Peningkatan kasus Covid-19 akibat munculnya sub-subvarian baru dari Omicron akhir-akhir ini memunculkan wacana perlunya memberikan perlindungan ekstra untuk meredam penularan dan tingkat keparahan ketika terinfeksi.
Oleh
Gianie
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga melintasi mural ajakan untuk vaksinasi di Kelurahan Jatibening Baru, Pondok Gede, Kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu (18/9/2022).
Banyak negara kini mulai mempertimbangkan pemberian vaksin dosis keempat untuk mengantisipasi Covid-19 yang meningkat belakangan ini. Prioritas semula bagi kelompok masyarakat yang rentan, tetapi selanjutnya tidak tertutup kemungkinan akan diperluas pada masyarakat umum.
Peningkatan kasus Covid-19 akibat munculnya sub-subvarian baru dari Omicron akhir-akhir ini memunculkan wacana perlunya memberikan perlindungan ekstra untuk meredam penularan dan tingkat keparahan ketika terinfeksi.
Salah satu yang menjadi pertimbangannya adalah efikasi pemberian vaksin yang akan menurun seiring berjalannya waktu. Umumnya, penurunan itu terjadi setelah 6-9 bulan divaksin. Hal ini menempatkan kelompok tertentu dalam risiko yang lebih tinggi saat subvarian baru merebak.
Salah satu kelompok yang berisiko tinggi itu adalah orang-orang yang memiliki kondisi yang disebut dengan immunocompromised, yaitu keadaan minimnya atau ketiadaan respons antibodi setelah divaksin.
Berdasarkan penelitian di Inggris, juga di Amerika Serikat dan Perancis, empat dari sepuluh orang yang secara klinis rentan memproduksi antibodi dalam jumlah yang sedikit atau bahkan tidak ada respons antibodi setelah mendapatkan vaksin Covid-19 dua dosis. Hal ini juga bisa terjadi setelah mendapatkan dosis ketiga. Karena itu, mereka butuh dosis keempat.
Akan tetapi, belum ditemukan bukti yang kuat bahwa pemberian vaksin dosis keempat kepada kelompok masyarakat yang normal, yang tidak mengalami kondisi immunocompromised, akan efektif.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun belum memberikan rekomendasi resmi mengenai perlunya dosis keempat ini. Alasannya, belum ada bukti yang mendukung dan menguatkan mengenai efektivitas vaksin dosis keempat.
Meski demikian, praktik pemberian vaksin Covid-19 dosis keempat sudah berjalan di beberapa negara. Israel merupakan negara pertama yang memberikan dosis keempat kepada masyarakat yang lebih luas.
Sejak awal 2022, negara ini sudah memberikan vaksin dosis keempat kepada penduduknya yang berusia 60 tahun ke atas, tenaga kesehatan, dan perawat yang bertugas di kediaman.
Pemerintah Israel menyebutkan bahwa pada orang yang diberikan dosis keempat terjadi peningkatan konsentrasi antibodi sebanyak lima kali lipat seminggu setelah mendapat suntikan.
HUMAS RSUP H ADAM MALIK
Tenaga kesehatan mulai mendapat vaksinasi Covid-19 dosis penguat kedua di Rumah Sakit Umum Pusat H Adam Malik, Medan, Sumatera Utara, Selasa (2/8/2022). Vaksinasi dosis keempat itu mengantisipasi peningkatan kasus yang terjadi di Sumut.
Hal ini menjadi proteksi dalam melawan infeksi sehingga mengurangi tingkat keparahan gejala dan rawat inap. Temuan ini berdasarkan studi yang tidak dipublikasikan, yang dilakukan pada 154 orang tenaga kesehatan di rumah sakit yang mendapatkan vaksin Pfizer dosis keempat.
Selain Israel, negara seperti Denmark, Italia, Swedia, Korea Selatan, dan Singapura juga sudah memberikan dosis penguat kedua untuk melawan varian Omicron. Umumnya dosis keempat diberikan kepada kelompok berisiko tinggi dan penduduk senior.
