Kegagalan Menjadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20, dari Sepak Bola hingga Politik
Sepak bola tidak bisa dilepaskan dari urusan politik. Kegagalan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 menjadi pelajaran untuk membenahi sepak bola dan lebih luas lagi, menanggapi perkara persatuan bangsa.
Oleh
Yohanes Mega Hendarto
·4 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Seorang peserta memegang spanduk berisi kekecewaan atas tidak jadinya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (31/3/2023). Perkumpulan warga pecinta sepakbola menggelar aksi berbagi pita hitam atas kekecewaan dibatalkannya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Aksi ini diikuti kurang dari 10 orang. Mereka mengaku aksi serupa dilakukan di 10 titik di Jabodetabek. Fakhri Fadlurrohman (Z19)
Kegagalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 mendatangkan kekecewaan bagi sebagian masyarakat. Munculnya narasi-narasi berbau politis dituding warganet sebagai penyebab utama kegagalan. Inikah pertanda awal tantangan persatuan bangsa untuk tahun depan?.
Argentina telah resmi ditunjuk FIFA sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 menggantikan Indonesia setelah statusnya dicabut pada 29 Maret 2023. Sebelumnya, Indonesia ditetapkan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 sejak Oktober 2019 lalu dalam Rapat Dewan FIFA di Shanghai, China mengalahkan kandidat lain seperti Peru dan Brasil. Piala Dunia U-20 ini sejatinya digelar pada 2021 lalu, tetapi akhirnya dibatalkan karena pandemi Covid-19. Selanjutnya, ditentukan jadwal pertandingan baru pada 20 Mei – 11 Juni 2023.
Mendekati waktu pelaksanaan muncul beragam pendapat yang memicu kontroversi terkait Piala Dunia U-20 di Indonesia. Pada 14 Maret 2023, muncul pernyataan Gubernur Bali, I Wayan Koster yang menolak kehadiran timnasIsrael. Pandangan serupa juga diserukan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Pernyataan kedua tokoh ini diamplifikasi oleh sejumlah partai politik dan organisasi masyarakat sehingga menimbulkan sejumlah perdebatan.
Narasi-narasi tersebut terus bergulir di media sosial dengan mencampuradukkan persoalan politik dan sepak bola berikut pro kontranya. Gelombang narasi mulai membesar pada 25 Maret 2023 saat tersiar kabar pembatalan acara undian peserta Piala Dunia U-20 2023 yang semestinya diselenggarakan FIFA pada 31 Maret 2023 di Bali. Eskalasi isu di media sosial meningkat tajam pada 29 Maret 2023 saat FIFA resmi mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Pergolakan isu di media sosial tersebut dipantau oleh Litbang Kompas melalui aplikasi Talkwalker pada 24-31 Maret 2023 dengan kata kunci “piala dunia” dan saringan bahasa Indonesia. Kata kunci ini lebih sering digunakan warganet dan media daring dibandingkan “U20”, “Piala Dunia U20”, ataupun “tuan rumah”. Hasilnya, terdapat 280.000 percakapan dan 2,4 juta interaksi di antara warganet dari berbagai media sosial.
Sentimen yang terlihat dalam sepekan cenderung menyiratkan ungkapan ketidaksetujuan, kekecewaan, hingga marah dari warganet. Warganet tidak setuju jika FIFA mencabut Indonesia dari status Piala Dunia U-20. Selain itu, persoalan keikutsertaan timnas Israel di Piala Dunia U-20 juga masih memunculkan pro dan kontra di kalangan warganet.
Dalam linimasa percakapan sepekan, masifnya sentimen negatif tersebut mencapai puncaknya pada Rabu, 29 Maret 2023 pukul 22.00-23.00 WIB. Berita FIFA membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 yang disiarkan akun media sosial dan media daring menjadi rujukan warganet dalam percakapan isu negatif ini. Selain itu, juga mengacu pada pemberitaan media massa yang dengan cepat menangkap fenomena serta memunculkan pro dan kontra terkait keikutsertaan timnas Israel.
Berebut narasi
Narasi politik tidak dapat dilepaskan sebagai variabel yang mempengaruhi dalam keseluruhan isu ini. Pandangan pro dan kontra terhadap kedatangan timnas Israel pada akhirnya juga berpengaruh pada pandangan warganet yang terbelah di media sosial. Besarnya gelombang pro dan kontra inilah yang kemudian disinyalir menjadi halangan utama Ketua Umum PSSI Erick Thohir ketika bertemu Presiden FIFA Giovanni Vincenzo Infantino di Doha, Qatar untuk mempertahankan status tuan rumah Indonesia.
Dari kronologi percakapan di media sosial, narasi pro dan kontra dapat dipetakan menjadi beberapa pandangan. Narasi kontra pertama kali datang dari Partai Keadilan Sejahtera (24 Maret 2023) yang menolak kedatangan timnas Israel dengan alasan menjaga marwah bangsa dan komitmen kemanusiaan. Gagasan tersebut turut didukung sejumlah tokoh seperti Gubernur Bali I Wayan Koster, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj, diikuti sejumlah perwakilan partai politik dan organisasi masyarakat.
Di tataran warganet, narasi kontra tersebut diperluas hingga membawa alasan konstitusi bangsa. Terlihat juga, akun pemberitaan media daring cenderung menyorot narasi kontra sehingga makin mengamplifikasi pandangan itu. Kelompok kontra ini menggunakan tagar #FreePalestine, #SavePalestine, #OpIsrael, dan #TolakTimnasIsrael di berbagai media sosial.
