
Dibandingkan survei Kompas pada Januari 2023, tingkat kepuasan masyarakat pada kinerja di bidang penegakan hukum membaik 3,9 persen pada survei Mei 2023. Namun, tingkat kepuasan pada indikator pemberantasan suap dan jual-beli hukum masih 42 persen, lebih kecil daripada responden yang menjawab tidak puas, yakni 44 persen.
Peningkatan apresiasi publik atas kinerja pemerintah di bidang penegakan hukum masih terus berlanjut. Hanya saja, tren positif ini masih dibayangi persoalan pada indikator pemberantasan suap dan jual beli hukum. Perlu ada langkah-langkah inovatif terkait mitigasi suap agar isu ini tak jadi ganjalan menahun bagi kinerja penegakan hukum.
Naiknya apresiasi publik terhadap kinerja pemerintah bidang penegakan hukum terekam melalui survei periodik Kompas pada Mei 2023. Hasil survei menunjukkan, kepuasan publik terkait kinerja bidang penegakan hukum berada di angka 59 persen. Jika dibandingkan dengan survei Januari 2023, capaian kali ini meningkat 3,9 persen.
Dalam jangka waktu yang lebih panjang, kenaikan tersebut melanjutkan tren positif yang mulai terbangun Oktober 2022. Sebelumnya, apresiasi kinerja bidang ini mengalami tren negatif dari 65,9 persen pada Januari 2022 menjadi 51,5 persen pada Oktober 2022.
Namun, perlu dicatat, meski terus membaik, tingkat apresiasi publik terhadap bidang kerja ini masih merupakan yang terendah dibandingkan tiga aspek lain yang juga ditanyakan dalam survei kali ini.

Kepuasan terhadap kinerja pemerintah di bidang penegakan hukum masih jauh tertinggal dibandingkan kesejahteraan sosial (78 persen) dan politik keamanan (74,4 persen). Bahkan, tingkat kepuasan bidang ekonomi yang biasanya paling rendah cenderung sedikit lebih tinggi (59,5 persen) dibandingkan bidang hukum.
Jika dilihat lebih dalam, apresiasi paling tinggi di bidang hukum diterima pemerintah terkait dengan aspek penuntasan kasus hukum yang meraih tingkat kepuasan publik 58 persen. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya, kenaikan kepuasan terhadap indikator ini merupakan yang paling rendah, yakni di kisaran 2,5 persen.
Secara historis, aspek ini menjadi penopang apresiasi dengan tingkat kepuasan yang hampir selalu paling tinggi. Pada puncaknya, tingkat kepuasan masyarakat pada aspek penuntasan kasus hukum ini pernah menyentuh angka 72 persen pada Januari 2022 meskipun akhirnya jeblok ke titik terendahnya ke angka 54,8 persen pada Oktober tahun lalu.
Pandangan positif masyarakat terhadap aspek penuntasan kasus hukum ini sejalan dengan aspek lain, yakni jaminan kesetaraan di mata hukum.
Selama Januari hingga Mei ini, kepuasan publik meningkat 6 persen pada aspek bidang kerja hukum. Hal ini membuat kesetaraan di mata hukum menjadi aspek peningkatan apresiasi positif terbesar.