Sementara itu, di AS berdasarkan keterangan Centers for Disease Control and Protection (CDC), penerima vaksin Moderna atau Pfizer memenuhi syarat untuk mendapatkan dosis keempat. Di AS terdapat setidaknya 7 juta orang yang mengalami immunocompromised. Namun, di luar kelompok tersebut, dosis keempat juga diberikan kepada penduduk yang berusia di atas 50 tahun.
Di Indonesia sendiri, vaksin Covid-19 dosis keempat baru diprioritaskan untuk tenaga kesehatan. Pemberiannya sudah dilakukan sejak Juli 2022 lalu. Hingga minggu kedua November sudah 702.421 orang tenaga kesehatan (47,82 persen dari target) yang sudah mendapatkan vaksin dosis keempat.
Indonesia sudah cukup berhasil melaksanakan program vaksinasi Covid-19 untuk dosis pertama dan kedua. Per 12 November 2022, vaksin dosis pertama sudah mencakup 205,2 juta dosis atau 87,46 persen dari jumlah penerima yang ditargetkan pemerintah. Vaksin dosis kedua pun sudah mencapai 73,34 persen dari target penerima.
Namun, untuk vaksin penguat atau vaksin ketiga, antusisme penduduk untuk mendapatnya mulai menurun. Per 12 November lalu, baru 65,72 juta dosis yang diberikan atau sekitar 28 persen dari target.
Peningkatan kasus positif harian sejak lebih dari sebulan lalu menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya gelombang keempat Covid-19. Hal ini membuka kembali wacana mengenai diperlukannya vaksin penguat kedua atau dosis keempat bagi masyarakat umum.
Pendapat ahli kesehatan masih terbelah soal ini. Yang tidak setuju dengan pemberian vaksin dosis keempat lebih karena alasan perlindungan dari tertular virus korona tidak bisa hanya mengandalkan vaksin.
Untuk mencegah agar penularan jadi meluas, hal yang paling penting dilakukan adalah pencegahan primer agar virus tidak sempat masuk ke tubuh. Menaati protokol kesehatan tetap menjadi hal yang utama.
Pencegahan primer ini diyakini lebih efektif ketimbang pencegahan sekunder yang mengandalkan vaksin. Vaksin yang sudah tersedia sekarang belum tentu efektif bagi varian baru yang selalu berevolusi agar tidak dikenali oleh antibodi tubuh.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga antre menjalani vaksinasi penguat di Taman Swakarsa, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (13/7/2022).
Pemberian vaksin dosis keempat bagi tenaga kesehatan bisa dikatakan cukup tepat mengingat kelompok ini masih rentan terpapar virus ketika berhadapan dengan pasien Covid-19.
Namun, jika target dosis keempat akan diperluas bagi masyarakat umum, tantangannya sangat besar. Hal ini melihat program vaksin dosis ketiga yang berjalan sangat lamban. Tentunya akan sulit untuk meyakinkan masyarakat untuk menerima dosis keempat.
Jika penerima vaksin dosis keempat menyasar pada kelompok yang memiliki masalah respons antibodi, yang perlu dilakukan menurut para ahli adalah pengetesan antibodi untuk mengetahui kondisi antibodi tubuh.
Identifikasi terhadap kelompok rentan ini perlu dilakukan secara rutin. Hal ini tentunya tidak mudah dan tidak pula murah jika diterapkan pada masyarakat luas.
Itulah sebabnya pencegahan primer menjadi lebih utama. Di satu sisi, masyarakat harus taat protokol kesehatan. Di sisi lain, pemerintah harus mulai kembali menggencarkan pengetesan dan pelacakan untuk mencegah agar kenaikan kasus positif yang terjadi sekarang tidak berkembang menjadi gelombang Covid-19 keempat. (LITBANG KOMPAS)