Survei Litbang ”Kompas”: Nasdem Capreskan Anies, Siapa Diuntungkan?
Keputusan Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden di Pemilu 2024 bisa melahirkan dua kemungkinan, dukungan pemilih ke partai ini bertambah atau malah berkurang. Mana yang paling memungkinkan?
Keputusan Partai Nasdem memajukan Anies Baswedan sebagai calon presiden yang akan diusungnya di Pemilu 2024 bisa menjadi langkah awal penguatan peta koalisi antarpartai politik. Siapa yang diuntungkan dari keputusan ini? Apakah Nasdem akan menerima insentif elektoral di pemilu atau Anies yang lebih diuntungkan karena mendapatkan kepastian kendaraan politik untuk berlaga di 2024 nanti?
Langkah Partai Nasdem mengajukan nama mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini sebenarnya bukan hal yang mengejutkan. Selain sejarah merekam bagaimana peran Anies dalam kelahiran Nasdem, sejumlah pertemuan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dengan Anies juga menjadi bukti kedekatan keduanya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Jejak kedekatan ini diperkuat dengan bagaimana sejarah merekam Anies Baswedan menjadi salah satu deklarator saat Nasdem masih menjadi ormas. Ormas Nasional Demokrat (Nasdem) dibentuk pada 2010 dan Anies Baswedan tercatat sebagai salah satu deklaratornya bersama 44 tokoh nasional lainnya. Setahun kemudian, Nasdem resmi menjadi salah satu partai politik sejak 26 Juli 2011.
Selain hubungan historis dan organisatoris, jejak pertemuan Surya Paloh dengan Anies sepanjang beberapa tahun terakhir ini juga menjadi penguat bahwa keputusan Nasdem mengusung Anies sebagai calon presidennya bukan sesuatu yang mengagetkan.
Pertemuan awal yang menarik perhatian publik terjadi di awal-awal periode setelah Pemilu 2019. Saat itu, Surya Paloh dan Anies mengadakan pertemuan empat mata di DPP Partai Nasdem pada 24 Juli 2019. Seusai pertemuan, Paloh menegaskan Nasdem akan selalu menjadi rumah bagi Anies.
Momentum berikutnya adalah saat Anies diundang memberikan sambutan dalam Kongres II Nasdem yang digelar di Jakarta pada 2019. Dalam sambutannya saat itu, Anies menegaskan kembali relasinya dengan Nasdem. Anies mengenang saat itu dialah yang membacakan deklarasi ormas Nasdem yang mencita-citakan demokrasi yang matang.
Nama Anies kemudian juga sempat muncul dari pertemuan sejumlah elite partai politik. Di tahun 2022 ini eskalasi pertemuan tokoh politik memang meningkat seiring dengan wacana bursa koalisi partai politik.
Pada 22 Juni 2022 saat terjadi pertemuan antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Presiden PKS Ahmad Syaikhu, nama Anies disebut-sebut menjadi salah satu yang dijagokan sebagai calon presiden.
Puncaknya, pada 3 Oktober 2022 Partai Nasdem resmi mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presidennya. Salah satu poin yang menarik dari deklarasi ini ialah diberikannya mandat kepada Anies untuk memilih sosok calon wakil presiden yang nanti mendampinginya.
Sementara di sisi lain, Nasdem hanya memiliki 59 kursi di DPR atau setara dengan 10,3 persen. Tentu, dibutuhkan koalisi dengan partai politik lain. Ibarat kata, Anies masih memiliki ”setengah tiket” pencalonan presiden karena syarat pengajuan calon presiden harus diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik dengan memiliki minimal 20 persen kursi DPR.
Baca juga: Survei Litbang ”Kompas”: Meredupnya Keyakinan Pemilih Partai terhadap Kinerja Pemerintah
Koalisi
Potensi koalisi yang dapat dirajut oleh Partai Nasdem setelah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden semakin menunjukkan penguatan.
Setidaknya seperti yang sudah bergaung di publik, kedekatan Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS disinyalir akan membangun poros koalisi di Pemilihan Presiden 2024. Hal ini terlihat dari respons positif antara PKS dan Demokrat terhadap deklarasi Anies sebagai calon presiden oleh Nasdem ini.
Dalam deklarasi juga disebutkan bahwa Partai Nasdem menyebutkan apa yang mereka lakukan ini sudah menjalin komunikasi dengan Demokrat dan PKS. Jika mengacu perolehan kursi ketiga partai ini, total kursi DPR yang dihimpun mencapai 163 kursi atau setara 28,3 persen kursi DPR. Potensi koalisi ini juga makin terlihat dengan kunjungan Anies ke Partai Demokrat pascadeklarasi.
Dalam laman instagramnya, Anies menyebutkan, ”Keinginan untuk jalan bersama itu bukan keinginan dari puncak, keinginan jalan bersama adalah keinginan dari seluruh arah.
Kita menginginkan Indonesia yang terus-menerus memperbaiki, setiap fase kita terus melakukan perbaikan,” tulis Anies dalam akun instagramnya yang di-posting 7 Oktober 2022.
Unggahan ini memberikan sinyal yang menguatkan akan terjadinya koalisi antara Partai Nasdem dan Partai Demokrat. Tidak hanya itu, Anies juga memberikan sinyal bahwa pertemuan dengan Demokrat ini akan diikuti dengan pertemuan dengan PKS.
Jika koalisi Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS ini benar-benar terwujud, bisa jadi inilah koalisi pertama yang sudah memastikan siapa calon presiden yang diusungnya. Hal ini menjadi langkah maju dibandingkan sejumlah koalisi dan pertemuan partai-partai politik lainnya yang baru sekadar pertemuan, deklarasi partai politik, tetapi belum secara jelas dan pasti memunculkan siapa nama calon presiden yang akan diusung.
