Analisis Litbang ”Kompas”: Menahan Laju Deforestasi
Indonesia menghadapi kondisi deforestasi yang terus berlanjut. Dampaknya akan semakin besar. Manfaat ekonomi yang didapat tidak akan sebanding dengan kerugian akibat bencana lingkungan yang mengintai.
Oleh
Gianie
·4 menit baca
Menahan laju deforestasi merupakan salah satu upaya negara-negara untuk mencapai target net zero. Namun, hal itu justru menjadi tantangan berat di tengah pembangunan masif yang membutuhkan lahan untuk penduduk yang terus bertambah dan kebutuhan yang menyertainya.
Forum Ekonomi Dunia (WEF) pada awal Desember lalu memberitakan, terdapat tujuh negara yang sudah mencapai target net zero. Kondisi net zero artinya sudah ada keseimbangan antara karbon yang dihasilkan dan yang diserap. Ketujuh negara tersebut adalah Bhutan, Suriname, Panama, Guyana, Gabon, Madagaskar, dan Kepulauan Niue.
Bhutan merupakan negeri Himalaya dengan 72 persen kawasan hutannya menyerap 9 juta ton karbon dioksida (CO2) per tahun. Suriname, negara yang terletak di Amerika Selatan ini, 97 persen wilayahnya ditutupi oleh hutan. Panama, negara dengan 57 persen wilayahnya merupakan tutupan hutan dan berencana melakukan reforestasi seluas 50.000 hektar sampai dengan 2050.
Guyana juga memiliki 14,48 juta hektar hutan yang padat karbon (carbon-dense). Adapun Gabon merupakan satu dari enam negara di kawasan hutan hujan tropis Kongo dengan paling sedikit mengalami deforestasi.
Selanjutnya Madagaskar, negara di Afrika yang merupakan net carbon absorber. Namun, ia berpotensi menjadi penghasil karbon jika deforestasi merajalela. Terakhir Niue, negara kepulauan ini hanya menghasilkan karbon kurang dari 0,0001 persen dari karbon dunia. Namun, kawasan hutan yang dimilikinya menyerap lebih banyak dari itu.
Ketujuh negara ini memiliki kesamaan, yaitu luasan tutupan hutan yang masih dominan dan upayanya menahan laju deforestasi. Dua hal ini merupakan satu kesatuan yang sangat vital untuk kehidupan.
Keberadaannya sangat menentukan perubahan dunia yang terjadi sekarang. Bagaimanapun, deforestasi telah memengaruhi ekosistem, iklim, dan bahkan meningkatkan risiko penyebaran penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia.
Deforestasi adalah pembukaan lahan hutan untuk tujuan tertentu. Dalam sejarah perjalanan dunia menuju era modern, hutan-hutan dibuka untuk keperluan lahan pertanian, menggembala ternak, serta mendapatkan kayu untuk bahan bakar, industri, dan konstruksi.
Deforestasi telah mengubah wajah dunia. Dua abad silam, 80 persen wilayah Eropa Barat adalah hutan, tetapi sekarang hanya tinggal 34 persen. Di Amerika Utara, sekitar separuh hutannya di bagian timur telah dibabat sejak tahun 1600-an hingga 1800-an untuk kebutuhan papan dan pertanian.
China juga telah kehilangan area hutan yang luas dan sekarang hanya memiliki sekitar 20 persen yang merupakan kawasan hutan. Banyak negara yang sekarang memiliki areal pertanian luas dahulunya adalah kawasan hutan.
Saat ini, deforestasi masif terjadi di negara-negara hutan hujan tropis, terutama untuk membuka akses jalan bagi daerah-daerah terpencil. Pembukaan lahan hutan untuk pertanian dengan cara tebang dan bakar merupakan penyumbang terbesar deforestasi di negara tropis.
Metode ini merupakan cara tercepat mendapatkan lahan pertanian yang luas dan sisa pembakaran membantu menyuburkan tanah yang bermanfaat untuk tanaman.
