Naik Turun Elektabilitas Partai Nasdem Pasca-pencalonan Anies Baswedan
Langkah Nasdem mencalonkan Anies Baswedan menjadi sebuah pertaruhan berisiko tinggi bagi Nasdem dalam mencapai visi-misi di Pemilu 2024. Seperti apa dampak terkini pengaruh pencalonan Anies bagi Nasdem?
Pasca-pencalonan Anies Baswedan sebagai calon presiden, Partai Nasional Demokrat atau Nasdem banyak disorot publik. Pro-kontra muncul sebagai ungkapan dukungan dan ketidaksetujuan pencapresan Anies. Namun, pimpinan Partai Nasdem bergeming, meyakini bahwa langkah politiknya sudah berada di jalur yang tepat.
Sulit dimungkiri, kali ini pertaruhan politik Nasdem menuju Pemilu 2024 menjadi momentum politik paling menonjol. Bagaimana tidak, Nasdem berani mengambil langkah politik yang berlawanan secara diametral dengan aras partai-partai politik pendukung koalisi pemerintah. Nama Anies selama ini telah menjelma menjadi simbolisasi antitesis politik atau lawan politik bagi aras politik parpol koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Sebagai parpol anggota koalisi pemerintah, Nasdem banyak dinilai seperti terburu-buru dengan menetapkan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai capres 2024. Di Nasdem Tower, Jakarta, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengumumkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal capres Nasdem, 3 Oktober 2022.
Pengumuman nama Anies itu merupakan konklusi dari pilihan satu di antara tiga opsi bakal capres yang diputuskan Rapat Kerja Nasional Nasdem pada Juni 2022. Dua nama lainnya ialah mantan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh beralasan, pilihan kepada Anies Baswedan didasarkan atas penilaian sebagai figur terbaik dari kandidat-kandidat yang ada.
”Dari tiga nama tadi, kursi presiden hanya satu. Insya Allah kita tetapkan satu, waktu dan tempat kita cari hari baik, bulan baik. Bagi kita, tidak ada satu pun hal yang amat membuat kita harus terdesak karena kita ingin calonkan yang terbaik untuk kepentingan bangsa,” ujar Surya Paloh dalam pidatonya (Kompas, 18/6/2022).
Ada persoalan yang sering kali ditudingkan sejumlah pihakkepada Anies Baswedan terkait penggunaan identitas sosial dalam kampanye Pilkada Gubernur DKI 2017. Terkait hal ini, pihak Nasdem menyatakan bahwa hal tersebut tidak benar.
Bagi Nasdem, pilihan politik kepada Anies Baswedan murni sesuai dengan cara berpikir partai reformis yang bertujuan melakukan rekondisi politik nasional Indonesia. ”Kita tidak ingin negara ini berubah, berubah haluan dan ideologi. Tidak ada itu karena kita tetap konsisten dengan restorasi,” tegas Surya Paloh saat membuka Rakernas Partai Nasdem di Jakarta, 15 Juni 2022.
Dampak internal
Akibat keputusan politik ini, sejumlah kader Partai Nasdem di tingkat pusat dan daerah menyatakan mengundurkan diri. Mulai dari Ketua DPP Niluh Djelantik; Wakil Ketua DPW Bali Anak Agung Ngurah Panji Astika; kader DPD Kalbar, Andreas Acui Simanjaya;Sekretaris Garda Pemuda DPD Kota Semarang Hanandityo Narendro; dan Wakil Sekretaris DPD Nasdem Semarang Shafiq Pahlevi Pontoh ramai-ramai keluar dari Nasdem.
Belakangan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Nasdem Siswono Yudo Husodo juga dikabarkan berbagai media mundur mengikuti langkah Enggartiasto Lukita yang sebelumnya telah nonaktif dari jabatan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai. Namun, kedua tokoh tersebut tak pernah mengonfirmasi secara terbuka terkait langkah politik tersebut.
Meski demikian, dampak sosiologis pencapresan Anies Baswedan tersebut tampaknya baru menyentuh petinggi Nasdem dan belum menyentuh tingkat akar rumput. Meski sejumlah pemberitaan menunjukkan mulai ada gejala ketidakpuasan, bukan merupakan gejala umum di akar rumput yang menggerus elektabilitas partai. Paling tidak, hal itu terindikasi sejumlah survei terbaru yang dilakukan lembaga riset opini publik sepertiIndikator Politik dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Hasil termutakhir survei Indikator Politik pada awal Desember 2022 menunjukkan hasil elektabilitas yang justru positif bagi Nasdem. Dengan kata lain, pencalonan Anies Baswedan sebagai capres 2024 telah menaikkan jumlah pemilih Nasdem sebagaimana terindikasi dari hasil survei.
