno. Namun, Sandiaga bukan satu-satunya yang mendapat limpahan ini karena nama Tri Rismaharini juga mendapatkan insentif yang sama dengan Sandiaga dari kelompok pemilih PPP ini.
Selain Sandiaga dan Risma, nama-nama lain juga mendapatkan dukungan dari pemilih partai berlambang Kabah ini, yakni Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Prabowo Subianto, Agus Harimurti Yudhoyono, dan nama lainnya.
Artinya, meskipun Sandiaga Uno mendapat dukungan paling tinggi bersama Risma, dukungan dari pemilih PPP tidak utuh dan tunggal kepada satu nama saja, apalagi jarak elektoralnya tidak terlalu lebar antarnama yang disebutkan.
Tentu, survei Mei 2023 ini dilakukan jauh sebelum Sandiaga bergabung ke PPP, banyak hal yang bisa berubah setelah Sandi resmi menyandang status kader partai ini.
Baca juga: Hasil Rapimnas, PPP Akan Lobi PDI-P agar Sandiaga Jadi Pendamping Ganjar
Pengalaman memimpin
Survei juga menangkap pengalaman memimpin yang dilakukan Sandiaga Uno menjadi pertimbangan yang banyak disebutkan responden ketika memilih nama ini sebagai calon wakil presiden.
Hal ini disebutkan hampir sepertiga responden yang memilih Sandiaga sebagai cawapres. Alasan kedua yang paling banyak disebutkan adalah karena Sandiaga Uno dinilai memiliki kepribadian yang sederhana dan merakyat.
Selain dua alasan di atas, persepsi publik terhadap sosok Sandiaga juga tidak lepas dari pertimbangan-pertimbangan sosiologis, seperti karena latar belakang pendidikan dan usianya yang dinilai bisa mewakili pemilih muda atau anak-anak milenial.
Meskipun secara usia tdidak lagi masuk kategori kelompok pemilih milenial, gaya dan gestur Sandiaga lebih dekat dan membumi di kalangan pemilih muda.
Mulai dari habit olahraga sampai pada gaya komunikasinya yang lebih banyak bermain di media sosial disinyalir lebih dekat dan diterima oleh konstituen muda. Tentu, persepsi sosiologis ini bisa menjadi modal sosial bagi Sandiaga untuk berlaga dalam kontestasi Pilpres 2024.
Pada akhirnya, keputusan Sandiaga Uno bergabung ke PPP akan melahirkan relasi yang resiprokal keduanya. Berdasarkan hasil survei, PPP memang mengalami tren penurunan elektoral.
Di tengah komposisi pemilih di 2024 yang lebih dominan anak muda, pilihan terhadap Sandiaga bergabung bersama PPP bisa berpotensi untuk menaikkan elektoral partai ini.
Di sisi yang lain, dengan bergabung bersama PPP, langkah politik partai ini yang bergabung bersama PDI-P dalam mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden bisa membuka peluang Sandiaga untuk mendampingi Ganjar sebagai calon wakil presiden.
Dengan tingkat elektoral yang relatif tinggi di kelompok sosok wakil presiden, Sandiaga bisa memberikan insentif elektoral bagi calon presiden yang ia dampingi.
Namun, di satu sisi potensi elektoral Sandiaga tetap berpeluang terbuka untuk posisi apa pun, baik sebagai calon wakil presiden maupun sebagai calon presiden.
Bergabungnya Sandiaga bersama PPP harus diakui akan menjadi sandi politik baru, ke mana arah politik Sandiaga Uno berlaga di 2024. Tetap menjadi calon wakil presiden seperti yang sudah ia rasakan di 2019 atau justru menjadi calon presiden. Kita tunggu saja. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Baru Bergabung dengan PPP, Sandi Didapuk Jadi Ketua Bappilu