Padahal, tanah hanya akan subur untuk beberapa tahun sehingga petani akan berpindah membuka hutan yang lain dengan cara yang sama. Hal ini terjadi berulang. Selain itu, hutan tropis juga banyak dibabat untuk kepentingan perkebunan tanaman keras, seperti karet dan kelapa sawit, juga industri kertas dan untuk peternakan.
Meski menguntungkan secara ekonomi, deforestasi menyebabkan karbon dioksida terlepas lebih banyak ke atmosfer. Padahal, pohon-pohon membutuhkan karbon dioksida untuk fotosintesis.
Karbon secara kimia disimpan di batang-batang pohon. Ketika pohon-pohon dibakar, karbon akan terlepas kembali ke udara. Dengan semakin sedikit pohon-pohon menyerap karbon dioksida, efek gas rumah kaca akan terjadi dan hal ini mempercepat pemanasan global.
Deforestasi juga mengancam keanekaragaman hayati. Hal itu karena hutan hujan tropis merupakan rumah bagi banyak spesies flora dan fauna. Ketika hutan dibabat, spesies-spesies tersebut akan punah. Sejumlah ahli berpendapat bahwa kita saat ini berada di episode terjadinya pemusnahan massal.
Yang lebih berbahaya lagi, berkurangnya pohon-pohon di hutan akan menyebabkan tanah mudah longsor dan membahayakan permukiman. Ia juga menyebabkan tanaman-tanaman pertanian rentan terbakar karena wilayah hutan yang sebelumnya tertutup dan basah/lembab berubah menjadi kawasan terbuka dan kering.
Secara global, angka deforestasi menunjukkan peningkatan yang signifikan dan semakin mengkhawatirkan. Banyak negara yang berkurang luasan hutannya tidak memiliki kemampuan untuk memulihkannya atau melakukan reforestasi.
Lebih dari satu dekade yang lalu, sejak 2010, data dari Our World in Data menyebutkan, total bersih hutan yang hilang secara global adalah 4,7 juta hektar per tahun. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) bahkan memprediksi sebanyak 10 juta hektar hutan telah ditebang setiap hari. Sementara reforestasi tidak sebanding dengan kehilangan sebanyak itu.
Indonesia sendiri berdasarkan data Our World in Data tersebut termasuk salah satu yang sulit melakukan reforestasi. Angka deforestasi di Indonesia, meskipun ada penurunan, masih tergolong dalam kelompok yang defisit antara luasan yang berkurang dan yang ditanam kembali.
Indonesia pernah mengalami deforestasi yang sangat banyak pada tahun 1990, mencapai 1,73 juta hektar per tahun. Pada tahun 2015, deforestasi di Indonesia sudah menurun, yakni 578.940 hektar per tahun. Namun, angka ini pun meningkat dibandingkan kondisi tahun 2000 yang sebesar 162.080 hektar per tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, deforestasi di Indonesia juga menunjukkan kecenderungan menurun. Pada periode 2014-2015, deforestasi di Indonesia mencapai 1,09 juta hektar per tahun. Secara perlahan deforestasi bisa dikurangi sehingga pada periode 2019-2020 angka deforestasi tercatat 115.459,8 hektar per tahun.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, hasil pemantauan hutan tahun 2020 menunjukkan luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 95,6 juta hektar atau 50,9 persen dari total daratan. Dari luas tersebut, sebanyak 92,5 persen atau 88,4 juta hektar berada di dalam kawasan hutan.
Meski demikian, luas lahan berhutan Indonesia tersebut sudah menyusut sebanyak 14,3 juta hektar atau berkurang 13 persen selama kurang dari dua dekade. Pada tahun 2003, luas hutan Indonesia setidaknya tercatat 109,9 juta hektar.
Jika deforestasi terus berlanjut, dampaknya akan semakin besar bagi masyarakat Indonesia. Manfaat ekonomi yang didapat tidak akan sebanding dengan kerugian akibat bencana alam/lingkungan yang mengintai. (LITBANG KOMPAS)