Jateng, Sumber Pemudik dan Kaum Migran Terbesar di Indonesia
Jumlah pemudik masa Lebaran yang sangat banyak menuju Jateng dan menjadi yang terbesar secara nasional kian menguatkan dugaan bahwa Jateng merupakan pusat daerah asal kaum perantau di Indonesia.
Oleh
Budiawan Sidik A
·5 menit baca
Pergerakan masyarakat pada masa Lebaran tahun ini kian mengesankan bahwa Provinsi Jawa Tengah merupakan sumber utama daerah asal pemudik terbanyak di Indonesia. Tingginya angka prediksi jumlah pemudik yang mengarah ke Jateng juga mengindikasikan bahwa kaum migran yang berasal dari Jateng mendominasi secara nasional.
Berdasarkan data Survei Potensi Pergerakan Nasional Masyarakat Periode Angkutan Lebaran 2023, Kementerian Perhubungan, diperkirakan arus perjalanan mudik di seluruh Indonesia tahun ini mencapai 123,8 juta orang. Dari estimasi sebanyak itu, sekitar 26 persen atau hampir 33 juta orang pelaku perjalanan menuju ke Provinsi Jateng. Jumlah ini merupakan yang terbanyak di seluruh Indonesia jauh mengalahkan tujuan mudik Ke Jawa Timur dan Jawa Barat yang masing-masing di bawah 24 juta orang.
Fenomena tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa Jateng merupakan daerah asal migrasi terbanyak di Indonesia. Dalam perjalanan sejarahnya sejak dahulu hingga sekarang, Jateng secara teratur mengirimkan masyarakatnya untuk bermigrasi ke luar daerah. Sebagian masyarakat yang “hijrah” demi meningkatkan kualitas hidup ini akhirnya menetap dan membina generasi keluarganya di daerah lain di luar Jateng.
Masifnya akumulasi penduduk yang sudah bermigrasi itu baru terlihat jelas fisiknya ketika masa-masa Lebaran. Tingginya intesitas arus mudik menuju kampung halaman menjadi satu indikasi bahwa daerah yang dituju untuk pulang kampung itu menjadi asal muasal daerah para kaum migran yang merantau. Tahun ini, jumlah pemudik yang sangat banyak menuju Jateng dan menjadi yang terbesar secara nasional kian menguatkan dugaan bahwa Jateng merupakan pusat daerah asal kaum perantau di Indonesia.
Secara umum, pengertian migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan melewati batas administrasi daerah atau batas negara dengan tujuan untuk tinggal menetap. Penduduk atau masyarakat yang melakukan migrasi ini disebut dengan kaum migran. Kelompok migran terbagi menjadi dua. Pertama, migran seumur hidup yang artinya adalah seseorang yang provinsi tempat lahirnya berbeda dengan provinsi tempat tinggal pada saat pencacahan. Kelompok kedua, ialah migran risen yang berarti seseorang yang provinsi tempat tinggalnya pada masa lima tahun sebelumnya berbeda dengan provinsi tempat tinggal pada saat pencacahan terbaru.
Berdasarkan data Profil Migran Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS, menujukkan bahwa penduduk Indonesia yang berstatus migran seumur hidup pada tahun 2021 mencapai 11,1 persen. Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 275 juta jiwa maka jumlah penduduk migran seumur hidup secara nasional berkisar 30 juta jiwa.
Untuk penduduk berstatus migran risen pada tahun yang sama mencapai besaran 2,1 persen atau sekitar 5,7 juta jiwa. Dari data ini maka akumulasi jumlah penduduk Indonesia yang sedang merantau sekarang baik seumur hidup ataupun risen di luar provinsinya berkisar 36 juta jiwa.
Dari semua provinsi di Indonesia, tidak semuanya menarik untuk menjadi tujuan migrasi penduduk. Hanya sejumlah provinsi saja yang menarik untuk didatangi dan ditinggali. Salah satu ukurannya terlihat dari besaran penduduk migrasi seumur hidup di masing-masing provinsi yang sangat bervariasi. Dari 34 provinsi, setidaknya hanya semilan provinsi saja yang saat ini menjadi tujuan merantau para kaum migran. Provinsi tersebut adalah Riau, Jambi, Kepulauan Riau, Jakarta, Banten, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Papua Barat.
Kesembilan provinsi tersebut persentase kaum migran seumur hidup di wilayahnya rata-rata di atas 20 persen dari total jumlah penduduknya. Persentase terbesar berada di Provinsi Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Kaltim, Kalimantan Utara, dan Papua Barat. Keenam provinsi ini rata-rata jumlah kaum migran seumur hidup di wilayahnya mencapai lebih dari 30 persen. Hampir sepertiga penduduknya merupakan kaum perantau dari berbagai daerah di Indonesia.
Jateng sumber migran
Maraknya daerah tujuan migrasi tersebut akan turut berimbas bagi daerah lainnya yang ditinggalkan karena sebagian penduduknya pergi merantau ke luar daerah. Untuk melihat fenomena ini dapat diukur dari besaran migrasi neto yang ada di setiap provinsi di Indonesia. Migrasi neto ini mengukur jumlah penduduk migran yang masuk di suatu daerah dikurangi dengan jumlah penduduk migran yang keluar dari daerah bersangkutan.
Bila notasi migrasi neto positif maka daerah tersebut mengalami surplus migrasi yang artinya menarik banyak kaum migran dari luar daerah untuk tinggal di daerah itu. Sebaliknya, bila migrasi neto negatif tandanya daerah bersangkutan relatif tidak menarik untuk ditinggali. Banyak penduduknya yang akhirnya merantau ke luar daerah untuk mencari kehidupan lebih baik dari daerah asalnya.
