Analisis Litbang ”Kompas”: Transformasi Perayaan Natal di Tengah Pandemi Covid-19
Perayaan Natal 2022 diselenggarakan lebih longgar dari tahun-tahun sebelumnya. Sesuai instruksi Mendagri, aktivitas tempat ibadah dapat dilakukan secara maksimal dengan menerapkan disiplin prokes.
Perayaan Natal tahun ini masih dalam situasi pandemi Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum mencabut status pandemi global karena masih ditemukan penambahan kasus di sejumlah negara. Indonesia pun masih mencatatkan kenaikan kasus penularan hingga Desember 2022.
Kondisi tersebut berdampak pada perayaan Natal umat Nasrani di seluruh dunia. Meskipun penularan wabah kian melandai, sebagian besar gereja masih melakukan sejumlah penyesuaian dalam menerapkan aturan pembatasan mobilitas dan penerapan protokol kesehatan (prokes). Langkah ini bertujuan untuk mengurangi risiko penularan virus korona pada jemaat yang hadir di gereja. Transformasi demikian berlaku pula di Indonesia.
Khusus perayaan Natal 2022, Pemerintah Indonesia memberikan rambu-rambu melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri No 49 Tahun 2022 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat pada Kondisi Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali. Memang belum menyeluruh, tetapi langkah ini bertujuan untuk menekan laju infeksi.
Dalam momen Natal yang dirayakan umat Kristiani, setidaknya ada tiga transformasi yang sudah dilakukan sepanjang pandemi di Indonesia. Transformasi tersebut mencakup penentuan jumlah maksimal orang dalam kebaktian, skema ibadah, hingga durasi ibadah. Salah satu poin yang diutamakan adalah konsep ibadah yang dianjurkan lebih sederhana dan lingkup keluarga saja.
Penyesuaian perayaan Natal dilakukan secara drastis terjadi pada 2020. Pemerintah menerbitkan SE No 23 Tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Ibadah dan Perayaan Natal di Masa Pandemi Covid-19. Aturan untuk pembatasan ibadah secara massal diperkuat dan pemerintah menganjurkan untuk lebih mengutamakan ibadah secara daring.
Gereja juga diminta membentuk petugas yang mengawasi prokes di area rumah ibadah, serta mewajibkan tamu luar kota untuk menyerahkan hasil tes PCR/antigen. Pengetatan kapasitas juga ditegaskan maksimal hanya separuh ruangan.
Apabila dilihat pada periode Desember 2020, perayaan Natal berada dalam situasi peningkatan kasus yang sangat drastis. Pada akhir Desember 2020 terjadi kasus penularan pada 740.000 orang. Padahal, sekitar enam bulan sebelumnya, per 1 Juli 2020, masih berkisar 57.700 orang atau terjadi lonjakan kasus hingga 12 kali hingga akhir 2020.
Oleh sebab itu, penguatan kebijakan sangat dibutuhkan, terlebih kasus infeksi selalu meningkat setelah perayaan hari besar umat beragama. Kerumunan akan sangat sulit dikendalikan saat momen perayaan hari besar, salah satunya berupa rendahnya kepatuhan pada prokes.
Pada 2020 itu berbagai kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat di berbagai sektor kegiatan diterapkan secara ketat. Termasuk larangan mudik hingga imbauan untuk beribadat keagamaan secara luring.
Baca juga: Perketat Pengawasan Prokes di Tempat Wisata Jelang Libur Natal dan Tahun Baru
Selanjutnya, pada 2021, transformasi perayaan Natal kembali dilanjutkan secara lebih adaptif. Jika sebelumnya ada ketentuan pembatasan durasi ibadah, mulai tahun 2021 ketentuan tersebut ditiadakan atau lebih bersifat pilihan. Pemerintah menerbitkan SE No 31 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 pada Perayaan Natal.
Regulasi perayaan Natal 2021 jauh lebih rinci dan telah terintegrasi dengan aplikasi Peduli Lindungi. Kelompok masyarakat rentan sangat disarankan untuk beribadah di rumah.
Meskipun ada sejumlah pengetatan, aturan tersebut memberikan ruang gerak jauh lebih leluasa untuk masyarakat. Apalagi, program vaksinasi telah berjalan sehingga ada sejumlah kebijakan pembatasan mobilitas yang mulai dilonggakan.
Meskipun banyak penyesuaian yang harus dilakukan pihak Gereja dalam perayaan Natal, hal itu tidak menghalangi sukacita Natal bagi masyarakat. Perayaan Natal tahun 2021 jauh lebih meriah daripada sebelumnya. Momen ini menjadi waktu yang tepat untuk kembali mendekatkan diri kepada pencipta dan melepaskan duka kehilangan selama kurun 2020-2021.
Transformasi ketiga terjadi tahun ini, dengan laju penularan virus korona jauh lebih terkendali. Kenaikan kasus masih tercatat, tetapi jumlahnya sangat jauh berkurang daripada periode-periode sebelumnya.
Hanya saja, pekerjaan rumah Pemerintah Indonesia untuk menuntaskan pandemi ini masih jauh dari garis akhir. Sejumlah perbaikan masih terus dibutuhkan untuk menuntaskan wabah secara keseluruhan.
Prokes Natal 2022
Perayaan Natal selalu dipenuhi dengan sukacita dan kebersamaan. Tradisi tidak hanya sebatas menghias pohon natal, tetapi juga bisa diisi dengan kegiatan menyenangkan bersama keluarga dan orang terdekat. Saling mengunjungi kerabat dan tetangga yang ikut merayakan Natal juga menjadi kegiatan yang menarik.
