Kasus Covid-19 di Indonesia Masih Fluktuatif
Setelah WHO mengakhiri status darurat Covid-19, Indonesia memasuki fase penyebaran Covid-19 yang rendah dengan jumlah kasus positif harian yang fluktuatif, mengikuti siklus mobilitas dan kemunculan varian baru.
Kita belum sepenuhnya lepas dari incaran Covid-19. Meski pemerintah sudah mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sejak akhir tahun lalu, penularan Covid-19 masih terjadi dalam skala kecil.
Begitu pula ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi menyatakan pandemi global Covid-19 berakhir per 5 Mei 2023, masih terjadi sedikit kenaikan kasus.
Meski PPKM telah dicabut, Presiden Joko Widodo meminta masyarakat tetap mengunakan masker di keramaian dan ruangan tertutup. Masyarakat harus mandiri mencegah penularan, mendeteksi gejala, dan mencari pengobatan jika terpapar virus.
Sementara fasilitas dan tenaga kesehatan harus selalu siap siaga merespons penyebaran, termasuk meningkatkan vaksin penguat untuk masyarakat.
Indonesia termasuk negara yang berhasil mengendalikan Covid-19 sehingga kegiatan ekonomi bisa cepat pulih. Selain indikator penyebaran yang rendah, cakupan imunitas penduduk yang tinggi menjadi alasan pencabutan PPKM.
Namun, bukan berarti kasus Covid-19 tidak lagi ditemukan di Indonesia. Sejak awal tahun 2023, jumlah kasus positif harian di Indonesia memang cenderung turun dari 600-an kasus per hari menjadi 100-200 kasus per hari hingga awal puasa di Ramadhan.
Seiring dengan meningkatnya arus mudik, angka kasus positif harian pun meningkat. Setelah sempat mereda pasca-arus balik, kasus terkonfirmasi positif meningkat oleh merebaknya subvarian Arcturus yang dimulai dari India pada Maret.
Potret turun-naiknya kasus baru Covid-19 terekam dalam pengukuran secara periodik Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC) oleh Kompas. Di pengujung tahun 2022 saat PPKM dicabut, skor nasional IPC berada pada level 87. Di minggu pertama tahun 2023 skor nasional IPC meningkat perlahan menjadi level 88 dan terus naik ke angka 92 pada minggu terakhir Februari.
Level 92 merupakan level tertinggi skor nasional yang dicapai selama pengukuran indeks sejak pertengahan tahun 2021 saat gelombang varian Delta mencapai puncak. Skor tertinggi ini bertahan selama dua minggu.
Akan tetapi, di minggu pertama Maret skor nasional IPC mulai turun perlahan menjadi 91 dan hingga sekarang di level 86. Posisi ini sama dengan skor di pertengahan Desember tahun lalu. Namun, kondisi penyebaran masih terkendali dengan baik.
Baca juga : Analisis Litbang ”Kompas”: Tetap Waspada meski PPKM Usai
Skor di Jawa
Sebagaimana pola penyebaran virus di tahun-tahun sebelumnya, penurunan skor nasional IPC selalu dimulai dari wilayah Jawa-Bali. Artinya, kasus positif yang tinggi terjadi di wilayah Jawa-Bali terlebih dahulu. Baru menyebar ke luar Jawa-Bali. Perbaikan skor pun dimulai di wilayah Jawa-Bali dan diikuti wilayah lain.
Pada minggu pertama Maret 2023, provinsi yang terlebih dahulu mengalami penurunan skor adalah DI Yogyakarta yang turun 5 poin dari 97 ke 92. Selanjutnya Bali turun 3 poin dari 98 ke 95 dan Jawa Tengah turun satu poin menjadi 90.
Skor DKI Jakarta baru menurun di minggu kedua Maret sebanyak 4 poin, yaitu dari 96 ke 92. Penurunan terbanyak di minggu tersebut dialami oleh Jateng sebanyak 5 poin ke level 85. Penurunan skor DKI Jakarta terus berlanjut hingga minggu keempat Maret atau satu minggu pertama berpuasa.
Skor DKI Jakarta turun menjadi 85 dan berada di bawah skor nasional yang masih di level cukup tinggi, yakni 91. Seluruh provinsi di Jawa skornya di bawah skor nasional. Artinya, Jawa sedang mengalami kasus infeksi yang lebih tinggi dibandingkan provinsi lain.
