Analisis Litbang "Kompas" : Mengantisipasi Gelombang Keempat Covid-19
Kewaspadaan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan secara disiplin menjadi kunci menghadapi potensi lonjakan kasus Covid-19 yang akhir-akhir ini cenderung meningkat.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F09%2F01%2Fdd51d8b8-4354-40d8-9f58-e7099820bb75_jpg.jpg)
Pandemi Covid-19 menunjukkan peningkatan dalam sebulan terakhir, terutama di wilayah Jawa-Bali-Nusa Tenggara. Peningkatan kasus positif diikuti oleh penambahan pasien yang dirawat dan jumlah kematian, namun penularannya belum melewati status level satu standar WHO. Kewaspadaan perlu ditingkatkan agar tren kenaikan kasus tidak berkembang menjadi gelombang keempat Covid-19.
Dalam linimasa virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19, sejak awal virus ditemukan hingga berevolusi, Indonesia telah mengalami tiga gelombang puncak kedaruratan kesehatan.
Gelombang pertama dimulai pada Maret 2020, gelombang kedua akibat varian Delta pada Juli 2021, dan gelombang ketiga akibat varian Omicron pada Februari 2022.
Gelombang ketiga sudah melandai pada periode Agustus-September 2022 dan Indonesia sebagaimana halnya dunia optimistis menyongsong status endemi. Namun, dengan merebaknya beberapa subvarian baru dari Omicron, kasus Covid-19 kembali meningkat.
Varian Omicron merupakan variant of concern (VOC) yang paling banyak bermutasi di wilayah Afrika Selatan, Eropa, Amerika Serikat, hingga Asia Selatan. Muncul subvarian BA.1, BA.2, BA.4, BA.5, BA.2.12.1, BA.2.75, BQ.1, hingga XBB.
Kewaspadaan perlu ditingkatkan agar tren kenaikan kasus tidak berkembang menjadi gelombang keempat Covid-19
Subvarian yang merupakan mutasi dari Omicron ini memiliki kesamaan karakter, yaitu tingkat transmisibilitas atau penyebaran yang cepat, namun tingkat keparahan dan fatalitasnya rendah.
Peningkatan kasus positif Covid-19 akibat sub-subvarian ini tidak hanya terjadi di negara-negara Eropa yang sudah melonggarkan protokol kesehatan, antara lain dengan tidak lagi memakai masker saat di kerumunan. Tetapi juga di negara-negara yang melakukan pembatasan ketat untuk mencapai zero transmission, seperti China dan Hong Kong.
Di Indonesia, subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 sudah teridentifikasi sejak 9 Juni 2022 (Kompas, 11/6/2022). Subvarian BA.2.75 terdeteksi pada pertengahan Juli 2022 (Kompas, 19/7/2022). Adapun subvarian XBB juga ditemukan di Indonesia pada pertengahan Oktober 2022. (Kompas, 22/10/2022).
Peningkatan kasus positif baru terjadi di Indonesia sejak pertengahan Oktober 2022. Pada 4 November, jumlah kasus positif harian menyentuh angka 5.303 kasus. Namun, per 8 November lalu jumlahnya mencapai 6.601 kasus per hari.
Baca juga : Waspadai Gejala Penurunan Indeks Pengendalian Covid-19
IPC Kompas
Memburuknya situasi pandemi di Indonesia saat ini juga terekam dari hasil pemantauan rutin yang dilakukan Kompas lewat pengukuran Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC). IPC Kompas telah merekam naik turunnya kondisi pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia sejak Juli 2021 ketika gelombang varian Delta melanda.
Pulihnya Indonesia dari gelombang ketiga yang disebabkan oleh varian Omicron ditandai dengan meningkatnya skor nasional IPC secara gradual, dari skor terendah 60 pada akhir Februari 2022 menjadi skor tertinggi 88 pada pertengahan Juni 2022. Setelah itu skor relatif stagnan hingga bertahan pada skor 84 di minggu kedua Oktober 2022.
Dalam sebulan terakhir, skor IPC nasional menurun sebanyak satu hingga dua poin per minggunya. Per 7 November lalu skor nasional IPC berada pada angka 78. Artinya, terjadi penurunan sebanyak 6 poin selama empat minggu.
Penurunan skor terutama terjadi di wilayah Jawa-Bali-Nusra. DKI Jakarta yang pada saat pulih dari gelombang ketiga bisa mencapai skor 90 pada minggu kedua Oktober, dalam sebulan (per 7 November) turun drastis sebanyak 11 poin ke level 79. Dibandingkan minggu sebelumnya, skor DKI Jakarta minggu ini turun 6 poin.