”Nasdem merupakan satu-satunya partai yang konsisten menguat sejak Agustus 2022,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam rilis survei secara daring, 4 Januari 2023. Elektabilitas partai besutan Surya Paloh itu telah mencapai 5,1 persen dalam survei terkini.
Angka tersebut meningkat dari survei Agustus 2022 yang baru mencapai 4 persen. Survei tersebut dilaksanakan secara tatap muka pada 1-6 Desember 2022 melibatkan 1.220 responden dan menggunakan metode multistage random sampling. Survei memiliki margin of error lebih kurang 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Sementara itu, hasil survei berbeda terkait Nasdem dinyatakan Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang mencatat penurunan elektabilitas setelah Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan. Pada November 2022, elektabilitas Nasdem tercatat 4,8 persen. Namun, di survei terkini dengan waktu pengambilan data di awal Desember 2022, elektabilitas Nasdem menurun jadi 3,2 persen.
Survei tersebut dilaksanakan dengan wawancara tatap muka pada 3-11 Desember 2022. Total sampel responden yang diwawancarai 1.029 orang dengan margin of error lebih kurang 3,1 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen (Kompas.com, 19/12/2022).
Jika dibandingkan, hasil kedua survei tersebut sesungguhnya menggambarkan rangeatau kisaran hasil yang masih relatif beririsan dengan memperhitungkan angka simpangan (margin of error). Artinya, temuan survei bisa jadi belum kokoh untuk memberi kesimpulan apakah langkah politik Nasdem kali ini benar-benar memberi dampak positif atau negatif bagi elektabilitasnya.
Langkah paling aman yang dapat dilakukan ialah melihat secara lebih panjang dalam survei-survei ke depan dan memetakan garis tren elektabilitas Nasdem disertai memperkaya dengan aspek-aspek lain sebagai analisis mendalam seperti indikator loyalitas, tingkat kesukaan publik terhadap partai, negasi sosok capres, koalisi parpol,dan sebagainya.
Restorasi Indonesia
Sebagai sebuah partai yang tergolong progresif dalam visi-misi politik, wajah partai Nasdem cukup menonjol dalam hal memberikan peran perempuan dan generasi muda di pentas politik nasional. Keberpihakan pada peran perempuan tersebut diklaim mencakup 40 persen dari total 59 anggota DPR. Selain itu, 60 persen dari kader Partai Nasdem diklaim berasal dari generasi Z dan generasi milenial.
Sejak kemunculannya resmi pada 11 November 2011, Nasdem telah melakukan berbagai gebrakan politik. Upaya itu dilakukan tidak lepas sebagai upaya sebuah partai baru melakukan terobosan pemasaran di tengah dominasi partai-partai besar yang sudah mapan di benak masyarakat Indonesia. Stratregi yang dilakukan Nasdem, misalnya, dengan gencar melakukan rekrutmen terhadap artis dan figur populer untuk menjadi juru kampanye dan calon legislatif. Di Pemilu 2019, Nasdem mencalonkan paling tidak 25 artis berbagai generasi, mulai dari Tessa Kaunang, Nafa Urbach, hingga Lucky Hakim.
Selain itu, Nasdem juga melakukan langkah berani dengan kampanye nihil biaya politiksebagaimana yang dilakukan DPW Partai Nasdem Jawa Timur pada Pemilu 2019. DPW Nasdem Jatim membuka peluang bagi masyarakat Jatim yang ingin maju menjadi anggota dewan tanpa biaya sama sekali. Alhasil, strategi politik ini memberikan daya tarik bagi publik dan para kader Nasdem yang baru bergabung.
Meski memiliki banyak strategi pemasaran yang progresif, ketiadaan dasar ideologis yang kuat membuat Nasdem belum mampu menembus elektabilitas sebagai partai besar. Alih-alih menarik pemilih karena motivasi kesukaan kepada partai, Nasdem lebih banyak mendompleng popularitas tokoh capres dan menjaring efek ekor jas dari popularitas capres tersebut.
Sebagaimana di Pemilu 2014 dan 2019, Nasdem menjadi partai yang paling awal mendukung pencalonan Joko Widodo sebagai capres. Tentu saja pencalonan ini tak bisa dibaca hanya sebagai perwujudan cara pandang politik partai, namun juga lagi-lagi merupakan strategi pemasaran dan komunikasi politik dalam pemilu.