Sementara itu, narasi pro mulai muncul dari tanggapan Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf dengan mempertanyakan alasan kelompok kontra yang menolak kedatangan timnas Israel. Posisi pemerintah tetap mendukung penyelenggaraan Piala Dunia U-20 dengan pernyataan resmi Presiden Joko Widodo pada 28 Maret 2023. Keberpihakan tersebut kemudian juga didukung oleh sejumlah tokoh seperti Ketua Umum PSSI Erick Thohir dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Listyo Sigit yang turut menjamin keamanan Piala Dunia U-20. Ada pula dukungan dari Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana yang memberikan pernyataan dasar argumen ideologis.
Selain mengutip pernyataan tokoh yang pro, warganet di kubu ini justru mengeluarkan asumsi liar terhadap kelompok yang kontra. Warganet di kubu pro menuding bahwa ada kepentingan politik di balik pernyataan para tokoh yang kontra, apalagi menjelang Pemilu 2024. Selain itu, warganet terus menyuarakan agar tidak dicampuradukkannya urusan politik dan agama dengan sepakbola melalui tagar di media sosial, seperti #GueBarengErickThohir, #BolaPemersatuBangsa, #U20HarusJadi, dan #KitaMauMainBola.
Ketua Umum PSSI Erick Thohir memberikan keterangan terkait pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (31/3/2023). Erick bertemu Presiden melaporkan hasil pertemuan dengan Presiden FIFA Gianni Infantino menyusul dicabutnya status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Erick menyampaikan bahwa Joko Widodo menginstruksikan kepada dirinya untuk segera membuat peta biru transformasi sepak bola dan kembali membuka pembicaraan dengan FIFA untuk tetap menjadi bagian keluarga besar FIFA. KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Dari deretan akun terpopuler, akun media sosial sejumlah tokoh seperti @erickthohir, @jokowi, dan @ganjarpranowo, turut dijadikan “wadah” warganet untuk beradu narasi. Adu narasi ini juga terekam di sejumlah akun media sosial yang selama ini menyajikan konten-konten terkait sepak bola seperti @FaktaSepakbola, @idextratime, dan @GOAL_ID. Dari sini terlihat, terkait kecepatan menangkap isu, media massa arus utama justru gagal menjadi jembatan aspirasi publik dalam persoalan ini.
Artinya, media sosial menjadi arena pertarungan berebut narasi antara kubu yang pro dan kontra. Narasi makin jelas mengerucut pada penolakan dan penerimaan timnas Israel dengan berbagai alasan masing-masing. Namun, uniknya kedua kubu masih mengharapkan Indonesia tetap menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
Tantangan bangsa
Setelah pernyataan resmi FIFA yang mencabut Indonesia dari status tuan rumah Piala Dunia U20, kedua kubu masih terus bergejolak. Kali ini keduanya saling tuding mencari aktor dan alasan kegagalan ini. Komentar kekecewaan para tokoh setelah keluarnya putusan FIFA pun tidak dapat meredakan perdebatan di media sosial.
Kubu kontra mengkritik FIFA yang melakukan standar ganda dengan menerima timnas Israel, tapi menolak timnas Rusia di Piala Dunia 2022. Padahal, penolakan timnas Rusia kala itu disuarakan oleh sejumlah negara, seperti Perancis, Inggris, Polandia, Swedia, Republik Ceko, dan Wales karena invasi ke Ukraina. Sementara itu, penolakan timnas Israel di Piala Dunia U-20 ini hanya diajukan oleh Indonesia.
Kubu pro menuding adanya agenda politik di balik suara-suara tokoh yang menolak. Kelompok ini justru mempertanyakan narasi penolakan yang baru muncul sekarang. Bukan mengemuka sejak 2019 lalu ketika Indonesia ditetapkan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Lagipula, atlet dan delegasi Israel sudah pernah datang dan berkompetisi di Indonesia dalam berbagai kesempatan seperti Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2015 dan Balap Sepeda UCI Track Nations 2023.
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
Pemain Timnas U-20, Arkhan Kaka hadir di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (31/3/2023).
Perdebatan saling menyalahkan yang kini masih bergulir perlu untuk segera ditinggalkan. Perbaikan sepak bola nasional justru perlu menjadi prioritas, mengingat penyelesaian Tragedi Kanjuruhan pun masih meninggalkan kontroversi terutama bagi keluarga korban. Dalam pernyataannya, FIFA pun masih bersedia membantu Indonesia dalam berbenah setelah tragedi yang terjadi Oktober 2022 lalu.
Terlepas dari narasi yang masih berkelindan di media sosial, pemerintah perlu menaruh perhatian pada persoalan yang lebih besar di balik pro dan kontra ini. Isu penolakan timnas Israel dan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 ini nyatanya dapat ditumpangi oleh kepentingan sejumlah kelompok. Artinya, persatuan masyarakat masih rentan bila dihadapkan pada isu politik dan sentimen ideologi serta agama.
Fakta bahwa Indonesia telah gagal menjadi tuan rumah dan ikut serta Piala Dunia U-20 harus diterima dengan berat hati. Baik pemerintah, pemangku kepentingan, para tokoh, dan masyarakat perlu menempatkan perkara ini dalam kerangka yang lebih besar. Terlebih, kontestasi politik sudah di depan mata dan perkara kerukunan bangsa perlu jadi perhatian bersama selanjutnya. (LITBANG KOMPAS)