Survei Litbang ”Kompas”: Kriteria Cawapres Ideal Pilihan Publik
Hasil survei terbaru ”Kompas” mengungkap, figur berpengalaman dan berprestasi dinilai publik paling layak maju jadi cawapres. Meskipun demikian, penilaian publik ini cenderung masih dibayangi dengan latar sikap politik.

Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, dan Agus Harimurti Yudhoyono menjadi tiga sosok yang masuk dalam bursa calon wakil pesiden dalam survei Litbang Kompas.
Survei Kepemimpinan Nasional (SKN) periode Mei 2023 menangkap pandangan publik terhadap figur bakal calon wakil presiden yang dianggap ideal untuk maju dalam pemilihan.
Dari berbagai respons terkait alasan yang diungkap oleh publik, seperenam bagian responden menyampaikan pentingnya pengalaman dan prestasi yang dimiliki oleh kandidat cawapres.
Dalam hal ini, pengalaman dan prestasi mengacu pada jabatan publik yang pernah diemban oleh sosok yang diproyeksi menjadi bakal cawapres.
Publik tampaknya lebih bisa mendapatkan gambaran utuh terkait sosok yang dinilainya ideal ketika secara langsung dapat melihat atau bahkan merasakan dengan memiliki pengalaman langsung terkait dengan apa yang telah dilakukan oleh figur yang dimaksud.
Adanya pengalaman hingga prestasi yang ditelurkan ini pun mengacu pada jabatan-jabatan publik yang cukup populer, seperti kepala daerah, menteri, atau pimpinan sebuah lembaga negara. Artinya, dalam sebagian besar benak publik, figur yang ideal untuk mengisi posisi bakal cawapres setidaknya bisa berelevan dengan latar kiprah tersebut.

Kondisi ini sebetulnya pun berselaras dengan elektabilitas bakal cawapres pilihan publik. Hasil survei terbaru masih menempatkan sosok-sosok yang kini mengemban jabatan publik, baik itu yang berlatar menteri, kepala daerah, maupun kepada lembaga negara sebagai bakal cawapres pilihan publik.
Sosok Sandiaga Salahuddin Uno masih berada pada posisi teratas dengan keterpilihan mencapai 11,9 persen. Disusul kemudian oleh Ridwan Kamil yang mengantongi 9,3 persen elektabilitas.
Begitu pun dengan Erick Thohir yang saat ini juga masih konsisten menunjukan tren positif untuk keterpilihan sebagai bakal cawapres. Angka keterpilihan Erick dalam survei terbaru ini bahkan kembali mengalami peningkatan menyentuh 4,5 persen.
Tidak kalah mengejutkan, dalam survei terbaru ini pun bursa elektabilitas bakal cawapres pilihan publik diramaikan dengan munculnya nama Mahfud MD.
Seperenam bagian responden menyampaikan pentingnya pengalaman dan prestasi yang dimiliki oleh kandidat cawapres.
Sosok Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ini bahkan mengantongi elektabilitas hingga 3,8 persen. Padahal, pada dua periode survei sebelumnya, tingkat keterpilihan Mahfud masih di bawah 1 persen.
Hal ini tentunya kembali mengonfirmasi bahwa masyarakat begitu menjadikan pengalaman dan prestasi sebagai tolok ukur nyata untuk bisa menguji kelayakan figur yang akan maju sebagai cawapres.
Beberapa waktu terakhir, Menko Polhukam tersebut memang sering muncul di hadapan publik, memberikan tanggapan serta bertindak menunjukkan keberpihakan dan komitmennya untuk mengungkap kasus-kasus pelanggaran hukum, termasuk korupsi dan penyelewengan.
Baca juga: Survei Litbang "Kompas": Sederet Opsi Figur Cawapres
Merakyat dan berwibawa
Selain pengalaman dan prestasi, dua alasan juga banyak diungkap publik dalam mengukur kelayakan figur bakal cawapres menyangkut citra sikap sebagai pribadi yang sederhana, merakyat, tetapi juga dapat memiliki ketegasan.
Alasan sebagai pribadi yang sederhana dan merakyat ini diungkap oleh 10,9 persen responden. Dalam proporsi yang hampir sama pula, responden lebih menunjukkan atensinya pada ketegasan dan kewibawaan yang sudah selayaknya dimiliki oleh seorang cawapres.
Citra sebagai seorang pemimpin yang sederhana dan merakyat serta pula dapat memiliki ketegasan ini memang menjadi yang didambakan oleh masyarakat. Termasuk pula dalam melihat figur calon presiden, alasan terkait kesederhanaan dan ketegasan juga diungkap oleh sebagian besar responden.
Figur cawapres yang mendominasi pilihan publik saat ini pun tidak terlepas dari citra sebagai sosok sederhana dan merakyat. Sekitar 23 persen responden yang menilai Sandiaga layak maju sebagai cawapres menilai sosok ini sebagai orang yang sederhana dan dekat dengan masyarakat.

