Agar memperoleh berita berkualitas, audiens perlu berkontribusi dalam mengakses media. Modelnya bisa dengan berlangganan ataupun berdonasi untuk keberlangsungan perusahaan pers.
Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
·3 menit baca
Keberlangsungan perusahaan pers selama ini ditopang dua sumber pendapatan yang utama, yaitu dari iklan dan pemasukan dari pelanggan. Dalam publikasi Reuters Institute yang berjudul ”Journalism, Media, and Technology Trends and Predictions 2023” disebutkan, 80 persen perusahaan pers di dunia masih mengandalkan pendapatan utama dari iklan.
Namun, porsi belanja iklan global telah bergeser. Hal ini tampak dari data UNESCO pada periode 2010-2021. Satu dekade silam televisi menjadi primadona para pengiklan dengan meraup 36,7 persen dari nilai belanja iklan dunia. Selanjutnya koran cetak 22,9 persen, platform internet dan digital 14,8 persen, serta majalah 10,3 persen.
Kini pembagian kue iklan berubah drastis. Kanal digital pada 2021 menguasai separuh dari pasar iklan global. Itu pun mayoritas mengalir ke raksasa perusahaan teknologi dunia, seperti Google dan Meta. Sisanya terbagi pada televisi 28,1 persen, koran cetak 5,7 persen, dan majalah 3,3 persen.
Dengan kondisi ini, lazim dijumpai portal berita digital gratis yang bertabur iklan dalam bentuk web banner serta pop up yang acap kali mengganggu pandangan audiens. Di tengah kondisi yang kurang nyaman disimak ini, portal berita gratisan masih menjadi andalan masyarakat Indonesia.
Karena itu, kontribusi audiens menjadi semakin penting sebagai penopang sumber pendapatan media. Menilik potensi pangsa pasar berita berbayar di Indonesia, setidaknya terdapat 18 persen masyarakat yang tertarik berlangganan berita digital. Angka tersebut diperoleh dari hasil survei terhadap 2.007 penduduk Indonesia yang dilakukan Reuters Institute yang dibantu YouGov pada Januari- Februari 2022.
Hasil survei ini bisa menjadi angin segar bagi perusahaan pers sebab sumber pendapatan audiens diharapkan secara bertahap bisa menopang keberlangsungan perusahaan media. Masih dari Reuters Institute, 80 persen dari perusahaan media di 53 negara di dunia berharap bisa mengandalkan pemasukan dari audiens mereka. Selain itu, 75 persen dari perusahaan pers yang disurvei juga menyatakan bahwa masih mengandalkan iklan yang dipajang pada portal berita mereka.
Kontribusi audiens
Menilik dari perspektif publik, terdapat beberapa daya tarik yang bisa menarik minat audiens untuk berlangganan berita digital. Mariana Setyorini (39), pekerja lepas di Yogyakarta, berlangganan berita digital demi memperoleh berita bermutu.
Mutu dinilai dari penulisan yang nyaman dan enak dibaca, kemudian topik liputan yang bersifat serius dan berat tetapi bisa disajikan secara ringan dan mudah dimengerti. Selain itu, juga terkait kedalaman berita dan keragaman sudut pandang dalam mengulas isu atau peristiwa.
Marcellina Vera (23), karyawan swasta di Kota Depok, Jawa Barat, mengaku berminat berlangganan berita digital apabila ada nilai tambah. Misalnya berupa kupon potongan harga untuk produk tertentu.
”Bisa juga menghargai pelanggan dengan meminimalkan tampilan iklan di portal berita yang berbayar,” katanya.
Saat ini sudah ada beberapa perusahaan pers di Indonesia yang menggarap sumber pendapatan dari pelanggan, ada yang melalui skema berlangganan, ataupun berupa keanggotaan. Salah satu perusahaan media yang mengadopsi skema keanggotaan adalah Project Multatuli. Nilai tambah yang ditawarkan berupa interaksi dengan awak redaksi, potongan harga untuk produk tertentu, serta merchandise. Sementara yang memilih skema berlangganan dipelopori Kompas.id.
Selain itu ada pula KumparanPLUS dari Kumparan, kemudian ada Tempo Digital Premium, Kontan Digital Premium, dan juga Kompas.com+. Masing-masing produk menawarkan fitur dan nilai tambah yang beragam.
Beragam tawaran berlangganan sudah disediakan perusahaan pers Indonesia. Kontribusi audiens kian penting untuk menopang sumber pendapatan media pasca-penurunan penghasilan iklan.
Kontribusi audiens itu juga diperlukan untuk tetap menjaga keberlangsungan kualitas jurnalisme di Indonesia, kesejahteraan pekerja media, dan iklim demokrasi nasional. (LITBANG KOMPAS)