Silaturahmi Lebaran, Generasi Muda Tetap Memperjuangkan Perjumpaan Fisik
Publik menilai silaturahmi merupakan hal yang penting dilakukan saat Idul Fitri. Di tengah segala tantangan untuk melakukan perjalanan mudik, generasi muda tetap mengusahakan silaturahmi fisik pada hari Lebaran.
Oleh
VINCENTIUS GITIYARKO
·4 menit baca
Tahun ini, silaturahmi dapat lebih bebas dirayakan setelah dalam tiga Lebaran terakhir mobilitas masyarakat dibatasi ketat. Momentum tahunan ini memberi kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk berkumpul bersama sanak keluarga, saling memaafkan, dan merawat pertalian sosial. Jajak pendapat Kompas merekam tiga hal tersebut masih menjadi hal utama yang muncul dalam benak publik ketika berbicara tentang silaturahmi.
Sebanyak 45,1 persen responden mengaku, berkumpul bersama keluarga menjadi hal pertama yang lekat dengan kata silaturahmi. Setelah itu, bermaaf-maafan diakui oleh 18,1 persen responden muncul dalam benak ketika mendengar kata silaturahmi. Berikutnya, sebanyak 10,6 persen responden mengidentikkan silaturahmi dengan merawat relasi sosial.
Dari hasil ini, tampak bahwa momentum merekatkan kembali relasi sosial terjadi pada hari raya Idul Fitri. Berkumpul, memaafkan, dan menjaga hubungan sosial dinilai sangat krusial. Hal ini selaras dengan temuan bahwa sembilan dari 10 responden menilai bersilaturahmi penting.
Persepsi publik dalam memandang pentingnya bersilaturahmi mencerminkan sisi lain rutinitas kehidupan yang setiap hari mendapat gempuran pola hidup transaksional. Semakin modern pola hidup, semakin kuat pula prasangka bahwa manusia makin individualistis.
Namun, tampak masyarakat tetap mengingat bahwa relasi kekerabatan yang bersifat harmonis tidak boleh luntur. Mayoritas responden (82,2 persen) memandang, memperkuat persaudaraan dengan keluarga atau kerabat menjadi alasan penting di balik bersilaturahmi.
Budaya
Menariknya, merayakan Lebaran dengan bersilaturahmi terbentuk menjadi budaya masyarakat yang inklusif tanpa sekat-sekat religius. Sebagai bagian dari budaya, menjadi fenomena yang wajar kepulangan anak yang merantau senantiasa ditunggu-tunggu oleh orangtua di kampung halaman.
Namun, ada indikasi bahwa pandemi mulai memperbarui cara pandang publik terhadap budaya silaturahmi. Di tengah ketidakmungkinan berkumpul secara fisik, perjumpaan virtual menjadi siasat yang diambil untuk tetap dapat bersilaturahmi.
Fenomena ini membuat persepsi publik tentang silaturahmi tak lagi kaku menuntut perjumpaan fisik. Bahkan, proporsi penerimaan publik terhadap perjumpaan virtual sebagai bentuk silaturahmi sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang masih mengidentikkan silaturahmi dengan perjumpaan fisik.
Tak kurang dari 58,8 persen responden setuju bahwa baik perjumpaan fisik maupun perjumpaan virtual melalui panggilan video sama-sama bentuk silaturahmi yang dapat diterima. Sebaliknya, sekitar 40,6 persen berpandangan bahwa bersilaturahmi harus bertemu secara fisik. Kelompok responden ini kurang sepakat bahwa panggilan video atau telepon merupakan bentuk silaturahmi.
Lebih terbuka
Temuan ini menjadi menarik ketika dilihat berdasarkan kategori usia, yakni generasi muda dan generasi senior. Generasi muda merupakan responden dengan usia di bawah 40 tahun, sementara generasi senior ialah kelompok responden dengan usia 40 tahun ke atas. Termasuk dalam kelompok senior ialah mereka yang lanjut usia.