Baca juga: Selisih Elektabilitas PDI-P, Gerindra, Demokrat Menyempit
Tantangan
Selain koalisi yang menjadi pekerjaan rumah untuk memastikan ”setengah tiket” lainnya untuk Anies Baswedan, tantangan lainnya, khususnya bagi Partai Nasdem dan Anies Baswedan, adalah memastikan bahwa keduanya mendapatkan insentif dengan keputusan deklarasi calon presiden ini.
Jika mengacu fenomena politik yang transaksional, sebenarnya siapa yang paling diuntungkan dengan deklarasi capres dari Partai Nasdem ini? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, mari kita merujuk dari hasil survei tatap muka Litbang Kompas.
Survei periode Oktober ini menangkap, faktor Partai Nasdem dan Anies Baswedan memang belum menunjukkan relasi yang cukup kuat antarkeduanya. Setidaknya hal ini bisa kita lihat dari konfigurasi pilihan calon presiden dari responden pemilih Nasdem serta bagaimana distribusi pemilih Anies Baswedan terhadap latar belakang partai politik pilihannya.
Dari sisi pemilih responden pemilih Partai Nasdem, nama Anies Baswedan justru berada di urutan ketiga yang paling banyak dipilih oleh pemilih partai ini dengan raihan elektoral mencapai 15,4 persen. Angka ini sedikit meningkat dibandingkan survei pada Juni 2022.
Dua nama yang berada di atas Anies, yang paling banyak dipilih konstituen Nasdem, adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan tingkat keterpilihan 26,9 persen dan Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan angka 17,3 persen. Seperti halnya Anies, nama Ganjar dan Prabowo juga meningkat dibandingkan survei pada Juni 2022.
Tiga nama, baik Ganjar, Prabowo, maupun Anies, ini memang sebangun dengan pilihan publik secara umum terhadap bursa calon presiden. Menariknya, nama Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di survei Oktober ini dipilih oleh 7,7 persen pemilih Nasdem sebagai calon presiden. Sebelumnya, nama Andika dan Ganjar juga pernah disebut sebagai calon presiden Nasdem selain nama Anies.
Elektabilitas Andika sendiri di mata pemilih Nasdem ini melonjak dibandingkan pada survei Juni lalu yang hanya mencapai 2 persen. Boleh jadi kenaikan nama-nama ini tidak lepas dari bursa calon presiden yang pernah disebutkan dalam Rakernas Partai Nasdem pada 17 Juni 2022, lebih dari tiga bulan sebelum Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presidennya.
Baca juga: Ujian Politik Partai Politik Baru
Pemilih Anies
Sementara itu, jika dilihat dari sisi responden pemilih Anies, justru pemilih Demokrat dan PKS, bahkan Gerindra, yang paling banyak memberikan dukungan. Pemilih dari ketiga partai ini sudah mencapai separuh lebih dari pemilih Anies.
Sementara porsi responden pemilih Nasdem hanya menyumbang 4 persen dari pemilih Anies. Artinya, jika wacana koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS terbentuk, secara kedekatan dengan pemilihnya memang ada sinyal, antara pilihan partai dan calon presiden, terutama yang terjadi di pemilih Demokrat dan PKS yang menyumbang lebih banyak terhadap elektabilitas Anies.
Pada akhirnya, keputusan Partai Nasdem yang mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden makin memberikan insentif pada keduanya. Meskipun demikian, harus juga diakui potensi kehilangan suara pemilih bagi Nasdem tetap dimungkinkan terjadi.
Survei juga menangkap, hampir 38,5 persen pemilih Nasdem akan berpotensi beralih memilih partai politik lain jika calon presiden yang diusung Nasdem tidak mereka kehendaki.
Namun, di sisi lain, bagi Partai Nasdem ini menegaskan pilihan terhadap Anies meskipun kekuatan kursinya belum memenuhi syarat 20 persen pengajuan calon presiden, partai ini mampu ”memecah kebuntuan” soal bursa calon presiden yang belum jelas.
Meskipun demikian, belum ada kecenderungan keputusan mendeklarasikan Anies ini mampu memberikan efek elektoral pada Nasdem. Setidaknya hasil survei Kompas yang digelar pada 24 September–7 Oktober 2022 ini memberikan sinyal elektabilitas Nasdem relatif masih stabil dibandingkan pada survei Juni 2022.
Namun, jika melihat pelaksanaan lapangan survei yang berakhir di 7 Oktober atau tiga hari setelah pendeklarasian Anies sebagai calon presiden dari Nasdem, boleh jadi saat survei dilakukan di lapangan belum terjadi distribusi informasi yang masif terkait langkah Nasdem ini yang langsung memengaruhi persepsi pemilih.
Belum ada kecenderungan keputusan mendeklarasikan Anies mampu memberikan efek elektoral pada Nasdem.
Terlepas dari hasil survei, langkah Nasdem ini tentu berorientasi pada insentif elektoral pada partai. Sementara bagi Anies Baswedan, deklarasi ini makin menegaskan dan memastikan langkahnya pasca- mengakhiri periode pemerintahannya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2022. Jadi, siapa yang diuntungkan?
Bisa jadi baik Nasdem maupun Anies tetap akan mendapatkan insentif ataupun disinsentif dari deklarasi ini. Namun, tentunya, keduanya akan dihadapkan pada tantangan, yakni bagaimana merealisasikan deklarasi ini dengan memastikan ”setengah” tiket sisanya untuk memastikan Anies nanti berlaga dalam Pemilihan Presiden 2024. (LITBANG KOMPAS)