Seiring makin terkendalinya pandemi Covid-19, perayaan Natal 2022 dapat dilakukan jauh lebih longgar daripada tahun-tahun sebelumnya. Sesuai instruksi Mendagri tahun ini, aktivitas tempat ibadah dapat dilakukan secara maksimal. Kapasitas gedung bisa digunakan hingga 100 persen dengan tetap menerapkan prokes secara ketat.
Prokes dalam perayaan Natal tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bagi jemaat gereja, kewajiban dasar saat beribadah adalah menggunakan masker dengan benar, menjaga kebersihan tangan, dan menjaga jarak atau menghindari kerumunan.
Kondisi tubuh jemaat juga harus sehat, salah satunya dilihat dari suhu badan di bawah 37 derajat celsius. Prokes berikutnya adalah tidak sedang menjalani isolasi mandiri, tidak melakukan perjalanan jauh atau ke luar kota sebelum hadir di gedung gereja.
Baca juga: Waspadai Lonjakan Kasus Covid-19 Jelang Libur Akhir Tahun
Meskipun sebagian besar aturan itu telah dipatuhi pihak gereja dan jemaat, bukan berarti tugas pemerintah kian longgar. Masih ada pekerjaan rumah lain yang harus segera dituntaskan agar risiko penularan virus dapat ditekan serendah mungkin. Salah satu tantangan terbesar penuntasan pandemi ini adalah vaksinasi.
Hingga saat ini, vaksinasi Covid-19 belum tuntas karena banyak kelompok berisiko tinggi yang belum menerima vaksin dosis secara lengkap. Padahal, peluang terjadi pemburukan dan gejala berat pada kelompok rentan ini terbilang sangat tinggi dibandingkan kelompok lainnya.
Fenomena belum tuntasnya vaksinasi ini menyebabkan potensi penularan wabah akan terus terjadi. Tidak hanya dalam sektor peribadatan agama, tetapi juga semua bidang kegiatan yang mendorong terjadinya interaksi antarmanusia.
Data Satgas Covid-19 Nasional menyebutkan, sedikitnya 6,69 juta orang terinfeksi sepanjang 2020 hingga akhir 2022. Dari jutaan penduduk yang terinfeksi, sekitar 160.000 orang meninggal karena terinfeksi virus korona. Wilayah episentrum penyebaran masih terpusat di Jawa sebagai wilayah terpadat di Indonesia.
Seperti banyak negara lain di dunia, tantangan terbesar yang juga dialami Indonesia adalah penuntasan vaksinasi. Terpantau hampir dua tahun program vaksinasi dijalankan, dosis pertama saja belum tuntas.
Persentase cakupan vaksinasi dosis pertama sebesar 86,86 persen. Demikian pula dosis kedua, vaksin penguat pertama, dan vaksin penguat kedua. Semuanya masih jauh dari target.
Saat didetailkan ke level kelompok masyarakat, banyak kelompok rentan yang memiliki capaian vaksinasi rendah, salah satunya ialah lansia. Vaksinasi dosis pertama baru mencapai 84,88 persen, sedangkan dosis kedua sebesar 70,43 persen.
Target vaksinasi perlu dicapai dalam waktu cepat agar aktivitas sehari-hari para lansia dan juga masyarakat umumnya lain kian semakin aman dari penularan.
Euforia Natal
Sejak tahun 2020, masyarakat terbelenggu dengan berbagai pembatasan untuk mengendalikan pandemi Covid-19, termasuk perayaan Natal. Dengan dibukanya gereja untuk aktivitas peribadatan hingga kapasitas maksimal 100 persen, tahun ini dapat menjadi puncak euforia perayaan Natal yang ”redup” pada kurun 2020-2021. Sejumlah daerah merayakan Natal dengan kemeriahan tak terhingga.
Baca juga: Waktu Bersama Keluarga, Kado Natal Teristimewa
Salah satu kota yang menghadirkan kemeriahan Natal adalah Solo, Jawa Tengah. Sejumlah pohon natal dipasang di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman depan Balai Kota Solo sejak 1 Desember lalu. Lampion hijau dan merah juga terpasang di jembatan Pasar Gede Solo.
Dalam sejarahnya, perayaan Natal telah berbaur dengan berbagai macam kebudayaan di banyak tempat. Sebagai contoh, pertunjukan wayang kulit tentang kelahiran Yesus di Yogyakarta serta pendeta yang mengenakan kostum khas kedaerahan. Masyarakat Flores akan memulai perayaan Natal dengan menembakkan meriam bambu dalam tradisi Manggarai sebagai bentuk kegembiraan atas kelahiran Yesus.
Bagi masyarakat di Sumatera Utara, tradisi marbinda dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur dan kebersamaan. Tradisi ini dilakukan dengan mengumpulkan hewan yang kemudian disembelih dan dibagikan kepada masyarakat sekitar.
Hal serupa dilakukan masyarakat Papua melalui tradisi barapen, yaitu pemanggangan daging hewan dengan batu yang kemudian dimakan bersama.
Selain tradisi di masyarakat, Natal juga selalu identik dengan hiasan atau pernak-pernik yang meriah. Sejumlah ornamen dan tumbuhan memiliki hubungan erat dalam Natal.
Contoh, pohon natal jenis cemara douglas, cemara bangsawan, dan pinus merah. Ada juga tanaman hias jenis kastub atau poinsettia yang memiliki daun berbentuk bintang. Terakhir, ornamen lingkaran Natal yang ditempel di pintu rumah.
Masih banyak tradisi dan pernah-pernik perayaan Natal di sejumlah daerah di Indonesia. Semua dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur atas kelahiran Yesus.
Tahun 2022 menjadi titik balik bagi seluruh masyarakat, khususnya umat Kristiani, dalam memaknai sukacita Natal setelah hampir tiga tahun hidup dalam bayangan pandemi. (LITBANG KOMPAS)