Berdasarkan data Profil Migran Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2021 menunjukkan Jateng menjadi provinsi terbesar yang mengalami defisit migran neto seumur hidup. Pada tahun 2020, migran neto di Jateng hampir mencapai 5 juta orang. Defisit terbesar berikutnya disusul Jatim sebesar negatif 2,7 juta jiwa dan Sumatera Utara defisit 1,5 juta jiwa.
Ketiga daerah ini merupakan daerah yang mengalami defisit neto negatif hingga di atas 1 juta jiwa. Daerah lainnya yang juga mengalami defisit migrasi neto adalah Sulawesi Selatan, Sumater Barat, Yogyakarta, NTT, Maluku, NTB, Aceh, dan Gorontalo. Ke-8 daerah ini mengalami defisit migrasi neto, tetapi cenderung lebih sedikit tidak lebih dari 1 juta jiwa pada tahun 2020.
Deskripsi data tersebut menunjukkan bahwa daerah sumber asal migran terbanyak di Indonesia itu berasal dari tiga provinsi, yakni Jateng, Jatim, dan Sumut. Ketiga daerah ini cenderung lebih banyak ditinggalkan oleh penduduk aslinya untuk merantau ke luar daerah. Sebaliknya, jumlah penduduk luar daerah yang tertarik untuk pindah dan bermukim di ketiga provinsi itu cenderung lebih sedikit dibandingkan yang bermigrasi ke luar daerah.
Pada 2020, provinsi di Indonesia yang mengalami surplus migrasi neto seumur hidup adalah Kaltim, Riau, Banten, dan Jabar. Keempat provinsi ini mengalami suplus migrasi neto hingga di atas 1 juta jiwa. Bahkan, untuk Provinsi Jabar mengalami surplus migrasi neto hingga sebanyak 2,8 juta jiwa. Keempat provinsi ini kemungkinan besar memiliki daya tarik bagi penduduknya dan juga penduduk dari luar daerah untuk bermukim di wilayah tersebut. Akibatnya, keempat provinsi ini cenderung menjadi target tujuan migrasi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Pola peralihan penduduk yang menyebar secara nasional, tetapi masih terfokus di sejumlah provinsi tertentu tersebut membuat pergerakan masyarakat menjadi terpola relatif jelas. Pada masa-masa Lebaran seperti saat ini, pola penyebaran penduduk sangat penting untuk menyiapkan sejumlah antisipasi pergerakan manusia agar dapat berlangsung secara aman dan terkendali.
Misalnya, pergerakan masyarakat dari wilayah Jabodetabek yang berkisar 18,3 juta jiwa, di mana sebagian besar di antaranya mengarah ke Jateng sangat penting untuk diatur manajemen perjalanannya agar para pemudik selamat sampai kampung halaman. Pengaturan manajemen pada masa Lebaran 2023 yang sebagain besar mengarah ke titik tengah Jawa ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa Jawa khususnya Jateng menjadi salah satu fokus utama tujuan para pemudik secara nasional.
Estimasi pemudik yang diperkirakan mencapai 33 juta orang menuju Jateng pada Lebaran 2023 ini mengindikasikan bahwa sebagian besar masyarakat Jateng sudah beranak pinak di tanah rantauan. Mereka sudah menetap dan memiliki keturunan yang dilahirkan dan dibesarkan di perantauan. Sebagian besar para kaum migran sudah memiliki generasi yang terlahir sebagai warga asli di daerah tujuan migrasi.
Kini, pada momen Lebaran, para kaum perantau yang relatif sudah menemukan jalan hidup dan pekerjaan di tanah rantauan kembali pulang untuk sesaat bertemu dengan keluarga di kampung asalnya. Fenomena demikian akan relatif mudah ditemukan di hampir seluruh wilayah Jateng pada masa-masa Lebaran seperti saat ini.
Kedatangan para pemudik di kampung halamannya ini diharapkan akan menggerakkan kegiatan ekonomi dari perputaran uang selama Ramadhan dan Lebaran. Untuk mengantisipasi kebutuhan uang kartal, Bank Indonesia Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah dan DIY telah menyediakan layanan menukar uang sebesar Rp 28,1 triliun.
Di sisi lain, banyaknya pemudik ini juga memerlukan antisipasi dari jajaran Pemprov Jateng dan pemerintah kota/kabupaten. Sejumlah persiapan sudah dilakukan Pemprov Jateng menjelang Lebaran, seperti distribusi kebutuhan pokok masyarakat harus merata, kelancaran lalu-lintas dan peningkatan fasilitas di tempat-tempat wisata.
Untuk meminimalkan potensi kecelakaan dari pergerakan pemudik ini, Pemprov Jateng bekerja sama dengan Bank Jateng, Jasa Raharja, dan RSUD Dr Moewardi menyediakan mudik gratis. Salah satunya ialah mudik gratis bagi 10.338 warga Jateng yang tinggal di Jabodetabek (17/4/2023).
Maraknya pemudik menuju Jateng dan persiapan yang dilakukan pemerintah dan lembaga terkait lainnya menunjukkan hajatan Lebaran yang tidak dapat dilepaskan dari Provinsi Jateng. Besarnya pemudik kian mengesankan bahwa Jateng menjadi salah satu pusat kaum migran yang hijrah ke kota-kota besar guna meningkatkan kualitas kehidupan bagi generasi mendatang. (LITBANG KOMPAS)