Besar kemungkinan, tingginya kenaikan apresiasi pada aspek ini berkaitan dengan sikap penegak hukum yang tak pandang bulu dalam menghukum pejabat publik yang melakukan penyelewengan.
Tak dapat dimungkiri, beberapa kasus high profile, seperti kasus bekas Kepala Polda Sumatera Barat Teddy Minahasa cukup mendapat perhatian publik. Artinya, langkah berani penegak hukum untuk terus ”bersih-bersih” didukung dan dinanti publik.
Lebih lanjut, aspek penuntasan kasus-kasus kekerasan aparat dan pelanggaran HAM juga mengalami peningkatan apresiasi yang tak kalah tinggi. Dengan tingkat kepuasan 55 persen, apresiasi publik pada aspek ini naik 4,4 persen.
Meski mengalami kenaikan apresiasi, patut diingat pemerintah masih belum menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM berat, mulai dari peristiwa 1965 hingga 1998.
Kesuksesan dalam aspek penuntasan kasus hukum dan kekerasan aparat ini juga tampak dari tingginya kenaikan citra lembaga yang terkait. Sebagai contoh, Polri dapat memperbaiki citra lembaganya dengan peningkatan citra positif lebih dari 11 persen selama tiga bulan terakhir ini.
Selaras, kejaksaan, Mahkamah Konstitusi, dan Mahkamah Agung juga ikut mendulang apresiasi lebih dari publik dengan kenaikan citra positif masing-masing 8,7 persen, 7,5 persen, dan 7,3 persen.
Baca juga: Tantangan di Balik Peningkatan Apresiasi
Suap dan korupsi
Di tengah kenaikan apresiasi publik terhadap kerja-kerja penegakan hukum, persoalan suap dan korupsi masih menjadi pekerjaan rumah menahun yang tak terselesaikan. Memang, di satu sisi, apresiasi publik terhadap pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme meningkat cukup signifikan.
Dengan tingkat kepuasan 54 persen, aspek kinerja bidang penegakan hukum ini mengalami kenaikan 5,8 persen dibandingkan penilaian publik pada Januari 2023.
Namun, di sisi lain, aspek pemberantasan suap dan jual beli hukum masih saja sulit mendapat kepuasan dari mayoritas publik. Walau sudah mengalami kenaikan yang cukup besar di angka 4,6 persen, tingkat kepuasan pada aspek ini hanya berada di kisaran 42 persen. Jika disandingkan, lebih banyak (44 persen) dari responden survei yang kecewa terhadap kinerja penegak hukum dalam aspek tersebut.
Dilihat dalam rentang waktu yang lebih lama, tingkat kepuasan publik atas kerja pemerintah memberantas suap dan jual-beli hukum memang cukup memprihatinkan.

Selama sepuluh kali pengukuran apresiasi, kinerja pemerintah dan penegak hukum terkait aspek ini hanya dua kali diapresiasi tinggi oleh responden, yakni pada April 2021 dan Januari 2022. Bahkan, pada titik terendahnya pada Oktober 2022, hanya ada sekitar sepertiga dari responden yang puas terhadap indikator kinerja ini.
Tingginya apresiasi terhadap pemberantasan KKN di tengah rendahnya apresiasi terhadap pemberantasan suap dan jual-beli hukum ini bisa menjadi petunjuk bagi pemerintah.
Paradoks ini menunjukkan masyarakat sebetulnya cukup puas dengan upaya pemerintah menyelesaikan korupsi di hilir. Apresiasi ini pun kemungkinan akan terus terjaga atau bahkan meningkat seiring dengan makin banyaknya kasus yang terungkap dan diselesaikan.
Namun, di sisi lain, kemampuan mengatasi persoalan di hilir ini tak akan banyak berarti jika problem di hulu tak kunjung ditanggulangi. Data Transparency International menunjukkan adanya penurunan skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia.
Selama setahun, terdapat penurunan skor dari 38 poin pada 2021 menjadi 34 poin pada 2022. Skor ini menjadikan Indonesia sebagai negara di urutan ke-110 dari 180 negara yang diukur. Posisi ini menempatkan Indonesia jauh di bawah negara tetangga, seperti Malaysia di peringkat ke-61, Timor Leste di urutan ke-77, terlebih lagi Singapura di peringkat ke-5.
Tak ayal, di sisa waktu periode keduanya ini, pemerintah perlu memperhatikan pentingnya upaya mitigasi suap dan korupsi yang sampai hari ini masih membayangi kerja-kerja penegakan hukum. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk meninggalkan warisan yang baik dalam kerja penegakan hukum bagi pemerintahan ke depan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Survei "Kompas", Apresiasi Naik, Suap dan Pengangguran Jadi Tantangan