Uni Eropa Sepakati Larangan Impor Produk yang Mendorong Deforestasi
Uni Eropa mengeluarkan aturan terbaru, perusahaan yang mengekspor barang ke wilayah mereka harus bisa menjamin produknya tidak diproduksi di lahan yang mengalami deforestasi setelah 31 Desember 2020.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Uni Eropa mencapai kesepakatan pada Selasa (6/12/2022) untuk melarang impor berbagai barang jika produksinya berkontribusi terhadap deforestasi. Kesepakatan ini mengharuskan perusahaan yang mengekspor barang ke Uni Eropa bisa menjamin produk mereka tidak diproduksi di lahan yang mengalami deforestasi setelah 31 Desember 2020.
Ruang lingkup produk yang akan dipantau ini terutama meliputi minyak kelapa sawit, ternak sapi, kedelai, kopi, cokelat, kayu, karet, serta produk turunannya, seperti daging sapi, furnitur, dan cokelat. Produksi berbagai barang komoditas ini selama ini dianggap telah memicu deforestasi besar-besaran di negara-negara seperti Brasil, Indonesia, Malaysia, Nigeria, Republik Demokratik Kongo, Etiopia, Meksiko, dan Guatemala.
Kesepakatan ini dilatarbelakangi oleh laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memperkirakan bahwa area lahan yang lebih besar dari Uni Eropa, atau sekitar 420 juta hektar,telah digunduli di seluruh dunia selama tiga dekade terakhir.
Larangan ini dinilai akan berdampak besar bagi perdagangan komoditas secara global. Uni Eropa diketahui merupakan pasar terbesar kedua untuk konsumsi produk ini setelah China.
Ketua Komite Lingkungan Parlemen Eropa Pascal Canfin, sebagaimana dilaporkan AFP, memuji kesepakatan tersebut. ”Namun, hal ini dinilai akan memengaruhi barang sehari-hari yang dikonsumsi orang Eropa. Kopi yang kita konsumsi untuk sarapan, cokelat yang kita makan, batubara di barbeku kita, kertas di buku kita. Ini radikal,” katanya.
Organisasi lingkungan hidup Greenpeace dan WWF menyebut rancangan undang-undang yang disepakati Parlemen Eropa dan negara-negara anggota UE ini sebagai terobosan besar dan bersejarah. ”Peraturan ini adalah yang pertama di dunia untuk mengatasi deforestasi global dan secara signifikan akan mengurangi jejak UE terhadap (kerusakan) alam,” kata WWF dalam pernyataan tertulis.
Kedua kelompok organisasi sipil ini meminta UE untuk melangkah lebih jauh dengan memperluas cakupan undang-undang untuk memasukkan sabana, yang juga terancam oleh para peternak dan petani yang melanggar batas.
Undang-undang baru akan memastikan bahwa serangkaian barang utama yang ditempatkan di pasar (Uni Eropa) tidak akan lagi berkontribusi pada deforestasi dan degradasi hutan di UE dan di tempat lain di dunia.
Greenpeace mencatat bahwa lembaga keuangan yang memperluas layanan ke perusahaan pengimpor pada awalnya tidak akan berada di bawah undang-undang baru ini, tetapi mereka akan ditinjau dua tahun kemudian.
Dewan Eropa—mewakili negara-negara Uni Eropa—dan Parlemen Eropa kini harus secara resmi mengadopsi undang-undang yang disepakati. Perusahaan besar memiliki waktu 18 bulan untuk mematuhinya, sedangkan perusahaan kecil akan mendapatkan masa tenggang yang lebih lama.
”Undang-undang baru akan memastikan bahwa serangkaian barang utama yang ditempatkan di pasar (Uni Eropa) tidak akan lagi berkontribusi pada deforestasi dan degradasi hutan di UE dan di tempat lain di dunia,” kata Komisi Eropa.
Denda besar
Parlemen UE mengatakan, undang-undang tersebut membuka jalan bagi teknologi seperti pemantauan satelit dan analisis DNA untuk memverifikasi asal impor yang ditargetkan. Negara pengekspor berisiko tinggi dituntut untuk memeriksa 9 persen produk yang dikirim ke UE, sedangkan negara pengekspor berisiko rendah memiliki proporsi lebih rendah untuk diteliti.
Perusahaan yang ditemukan melanggar undang-undang dapat didenda hingga 4 persen dari omzet tahunan di UE. Aturan perundang-undangan tersebut akan ditinjau satu tahun setelah mulai berlaku untuk melihat apakah perlu diperluas ke lahan berhutan lainnya.
Tinjauan lain pada tanda dua tahun akan membuat komisi mempertimbangkan apakah akan memperluasnya untuk mencakup ekosistem dan komoditas lain serta lembaga keuangan.