Pancasila Menjawab Tantangan Bangsa
Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2023 kian menggelorakan optimisme bangsa untuk terus tumbuh dan berbenah menjadi lebih baik. Ini karena sejatinya Pancasila tetap relevan dalam menjawab tantangan bangsa.
”Berkat persatuan, berkat kerja keras dan gotong royong, bangsa ini berhasil menghadapi tantangan dan semakin dipercaya dunia. Semua itu fondasinya adalah ideologi Pancasila.”
Demikian penggalan pidato yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat memimpin upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, Kamis (1/6/2023).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Lewat pidato tersebut, tak lain Presiden Jokowi bermaksud untuk menekankan kembali bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pun sejatinya perlu terus digelorakan dan diamalkan sebagai pandangan hidup bangsa ini.
Bangsa Indonesia telah sepenuhnya bersepakat dan tanpa keraguan menerima Pancasila sebagai keniscayaan. Hal itu pula yang tergambarkan dari hasil jajak pendapat Kompas akhir Mei 2023.
Mayoritas responden (96,2 persen) menyatakan, Pancasila merupakan satu-satunya ideologi yang terbaik untuk bangsa ini. Terlepas dari berbagai sisi perdebatan yang mewarnai, tidak ada keraguan bagi bangsa ini untuk benar-benar meyakini bahwa Pancasila menjadi gagasan besar yang sempurna untuk menggapai cita-cita dan kemaslahatan bersama.
Keyakinan itu selaras pula dengan apa yang dipersepsikan publik terhadap Pancasila. Tak kurang dari seperlima bagian responden jajak pendapat seketika membayangkan dasar negara saat mendengar kata ”Pancasila”. Sementara sekitar 10 persen responden lainnya justru secara langsung melekatkan pikirannya pada wujud Burung Garuda, yang juga merupakan lambang negara Indonesia.
Dalam pemahaman yang lebih lanjut, publik akan lebih dapat memaknai keberadaan nilai-nilai yang terkandung pada dasar negara ini. Dalam proporsi yang sama besar, sekitar satu dari 10 responden membayangkan persatuan bangsa ketika mendengar Pancasila. Selebihnya, 6,6 persen mengungkapkan akan merefleksikannya pada sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
Tantangan
Esensi memaknai Pancasila sebagai ideologi terbaik bagi bangsa ini sejatinya memang tecermin bukan hanya dengan meyakini, melainkan juga memahami dan mempraktikkan amanat nilai-nilainya sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Tantangan terbesar Pancasila pada dasarnya berada pada seberapa kuat bangsa ini tangguh menggenggam falsafah sila-sila itu di tengah gempuran zaman yang berubah.
Baca juga: Pancasila Menjadi Perekat Bangsa
Kini, dengan sangat mudah pengaruh negatif perubahan zaman itu dirasakan dan menggerus nilai-nilai Pancasila, bahkan kecintaan pada Indonesia. Lebih mengkhawatirkan lagi, kondisi tersebut justru banyak menjangkiti generasi muda.
Hasil jajak pendapat juga mengonfirmasi bahwa sepertiga responden mengungkapkan, saat ini ancaman yang mengkhawatirkan terhadap nilai-nilai Pancasila berasal dari pengaruh budaya luar. Tanpa disadari, pengaruh budaya luar tersebut memang masuk melalui cara yang dianggap lumrah, seperti lewat musik, tarian, film, atau produk-produk keseharian lainnya.
Pengaruh-pengaruh yang berimbas negatif itu bermula dari ketertarikan yang jika ditelusuri lagi akan berkaitan dengan minimnya pemahaman. Di luar adanya ancaman yang datang dari luar itu, 23,6 persen responden justru menyoroti berkurangnya pendidikan nilai-nilai Pancasila di bangku sekolah yang menjadikan generasi muda jauh lebih rentan terpengaruh dan menggerus pemahaman pada Pancasila.
Sementara itu, tak kurang seperlima bagian responden lainnya memberikan atensi pada minimnya keteladanan dari figur-figur elite negeri ini dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Padahal, Pancasila perlu dibumikan dengan mempraktikkannya secara langsung di kehidupan nyata sehingga pemahaman dalam memaknainya pun memiliki pembuktian atas kebaikan ataupun manfaat yang ditorehkan.
