Pergeseran e-dagang menuju ”mobile only” yang bergantung pada telepon pintar, menjadi peluang sekaligus tantangan berkembangnya model bisnis baru di tengah minat berbelanja ”online” yang masih tinggi.
Oleh
MB Dewi Pancawati
·5 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Michelle, mahasiswi Universitas Ciputra, memeriksa produk yang ditawarkan di berbagai platform lokapasar dari tempat ia magang di Jakarta, Jumat (11/3/2022). Belanja daring yang menawarkan berbagai pilihan dan fasilitas bebas ongkos kirim diminati oleh kalangan anak muda.
Kebiasaan berbelanja online yang semakin terbentuk ketika masyarakat mengalami keterbatasan kegiatan di luar rumah sejak pandemi Covid-19 melanda hampir tiga tahun lamanya membuat kenyamanan berbelanja online tetap berlanjut hingga kini. Menjadi peluang semakin tumbuhnya ekonomi digital di Indonesia.
Penutupan pusat perbelanjaan (mal) saat PSBB (pembatasan sosial berskala besar) kemudian berlanjut pengetatan aturan pembukaan mal saat PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) membuat sistem belanja online semakin tumbuh. Bahkan, kini masih tetap menjadi kebiasaan yang dipilih masyarakat meski semua aktivitas sudah bisa dilakukan secara offline.
Setelah kondisi pandemi Covid-19 semakin membaik, aktivitas masyarakat yang terkendala hingga harus dijalankan secara online kini berangsur-angsur sudah kembali normal. Aktivitas bekerja, sekolah, beribadah, berolahraga, dan berbelanja sudah kembali dilakukan secara offline meski masih dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Hal ini terpantau dari hasil jajak pendapat Kompas medio November 2022 di mana mayoritas responden di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi sudah melakukan aktivitas sehari-hari tersebut secara offline.
Kebiasaan berbelanja online semakin terbentuk ketika masyarakat mengalami keterbatasan kegiatan di luar rumah sejak pandemi Covid-19.
Meski demikian, jajak pendapat menemukan, minat masyarakat dalam berbelanja, khususnya untuk kebutuhan sekunder dan tersier, seperti berbelanja pakaian, sepatu, kebutuhan rumah tangga, dan aksesori lainnya, secara online masih cenderung tinggi. Sebanyak 4 dari 10 responden mengaku masih melakukannya akhir-akhir ini.
Belanja secara daring atau online semakin menjadi tren seiring perkembangan teknologi sejak tahun 1999 melalui forum jual beli yang bernama Kaskus sebagai cikal bakal toko online. Terjadinya pandemi Covid-19 menjadi momentum semakin masifnya tren belanja yang memanfaatkan jaringan internet tersebut.
Apalagi saat adanya kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat, di mana masyarakat dianjurkan untuk melakukan segala aktivitas dari rumah saja. Tren yang tadinya hanya berkembang di perkotaan kini bisa dilakukan juga oleh masyarakat di desa-desa seiring berkembangnya teknologi jasa ekspedisi.
Tidak dapat dimungkiri, pandemi telah mendorong terjadinya evolusi digital di Indonesia. Menurut e-Conomy SEA Indonesia 2021, hampir 15 juta orang Indonesia yang berada di daerah non-perkotaan menggunakan layanan berbasis internet untuk pertama kalinya pada paruh pertama tahun 2021.
Berdasarkan data Bank Indonesia, di tengah situasi pandemi Covid-19 dan lesunya sektor bisnis ekonomi, iklim transaksi digital melalui lokapasar (marketplace) justru mengalami pertumbuhan setiap tahunnya.
Tahun 2018, transaksi e-dagang digital di Indonesia mencatatkan angka Rp 106 triliun dan terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan, di tahun pertama pandemi Covid-19 tahun 2020, transaksi tercatat sebesar Rp 266 triliun, meningkat lebih dari tiga kali lipat. Tahun 2022 diprediksi meningkat lima kali lipat dari tahun 2018.
Masyarakat Indonesia menunjukkan minat yang tinggi terhadap aktivitas jual beli di platform digital, terutama produk-produk fashion. Menurut survei We Are Social 2021, jenis barang yang paling banyak dibeli konsumen Indonesia di e-dagang sepanjang 2020 adalah produk fashion dan kosmetik sebesar 9,81 juta dollar AS.
Sementara laporan Iprice dalam Map of E-commerce Indonesia 2021 menyebutkan, kategori fashion kembali mengalami peningkatan pencarian sebesar 10 persen.