Penurunan yang cukup drastis selama sebulan terakhir juga dialami oleh Nusa Tenggara Barat, yaitu sebanyak 17 poin dalam sebulan atau sebanyak 7 poin dibandingkan minggu sebelumnya. DI Yogyakarta juga turun cukup banyak, yakni 15 poin dalam sebulan atau sebanyak 4 poin dibandingkan minggu sebelumnya.
Bali juga turun cukup signifikan, yakni 13 poin dalam sebulan atau 5 poin dibandingkan minggu sebelumnya. Nusa Tenggara Timur juga turun sebanyak 12 poin dalam sebulan atau 2 poin dibandingkan minggu sebelumnya.
Adapun Jawa Timur turun 11 poin dalam sebulan atau 3 poin dibandingkan minggu sebelumnya. Banten menjadi provinsi dengan skor yang relatif stabil karena hanya turun 1 poin dalam sebulan.
Penurunan skor IPC Jawa-Bali-Nusra ini disebabkan oleh meningkatnya kasus positif harian dan kasus kematian, dua dari enam indikator yang membentuk IPC. Berdasarkan pola yang terbentuk saat gelombang kedua dan ketiga, pemburukan skor IPC selalu dimulai dari wilayah Jawa-Bali-Nusra. Namun, pemulihannya pun dimulai dari wilayah ini.
Baca juga : Menyongsong Akhir Pandemi Covid-19
Antisipasi
Meski terjadi penurunan skor IPC akibat meningkatnya kasus positif harian dan jumlah kematian, namun saat ini kondisinya masih terkendali dengan baik karena belum melewati status level satu berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Status level satu menurut WHO adalah kondisi di mana per 100.000 penduduk per minggu, jumlah kasus yang terjadi kurang dari 20 kasus, jumlah rawat inap kurang dari 5 kasus, dan angka kematian kurang dari 1 kasus. Hingga awal November, angkanya di Indonesia adalah 8,15 untuk jumlah kasus positif, 1,21 untuk jumlah rawat inap, dan 0,07 untuk angka kematian.
Meski situasi masih cukup terkendali, tindakan antisipasi perlu digencarkan agar peningkatan kasus tidak mengarah pada terjadinya gelombang keempat.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F05%2F10%2F2c21efdd-e377-4c0b-854d-d5827fd84f7d_jpg.jpg)
Mural dengan tulisan ajakan untuk melindungi keluara dengan tetap berkativitas di rumah saja menghiasi tembok rumah warga di Lengkong Wetan, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (10/5/2020).
Terkendalinya situasi ini salah satunya adalah berkat program vaksinasi. Kekebalan komunitas untuk melawan Covid-19 di Indonesia sudah terbentuk dengan baik.
Per 8 November 2022, penerima vaksinasi dosis pertama sudah mencapai 87,45 persen (205,2 juta orang), penerima vaksinasi dosis kedua mencapai 73,31 persen (172,0 juta orang), sedangkan penerima vaksinasi penguat sebanyak 27,92 persen (65,5 juta orang).
Namun, kita tidak bisa hanya mengandalkan vaksin. Hal itu karena potensi perlindungan dari antibodi yang terbentuk mulai menurun, baik yang didapat secara alami (karena terinfeksi virus) atau secara buatan (mendapat vaksin). Sementara, virus selalu berevolusi agar tidak dikenali oleh antibodi. Ditambah lagi butuh waktu yang cukup lama untuk menghasilkan vaksin yang cocok untuk varian virus baru.
Pengetesan dan pelacakan menjadi standar yang harus kembali ditingkatkan untuk mencegah penularan jadi meluas. Namun, hal yang paling efektif dan penting adalah melakukan pencegahan primer agar virus tidak sempat masuk ke tubuh.

Oleh karena itu menaati protokol kesehatan tetap yang utama. Pencegahan primer ini lebih bagus ketimbang pencegahan sekunder yang semata mengandalkan vaksin. Pencegahan primer lebih mumpuni bagi varian baru yang tidak dapat diantisipasi oleh vaksin.
Selain itu, berkaca pada kasus varian baru di Indonesia yang merupakan kasus impor, bukan karena virus bermutasi di dalam negeri, maka kewaspadaan di pintu-pintu masuk (bandara internasional) harus diketatkan. Peluang penularan virus karena dibawa oleh pelaku perjalanan luar negeri harus diantisapasi.
Hal itu berhubung Indonesia dalam bulan November ini menggelar hajatan internasional, yaitu pertemuan para pemimpin negara G20 di Bali dan ajang balap World SuperBike (WSBK) di Mandalika, NTB. Kedua provinsi ini berdasarkan indeks IPC, mengalami penurunan skor yang cukup tajam dalam sebulan terakhir dan berpotensi untuk memburuk. (LITBANG KOMPAS).
Baca juga : Analisis Litbang "Kompas" : Covid-19 Belum Mereda, Opsi Pengetatan Perlu Dipertimbangkan