Publik juga percaya, pemerintah yang memiliki wewenang membuat aturan dan berbagai intervensi sepatutnya akan terus berpijak dan menghidupkan nilai-nilai Pancasila. Sekitar tiga perempat bagian responden menyatakan puas pada upaya pemerintah untuk menjaga ideologi Pancasila.
Angka kepuasan pada kerja-kerja pemerintah dalam menjaga ideologi bangsa ini bahkan jauh lebih baik dibandingkan dengan penilaian publik pada kinerja pemerintah untuk menjaga persatuan ataupun mencegah ancaman kerukunan beragama yang diapresiasi oleh tiga perlima bagian responden. Dalam hal penegakan hukum dan keamanan, bahkan apresiasi hanya datang dari separuh bagian responden.
Hal lain yang tak kalah mengkhawatirkan dan dinilai mengancam Pancasila adalah paham radikalisme yang terus berkembang. Sebanyak 17,4 persen responden survei menyatakan kekhawatiran tersebut.
Berdasarkan data dari hasil survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerja sama dengan sejumlah instansi pemerintah dan lembaga mandiri, Indeks Potensi Radikalisme pada tahun 2022 sebesar 10 persen. Indeks Potensi Radikalisme tersebut menunjukkan seberapa besar risiko terorisme dapat terjadi. Angka indeks ini turun 2,2 persen dari periode sebelumnya yang masih berada di angka 12,2 persen dalam pengukuran pada 2020.
Tahun politik
Sekalipun terbaca mengalami penurunan, radikalisme akan selalu menjadi isu yang terus dikaitkan dengan ideologi Pancasila. Kejahatan ini tidak hanya menjadi ancaman keamanan, tetapi juga berpotensi mengobrak-abrik nilai-nilai yang dijunjung Indonesia sebagai negara kesatuan.
Sejalan dengan itu pula, pada setiap momen pemilihan umum (pemilu) seperti saat ini, nilai-nilai Pancasila pun akan menghadapi ujian besarnya. Potensi terjadi perpecahan setiap menjelang pemilu tidak kalah mengkhawatirkan dibandingkan dengan ancaman aksi terorisme.
Pengalaman mengajarkan, pemilu akan menjadi pertaruhan besar bukan hanya bagi pelaku politik, melainkan juga keutuhan bangsa yang bisa merembet hingga perhelatan pesta demokrasi itu usai. Gelanggang persaingan politik seolah sangat sulit untuk dibersihkan dari praktik kampanye hitam yang memainkan isu-isu seputar suku, ras, dan agama. Termasuk pula penyebaran informasi bohong atau hoaks yang marak.
Dalam periode Pemilu 2019 lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika berhasil menelusuri 3.356 hoaks. Jumlah itu didapatkan dalam jangka waktu Agustus 2018 hingga September 2019. Jika dilihat lebih rinci, peningkatan terbesar jumlah berita bohong terjadi mendekati penyelenggaraan pemilu. Kabar bohong kini memang dengan mudah tersebar seiring dengan tingginya jumlah pengguna aktif media sosial.
Baca juga: Menguatkan Nilai-nilai Pancasila
Meski terus menghadapi berbagai tantangan kehidupan bermasyarakat, mayoritas responden (92,3 persen) tetap yakin bahwa Indonesia akan bertahan dalam kebinekaan. Begitu pula dalam menanggapi isu toleransi kehidupan beragama. Tiga perlima bagian responden meyakini toleransi kehidupan beragama di Indonesia akan semakin kuat.
Ke depan, bangsa Indonesia akan terus dihadapkan pada tantangan yang jauh lebih besar dan kompleks. Meski demikian, bangsa ini juga tak boleh terlalu khawatir karena sejatinya ada nilai perekat komunal dalam bentuk Pancasila. Eksistensi Pancasila yang terjaga dalam nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan yang terus dihidupi semua elemen bangsa akan mampu menjawab seberapa pun besarnya tantangan zaman tersebut.