Nasdem menjadi partai pertama di luar PDI-P yang mencalonkan Jokowi pascapemilu legislatif 2014 dan konsisten bersama Jokowi sampai Pilpres 2019. Posisi ini menjadi bagian dari konsistensi strateginya.
Analisis Djayadi Hanan, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), menunjukkan Nasdem banyak meraih manfaat kenaikan elektabilitas dari pencalonan Jokowi (Kompas, 19/7/2021). Data survei setelah pemungutan suara (exit poll)di Pilpres 2019 menunjukkan dukungan paling kuat untuk Jokowi-Amin berasal dari pemilih PDI-P (94 persen), PKB (74 persen), Nasdem (73 persen), Golkar (62 persen), dan PPP (55 persen). Pemilih Jokowi-Amin paling banyak mendukung PDI-P (33 persen), Golkar (14 persen), PKB (13 persen), dan Nasdem (12 persen).
Survei “Kompas”
Dari Survei Kepemimpinan Nasional yang berkala dilakukan Litbang Kompas, elektabilitas Nasdem sepanjang tahun 2022 terpantau relatif tetap berada di kisaran angka 4 persen. Nasdem meraih elektabilitas 3,5 persen di Januari; 4,1 persen di Juni; dan 4,3 persen di Oktober 2022. Dengan hasil itu, Nasdem termasuk kelompok papan tengah dengan tren peningkatan elektabilitas yang landai di bawah elektabilitas PKS (6,3 persen), PKB (5,6 persen), dan Perindo (4,5 persen).
Sebagai catatan, waktu pelaksanaan survei Litbang Kompas sedikit beririsan dengan hari pengumuman pencapresan Anies Baswedan sehingga masih kurang memadai untuk mengukur dampaknya. Namun, profil responden pemilih Nasdem dalam survei Kompasdan bagaimana tingkat loyalitas mereka tetap bisa dipetakan. Apakah mereka tergolong bakal tetap loyal dengan keputusan politik pimpinan Nasdem atau apakah mereka bakal mengalihkan dukungan.
Bagaimanapun, narasi tentang nama-nama Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan sudah ramai dan menonjol di ruang publik bersama dengan nama-nama bakal capres/cawapres lainnya. Bisa diduga, publik pemilih Partai Nasdem sebenarnya juga sudah relatif terpapar dengan kandidat calon presiden yang menjadi favoritnya di Pemilu 2024.
Dari segi profil demografi pemilih, Nasdem merupakan partai dengan pemilih bertipologi relatif mirip partai nasionalis lainnya namun dengan sejumlah kekhasan. Ciri khas pemilih Nasdem diantaranya terdapat cukup banyak pemilih di Pulau Sulawesi meski mayoritas tetap di Pulau Jawa dan Sumatera.
Baca juga Kompaspedia: Profil Partai Nasdem
Kekhasan lain ialah memiliki pemilih gen Z, gen Y muda, dan gen X yang cukup menonjol, mayoritas berpendidikan dasar-menengah, serta merupakan masyarakat berlatar belakang kelas ekonomi bawah dan menengah bawah.
Loyalitas pemilih Nasdem juga tidak tergolong istimewa, baik diukur dari konsistensi memilih dibandingkan pemilu sebelumnya maupun jika capres yang dicalonkan partai berbeda dengan keinginannya. Jika capres yang diusung Nasdem berbeda dengan yang disukai, hanya 45,8 persen responden yang tetap memilih Nasdem dan 37,5 persen akan memilih partai lainnya.
Baca juga: Nasdem Capreskan Anies, Siapa Diuntungkan?
Komposisi angka tersebut sedikit rendah di bawah PDI-P, PKS, dan PKB yang memiliki pemilih lebih loyal-ideologis tetapi tidak mencerminkan loyalitas pemilih Nasdem yang rendah. Menilik tipografi tersebut, tampaknya pemilih Nasdem masih akan cenderung lembam dalam meninggalkan Nasdem pasca-pencapresan Anies Baswedan. Dalam arti, mereka akan masih tetap memilih Nasdem di pemilu mendatang.
Meski demikian, perkembangan narasi publik yang terbentuk dari bagaimana respons dari Nasdem dan Anies Baswedan dalam menanggapi tudingan-tudingan isu primordial juga akan memengaruhi pola penilaian publik kepada Nasdem. Tak terelakkan, sebagaimana tersirat dari pidato Ketua Umum Surya Paloh, langkah Nasdem mencalonkan Anies Baswedan menjadi sebuah pertaruhan berisiko tinggi bagi Nasdem dalam mencapai visi-misi di Pemilu 2024. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga Kompas Data: Pengumuman Calon Presiden Pemilu 2024