Mobilitas yang lebih bebas dengan volume yang tinggi seiring masuknya bulan puasa dan menjelang Lebaran menjadi faktor yang menyebabkan tingginya angka infeksi.
Secara nasional, jumlah kasus positif harian selama masa puasa bergerak dari angka 300-an kasus per hari menjadi di atas 1.100 kasus per hari menjelang Lebaran.
Pasca-Lebaran, angkanya masih naik berkisar 1.100-2.000 kasus per hari pada awal Mei. Skor IPC DKI Jakarta mencapai titik terendah, yakni 80 pada minggu pertama Mei. Pada saat itu, skor DKI Jakarta turun paling banyak dibandingkan provinsi lain, yaitu 5 poin.
Di minggu kedua Mei, per 14 Mei 2023, skor nasional bertahan di level 86 selama dua minggu berturut-turut. DKI Jakarta sudah mulai pulih dan skornya kembali meningkat ke level 85. Umumnya, skor provinsi-provinsi di Jawa juga sudah mulai naik. Tertinggi dialami oleh Jawa Barat sebanyak 6 poin.
Mobilitas yang lebih bebas dengan volume yang tinggi seiring masuknya bulan puasa dan menjelang Lebaran menjadi faktor yang menyebabkan tingginya angka infeksi.
Provinsi-provinsi yang masih mengalami penurunan skor berada di luar Jawa, seperti NTB dan NTT yang masih turun masing-masing 3 poin dan 2 poin. Sulawesi Utara skornya masih turun cukup banyak, yaitu 4 poin.
Provinsi Kepulauan Bangka dan Belitung masih turun 3 poin. Aceh dan Sumatera Utara turun masing-masing 2 poin. Sementara Kalimantan Timur turun 2 poin dan Maluku Utara turun 1 poin.
Baca juga : Menyongsong Akhir Pandemi Covid-19
Varian Arcturus
Peningkatan kasus positif yang menyebabkan skor IPC provinsi banyak yang turun tidak hanya akibat tingginya mobilitas masyarakat pasca-Lebaran, tetapi juga ada andil dari ditemukannya subvarian baru dari turunan varian Omicron yang diberi nama subvarian Arcturus (XBB.1.16).
Subvarian yang juga menular ini pertama kali ditemukan di India pada akhir Maret dan sudah menyebar ke lebih dari 20 negara, termasuk di Amerika Serikat. Subvarian ini sudah masuk dalam pantauan WHO. Akan tetapi, gejala yang ditimbulkan oleh subvarian ini tidak secara signifikan menimbulkan lonjakan kasus positif ataupun menimbulkan kedaruratan, apalagi menyebabkan kematian.
Varian ini dijumpai di Indonesia pada 17 April 2023. Terdapat tujuh pasien yang terinfeksi subvarian Arcturus dengan gejala ringan. Gejalanya hampir mirip dengan varian-varian Covid-19 pada umumnya, yakni batuk, flu, demam, dan sakit tenggorokan. Pada anak terdapat gejala konjungtivitis yang ditandai dengan mata merah, bengkak, dan nyeri. Meski bergejala ringan, ia berpotensi menimbulkan lonjakan kasus.
Meski status kedaruratan kesehatan telah dicabut WHO dan menandai berakhirnya pandemi Covid-19 secara global, kewaspadaan terhadap munculnya varian baru yang tak kalah berbahaya tidak boleh surut.
Bagaimanapun, Covid-19 telah menimbulkan kepedihan yang luar biasa karena merenggut korban jiwa sekitar 7 juta orang di seluruh dunia. Indonesia menyumbang 2,3 persen terhadap jumlah tersebut.
Covid-19 memberi pelajaran berharga bagi masyarakat untuk sadar menjaga kesehatan dengan mandiri menerapkan protokol kesehatan. Masyarakat dan pemerintah harus selalu waspada dan bersiaga.
Sebab, pola penyebaran Covid-19 kini akan selalu fluktuatif, naik dan turun tergantung pada siklus mobilitas masyarakat dan kemunculan subvarian baru. (LITBANG KOMPAS).
Baca juga : WHO: Pandemi Diharapkan Berakhir Sebelum Akhir 2023