Separuh Penduduk Indonesia akan Mudik Lebaran 2023
Mudik identik dengan perayaan di hari raya Idul Fitri. Lambat laun kebiasaan ini menjadi hajatan rutin tahunan. Masifnya jumlah pemudik membuat perjalanan ke kampung halaman kala Lebaran tak lagi sederhana.
Oleh
VINCENTIUS GITIYARKO
·6 menit baca
Perjalanan mudik ke kampung halaman merupakan tradisi Lebaran yang dilakukan sebagian besar masyarakat Indonesia. Dari asal katanya, mudik berasal dari kata ”udik” yang artinya mengandung sifat kedesaan. Dalam lingkup ini, secara sederhana mudik dimaknai sebagai perjalanan kembali ke desa. Tentu bukan desa dalam arti sempit, melainkan arti luas: tanah kelahiran atau kampung halaman.
Mudik tidak dapat dilepaskan dari upaya masyarakat menjalin silaturahmi dan menjaga kekerabatan. Keberadaan pemudik Lebaran menunjukkan perpindahan orang dari desa ke kota tak memutus pertalian sosial. Batas-batas geografi dan wilayah tidak memutus hubungan kekerabatan atau persaudaraan.
Pada mulanya, perjalanan pulang berduyun-duyun ke kampung halaman merupakan tradisi Lebaran yang menjadi urusan lingkup keluarga. Namun, semakin tingginya pergerakan orang keluar dari wilayah asal membuat angka pemudik makin besar. Banyaknya pemudik membuat perjalanan ke kampung halaman tak lagi urusan personal dan keluarga, tetapi sudah menjadi agenda negara.
Pemerintah harus menyiapkan manajemen mudik dengan aman dan nyaman. Persiapan yang dilakukan meliputi menyediakan fasilitas mudik seperti transportasi massal, infrastruktur jalan dan penyeberangan, tempat istirahat (rest area), pasokan BBM, hingga antisipasi kemacetan serta kecelakaan lalu lintas.
Perayaan hari raya Idul Fitri tahun 2023 spesial. Setelah tiga kali Lebaran dirayakan dalam situasi pandemi, pembatasan mobilitas tahun ini tak lagi ketat. Hal ini akan menjadi euforia, terutama masyarakat perantau yang telah menahan diri untuk tak merayakan Lebaran di kampung halaman tiga tahun terakhir.
Lonjakan
Pada Lebaran 2021 hanya sekitar 1,5 juta orang yang mudik. Sebelumnya, tahun 2020, ketika pandemi masuk ke Indonesia, jumlah pemudik tercatat sekitar 297.000 orang saja. Dengan dibukanya kelonggaran mobilitas masyarakat pada 2023, yang sebenarnya sudah mulai dilakukan pada 2022, jumlah pemudik berpotensi berlipat kenaikannya.
Lonjakan ini tergambar dalam data proyeksi pemudik yang dirilis Kementerian Perhubungan. Dari hasil survei Potensi Pergerakan Nasional Masyarakat yang dilakukan Kemenhub, proyeksi jumlah pemudik tahun ini mencapai 45,8 persen jumlah penduduk Indonesia atau 123,8 juta orang.
Kondisi ini menunjukkan hampir separuh penduduk negeri ini akan melakukan perjalanan mudik Lebaran 2023. Dibandingkan dengan 2022, jumlah pemudik kala itu berkisar di angka 85 juta orang. Dengan demikian, kenaikan pemudik tahun 2023 mencapai 46 persen.
Masih dari data survei Kemenhub, Pulau Jawa tetap menjadi pusat pergerakan masyarakat, baik daerah asal maupun daerah tujuan perjalanan. Provinsi tertinggi yang menjadi daerah asal perjalanan adalah Jawa Timur, yakni 17,1 persen.
Wilayah asal berikutnya dengan persentase terbesar ialah Jawa Tengah sebanyak 15,1 persen, diikuti Jabodetabek 14,1 persen, serta Jawa Barat (non-Jabodetabek) sebesar 12,1 persen. Artinya, 58,4 persen asal pemudik didominasi oleh empat daerah ini, yang semuanya berada di Pulau Jawa.
Bergeser ke wilayah di luar Pulau Jawa, daerah asal pemudik tertinggi ialah Sumatera Utara (3,6 persen), Lampung (3,1 persen), Sulawesi Selatan (2,8 persen), dan Sumatera Selatan (2,7 persen). Dilihat dengan kacamata pulau setelah Jawa, pulau asal pemudik berikutnya adalah Sumatera. Provinsi-provinsi yang lain berada di angka 2 persen ke bawah sebagai wilayah asal pergerakan pemudik.