Hasilnya, proporsi penerimaan terhadap perjumpaan virtual sebagai bentuk silaturahmi sama-sama lebih besar di kedua kategori responden ini. Uniknya, kelompok responden senior lebih terbuka terhadap silaturahmi virtual.
Sebanyak 66,7 persen responden generasi tua memandang perjumpaan fisik ataupun virtual sama saja. Sebanyak 31,9 persen responden generasi tua masih mengharuskan bertemu secara fisik. Ada satu hal menarik untuk memaknai persepsi generasi senior itu.
Saat ini, dengan faktor pandemi dan mungkin pula ekonomi, generasi senior yang kemungkinan besar menjadi tujuan mudik atau bersilaturahmi sudah tak lagi ingin ”menyulitkan” generasi muda. Generasi senior tak ingin anak mereka bersusah payah pergi ke kampung halaman demi bersilaturahmi. Dengan menantangnya perjalanan mudik Lebaran, makin besar pula alasan yang tampaknya mendasari toleransi generasi senior ini.
Kecenderungan berbeda ditunjukkan generasi muda. Penerimaan terhadap silaturahmi virtual tetap lebih tinggi, tetapi selisihnya lebih rendah jika dibandingkan dengan generasi tua. Kelompok generasi yang masih menekankan pertemuan fisik saat bersilaturahmi sebanyak 46,9 persen.
Masih dominannya responden generasi muda mempersepsikan silaturahmi harus dalam bentuk fisik menunjukkan tanggung jawab moral yang tetap ingin dipenuhi. Budaya silaturahmi cukup lekat dengan istilah sungkem dalam bahasa Jawa yang artinya penghormatan anak terhadap orang tua. Artinya, porsi kewajiban bersilaturahmi lebih besar berada di tangan generasi muda.
Untuk itu, generasi muda tampak masih menjunjung tinggi nilai sosial tersebut dengan mengusahakan bertemu secara fisik. Generasi muda inilah yang akan memadati jalan-jalan menuju kampung halaman saat mudik Lebaran.
Tantangan
Meskipun orangtua sudah mulai maklum kalau tak sempat berjumpa fisik, hal ini tak menyurutkan niat generasi muda untuk berjumpa fisik. Tanggung jawab sosial dan moral tetap ingin dipenuhi generasi muda. Sisi pragmatisnya, bagi pekerja yang berada di kota, Lebaran menjadi kesempatan mengambil cuti relatif lebih panjang dibandingkan waktu yang lain.
Di tengah momentum silaturahmi ini, publik tetap melihat ada tantangan dalam melakukan silaturahmi, terutama jika harus mudik. Faktor biaya besar diakui menjadi tantangan oleh 37,4 persen responden. Selain itu, 27 persen responden tetap merasa waktu libur yang terbatas menjadi tantangan.
Sebanyak 19,4 persen lain melihat mahalnya biaya transportasi sebagai tantangan. Selain itu, 6,6 persen responden masih melihat pandemi Covid-19 merupakan tantangan untuk bersilaturahmi tahun ini.
Sebagaimana diprediksi Kementerian Perhubungan, sebanyak 123,8 juta orang di seluruh Indonesia akan melakukan perjalanan mudik pada Lebaran 2023. Sebanyak 18,3 juta pemudik di antaranya berasal dari wilayah Jabodetabek. Misi utama masyarakat dalam mudik ialah bersilaturahmi, memenuhi tanggung jawab sosial dan moralnya.
Di tengah segala tantangan, silaturahmi akan tetap diperjuangkan baik secara virtual maupun fisik. Generasi muda masih akan memenuhi ”kewajiban” untuk sungkem secara langsung. Apa pun bentuknya, silaturahmi merupakan sarana yang bertujuan menciptakan dan menjaga kehidupan harmonis. (LITBANG KOMPAS)