Hal yang sama pun diungkap oleh seperempat bagian responden yang sepakat jika Ridwan Kamil maju sebagai cawapres, berpandangan bahwa sosok memilki kesederhanaan dan merakyat.
Sementara untuk alasan ketegasan dan kewibawaan, justru kontras terlihat pada apa yang disampaikan oleh responden yang mengalirkan dukungannya pada sosok Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Mahfud MD.
Tidak kurang dari sepertiga bagian responden yang menyatakan AHY layak untuk diusung sebagai bakal cawapres, beralasan bahwa sosok Ketua Umum Partai Demokrat itu memiliki pembawaan yang begitu berwibawa dan tegas.
Hal itu pun sangat berselaras dengan apa yang dicitrakan AHY selama ini di hadapan publik. Latar belakangnya sebagai seorang militer dan kini menjadi pemimpin partai politik pun membuat kehadiran AHY di hadapan khalayak selalu dengan ciri khas kewibawaan serta sikap tegas.
Hal itu berhasil ditunjukkan bukan hanya pada saat formal dan terbatas, seperti menyampaikan pidato, melainkan juga ketika bertemu atau menyapa di tengah masyarakat langsung pembawaan kewibawaan dan ketegasan oleh sosok AHY memang sudah sangat melekat.

Begitu pula dengan apa yang dicitrakan oleh Mahfud. Ketegasannya sebagai seorang Menko Polhukam memang secara konsisten ditunjukkan dengan terus merespons berbagai kasus pelanggaran hukum beberapa waktu terakhir.
Mulai dari terkait kasus transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan dan berbagai kasus penyelewengan yang menyeret pejabat publik turut ditanggapi langsung oleh Menko Polhukam tersebut.
Hal itu secara langsung menjadi pembuktian bagi Mahfud, bahwa sebagai salah satu orang yang paling bertanggung jawab atas penegakan hukum, ia berupaya untuk bisa membangun komitmen dan optimisme bagi publik bahwa hukum dapat ditegakan secara adil.
Sikap ini yang kemudian ditangkap publik sebagai bentuk ketegasan sehingga tidak heran lebih dari sepertiga bagian responden yang sepakat mendukungnya layak maju sebagai cawapres berpijak pada alasan ketegasan ini.
Baca juga: Survei "Kompas", Persaingan Bakal Capres dan Cawapres Kian Sengit
Latar pilihan politik
Di luar alasan yang memang melekat pada sosok yang dinilai publik layak untuk diusung menjadi cawapres, terbentuknya persepsi itu juga sebetulnya tidak dapat dilepaskan dari bayang-bayang sikap politik yang telah terbentuk.
Gejala itu dapat dikonfirmasi dengan melihat dukungan terhadap sosok bakal cawapres dengan afiliasi pilihan politik seperti pilihan partai juga sikap dukungan yang diberikan kepada Joko Widodo.
Dilihat berdasarkan pilihan partai, figur bakal cawapres yang memang menjadi bagian dari partai ataupun diasosiakan dengan dengan partai tertentu memiliki kecenderungan pula untuk didukung oleh pemilih dari partai terkait. Para pemilih Sandiaga, misalnya, sepertiga bagiannya tak lain adalah pendukung Gerindra.
Sementara untuk relasi pada sikap politik lainnya, para responden yang sepakat jika Sandiaga layak maju sebagai cawapres sekitar 42,4 persen merupakan pendukung Jokowi.

Berimbang dengan itu, Sandiaga juga mendapat aliran dukungan dari dua per lima bagian responden lain yang tergolong dalam kelompok non pendukung Jokowi. Keberimbangan ini menjadi modal kuat pula bagi Sandiaga karena cukup dapat diterima dan mendapat dukungan dari segmen yang luas.
Termasuk pula ketika melihat komposisi dukungan yang mengalir pada figur cawapres potensial yang bukan berasal dari politisi partai. Menteri BUMN Erick Thohir mendapatkan aliran dukungan sebagai tokoh yang dinilai layak menjadi cawapres dari 43,6 persen pendukung PDI-P.
Hal ini tentu tidak terlepas dari apa yang dipersepsikan kepada Erick sebagai figur yang menjadi bagian dari menteri kabinet yang dekat dengan partai penguasa. Berbeda dengan Sandiaga, para responden yang mendukung Erick untuk menjadi bakal cawapres sebagian besar (74,1 persen) adalah pendukung Jokowi.
Sementara kondisi yang sangat berbeda terlihat dari komposisi yang membentuk dukungan bagi AHY. Responden yang menilai Ketua Umum Partai Demokrat ini layak untuk mengisi posisi cawapres dalam pilpres mendatang sebagian besar justru berasal dari Gerindra (24,5 persen).

Disusul kemudian proporsi terbesar kedua baru berasal dari pendukung Demokrat sebesar 16,3 persen. Dukungan yang cukup besar juga tampak mengalir dari pemilih salah satu partai yang tergabung dalam satu koalisi, yaitu Nassem (14,3 persen).
Kondisi yang kontras sangat terlihat jika menilik lebih lanjut pada sikap pengusung AHY ini terhadap pemerintah. Mayoritas atau tiga perlima bagian responden yang mendukung AHY sebagai wapres merupakan kelompok pendukung non-Jokowi.
Pada akhirnya, preferensi publik untuk menilai kelayakan figur untuk menjadi pemimpin tidak dapat dipisahkan dari isu partisan dari latar sikap politik, sekalipun hal itu juga telah diproyeksikan terhadap faktor yang melekat pada figur bakal cawapres itu sendiri. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Prabowo Kembali ke Puncak, Melampaui Ganjar