Berlanjut ke daerah tujuan perjalanan, provinsi-provinsi tujuan juga didominasi wilayah di Pulau Jawa. Jawa Tengah menjadi tujuan mudik tertinggi dengan 26,5 persen, diikuti Jawa Timur 19,9 persen. Daerah tujuan berikutnya yakni Jawa Barat (non-Jabodetabek) 16,7 persen, Jabodetabek 6,5 persen, dan Daerah Istimewa Yogyakarta 4,8 persen. Jika dijumlahkan, 74,4 persen pergerakan nasional Lebaran akan menuju lima wilayah ini.
Dengan komposisi daerah asal dan daerah tujuan pemudik yang terkonsentrasi di Pulau Jawa, masuk akal jika mayoritas pemudik memilih perjalanan darat. Semakin terbayangkan bahwa Jalan Tol Trans-Jawa menjadi jalur utama yang akan mengalirkan para pemudik.
Masuk akal pula mobil pribadi menjadi pilihan moda transportasi tertinggi dengan 22,1 persen. Selain jalan tol, jalan-jalan utama yang membelah Pulau Jawa dipastikan juga akan ramai pemudik. Penyebabnya, ada 20,3 persen calon pemudik yang akan mudik dengan sepeda motor.
Kendaraan umum menempati posisi berikutnya. Mudik naik bus direncanakan oleh 18,4 persen calon pemudik, diikuti 11,7 persen akan naik kereta api antarkota. Sementara itu, menyewa mobil dipilih sekitar 7,7 persen pemudik. Kembali pada moda transportasi umum, 5,4 calon pemudik mengaku akan naik kapal penyeberangan dan 5 persen berikutnya berencana naik pesawat terbang.
Langkah
Melihat tingginya potensi lonjakan jumlah pemudik tahun ini, campur tangan pemerintah menjadi keniscayaan. Salah satu langkah kebijakan skala nasional yang diambil pemerintah ialah memajukan rentang waktu cuti bersama. Cuti bersama yang awalnya 21-26 April 2023 dimajukan menjadi 19-25 April 2023.
Kebijakan ini ditandai dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) yang diterbitkan pada 29 Maret 2023. Harapannya, langkah ini dapat mengurangi penumpukan luar biasa di jalur mudik pada satu satuan waktu, yakni Jumat, 21 April 2023. Konkretnya, pemudik diharapkan bisa sudah memulai perjalanan sejak Rabu, 19 April 2023.
Meskipun kebijakan diambil demi mengurai penumpukan kendaraan di jalur mudik di satu waktu, nyatanya konsekuensi terkait hal ini dirasakan oleh dunia usaha. Apalagi keputusan ini dinilai mendadak. Salah satu konsekuensinya, sektor swasta harus memajukan pemberian tunjangan hari raya (THR) lebih awal sebagaimana diimbau pemerintah, yakni maksimal 18 April 2023. Selain itu, proses produksi dipandang terganggu dengan dua hari kerja yang dikurangi.
Salah satu kegelisahan ini diungkapkan oleh Anton Supit, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). ”Seharusnya jangan mendadak seperti ini, pemerintah bisa antisipasi sejak awal. Ini tiga minggu baru diajukan, jadi perusahaan harus menyesuaikan lagi. Ada dua hari kerja yang dikurangi. Tolong dimengerti kesulitan produksi,” ujar Anton (Kompas, 25/3/2023).
Tradisi
Kembali pada sisi masyarakat, mudik Lebaran telah menjadi budaya. Separuh penduduk yang akan mudik di momentum perayaan Idul Fitri 2023 memberikan gambaran mudik sebagai tradisi masyarakat Indonesia. Perjalanan ke kampung halaman untuk bersilaturahmi tak dapat dilepaskan dari perayaan Lebaran.
Meskipun perjalanan bakal padat dan memerlukan energi ekstra, mudik tetap menjadi kewajiban untuk dipenuhi. Apa pun sulitnya kondisi di tanah rantau, pemudik akan kembali ke kampung halamannya dan berharap menemukan sukacita bersama keluarga dan kerabat.
Dengan kondisi ini, mudik bisa dipandang sebagai katarsis masyarakat rantau. Tekanan hidup di perantauan atau pencapaian atas hasil-hasil usaha yang tersimpan dalam batin perlu pelepasan emosi atau penyaluran ekspresi.
Dalam kerangka ini, kembali ke kampung halaman dan merayakan hari istimewa bersama keluarga besar tentu tak bisa dipandang sebelah mata maknanya. Maka, berapa pun usaha yang akan dikerahkan serta biaya yang harus dikeluarkan, mudik adalah Lebaran dan Lebaran adalah mudik.(LITBANG KOMPAS)