Livestream shopping salah satu inovasi dalam strategi pemasaran online yang berkembang selama pandemi juga diminati konsumen di Indonesia. Ipsos SEA Study 2021 di 6 Negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Vietnam) juga menemukan produk fashion (pakaian, tas, sepatu, dan lainnya) masih menjadi favorit sistem belanja streaming langsung ini, diminati 7 dari 10 responden.
Dari catatan Badan Pusat Statistik juga terlihat bahwa ada beberapa kategori yang mengalami peningkatan produk terjual pada periode adaptasi kebiasaan baru, yaitu kategori perawatan dan kecantikan, perlengkapan rumah, makanan dan minuman, kesehatan, dan pakaian wanita.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Penawaran aplikasi belanja oleh sebuah ritel pakaian di salah satu pusat perbelanjaan di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu (9/3/2022). Penggunaan aplikasi untuk memudahkan belanja daring diminati oleh para kalangan remaja.
Minat berbelanja online produk-produk tersebut dilakukan oleh semua jender. Meski dari hasil jajak pendapat Kompas perempuan tampak lebih banyak (53,7 persen), responden laki-laki juga tinggi yang berminat (46,3 persen).
Hal ini selaras dengan laporan Iprice yang menemukan bahwa perempuan semakin gemar berbelanja online semenjak pandemi jika dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan juga menghabiskan lebih banyak waktu untuk berbelanja online daripada laki-laki (53 persen berbanding 47 persen).
Ditelisik lebih dalam berdasarkan kategori pendidikan, jajak pendapat Kompas mendapati hampir separuh responden yang suka berbelanja online berlatar belakang pendidikan menengah. Diikuti oleh responden berpendidikan dasar sebesar 35 persen dan 16 persen yang berpendidikan tinggi.
Dari hasil jajak pendapat juga terpotret, responden dengan status sosial ekonomi atas tampaknya kurang berminat melakukan belanja online untuk produk-produk tersebut, hanya 12 persen saja yang masih melakukan. Sementara dua pertiga minat berbelanja online didominasi responden dari status sosial menengah bawah dan menengah atas masing-masing sebesar 36 persen.
Adapun dari kategori usia, tampak generasi Y (milenial) dan generasi Z (centennial) atau kalangan muda di rentang usia 24-40 tahun lebih mendominasi tren berbelanja online sebanyak 72,5 persen.
Hal ini tak lepas dari ciri-ciri generasi muda yang lebih melek teknologi dan aktif menggunakan media sosial termasuk untuk berbelanja. Mayoritas responden juga menyatakan nyaman dengan pola berbelanja yang mereka lakukan.
Tak dapat dimungkiri, kehadiran e-dagang turut memberi andil dalam mengubah pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat. Bahkan, riset iPrice menemukan adanya pergeseran yang sangat cepat dalam pasar e-dagang Indonesia menuju mobile-only country pertama di Asia Tenggara, yaitu penggunaan smartphone (telepon pintar) yang semakin masif dalam melakukan pencarian produk hingga transaksi.
Kemudahan transaksi di ujung jari tersebut membuat konsumen Indonesia lebih nyaman berbelanja menggunakan perangkat mobile. Laporan Iprice 2021/2022 mencatat, 94 persen konsumen Indonesia menggunakan perangkat mobile dalam berbelanja online. Artinya, terjadi kenaikan 13 persen dibandingkan dengan periode 2016/2017 yang sebanyak 81 persen.
Angka ini tertinggi dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya (Vietnam, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Singapura) meski peningkatan tertinggi dicapai Vietnam sebesar 15 persen.
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Petugas menurunkan paket barang di Drop Point Pancoran JD.ID di Jakarta Selatan, Senin (5/10/2020). Belanja dalam jaringan kian diminati konsumen selama masa pandemi Covid-19. Selain praktis dan ada ketakutan tertular Covid-19 jika berbelanja konvensional tatap muka menjadi alasan utama masyarakat. Peningkatan belanja daring diharapkan mampu menopang perputaran roda ekonomi nasional yang lesu akibat pandemi.
Dengan demikian, Indonesia memimpin pasar e-dagang Asia Tenggara menuju wilayah mobile-only dengan pangsa traffic mobile hampir mencapai 100 persen di periode 2021/2022. Di samping itu, berdasarkan nilai Gross Merchandise Value (GMV), Indonesia juga telah menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.
Pergerakan e-dagang yang kuat menuju dunia mobile-only ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi para pebisnis untuk lebih kreatif dan inovatif mengembangkan model bisnis baru yang memberikan kenyamanan bagi konsumen agar semakin aktif bertransaksi. (LITBANG KOMPAS)