Analisis Wacana Berita Tragedi Kanjuruhan, Suara Para Korban dan Siapa Saja yang Memihaknya
Tragedi Kanjuruhan memunculkan sejumlah wacana dan aktor yang terlibat di dalamnya. Litbang ”Kompas” menganalisis fenomena tersebut menggunakan analisis jejaring wacana (DNA).
Di setiap peristiwa, dapat muncul beragam wacana berikut polemik dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Demikian pula yang terjadi dalam Tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur. Beragam wacana muncul di seputar Tragedi Kanjuruhan, mulai dari pemicu tragedi termasuk penggunaan gas air mata, pelaku yang bertanggung jawab, keamanan stadion, hingga manajemen sepak bola nasional.
Dari perspektif korban, ada wacana nyaring yang menuntut pengungkapan tragedi itu. Para korban ataupun pihak yang bersimpati pada peristiwa Kanjuruhan menuntut pengusutan tragedi mematikan tersebut hingga tuntas. Bahkan, para tokoh-tokoh penting pun juga sependapat bahwa peristiwa Kanjuruhan harus ada yang mempertanggungjawabkan. Melalui analisis pemberitaan di media massa, terlihat sejumlah dukungan untuk pengungkapan tragedi olahraga itu.
Melalui metode analisis jejaring wacana yang diteliti dari sejumlah pemberitaan, terjaring berbagai suara dan pendapat dari para korban Kanjuruhan berikut tuntutan yang mereka inginkan. Selain itu, terkuak pula wacana atau pandangan dari sejumlah tokoh yang disebut dengan ”aktor” dalam teknik analisis ini dalam mengutarakan pendapatnya terkait Kanjuruhan. Presiden Joko Widodo dan Mahfud MD muncul sebagai aktor yang dominan dalam analisis jejaring wacana itu.
Hingga pekan keempat setelah Tragedi Kanjuruhan, jumlah korban masih terus bertambah. Tragedi yang terjadi pada 1 Oktober 2022 itu menelan korban jiwa hingga 135 orang. Korban yang baru saja meninggal adalah Farza Dwi Kurniawan yang merupakan mahasiswa Fakultas Teknik Sipil di Universitas Muhammadiyah Malang. Farzan tutup usia pada Minggu (23/10/2022) dalam masa perawatan di Rumah Sakit Saiful Anwar di Kota Malang, Jawa Timur.
Tragedi Kanjuruhan menorehkan duka yang mendalam pada ratusan korban yang mengalami luka fisik dan batin. Suasana duka juga dialami oleh ratusan keluarga korban yang meninggal. Suara serta berbagai tuntutan yang disampaikan oleh mereka terekam dalam berbagai pemberitaan media di Indonesia. Salah satunya dipublikasikan di artikel berita harian Kompas.
Pada rentang 2-16 Oktober 2022 terdapat 102 artikel berita berjenis hard news yang dipublikasikan melalui portal berita kompas.id yang merupakan kanal berita digital harian Kompas. Dalam pemberitaan tersebut, terkandung beragam wacana yang dilontarkan oleh berbagai aktor, mulai dari pihak korban hingga kepala negara. Litbang Kompas melalui pendekatan analisis jejaring wacana (network discourse analysis) mendapatkan peta yang menghubungkan antara wacana dan sejumlah pendapat dari para aktor tersebut.
Baca juga: Aremania dan Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang
Melalui teknik analisis itu, tampak sejumlah wacana yang tergolong dominan atau paling banyak disampaikan oleh para aktor. Selain itu, juga didapati relasi antarpihak yang berkaitan dengan suatu wacana. Ada yang sifatnya miliki posisi mendukung (pro) ataupun yang menentang (kontra). Penekanan pada analisis jejaring wacana berada pada relasi antaraktor terhadap suatu wacana. Dengan demikian, keterlibatan dan keberpihakan para tokoh dalam suatu wacana dapat terlihat secara sistematis.
Wacana pihak korban
Sejumlah pihak yang mewakili para korban, baik itu individu yang mengalami tragedi, para keluarga korban, maupun Aremania, mengujarkan beberapa wacana sesaat setelah peristiwa berlalu. Mereka menggulirkan wacana; ”Menuntut untuk mengusut tuntas pihak yang bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan”. Jika dibaca sebagai kalimat yang berdiri sendiri, dapat dimaknai sebagai suatu kewajaran di mana masyarakat menuntut adanya kejelasan, pertanggungjawaban, dan juga keadilan terhadap tragedi tersebut.
Wacana yang dilontarkan oleh pihak korban mendapatkan dukungan dari sejumlah kalangan. Sikap mendukung ditunjukkan oleh para aktor (tokoh) yang turut memunculkan wacana serupa. Terdapat 13 aktor yang ikut menggaungkan wacana desakan menuntut tuntas kasus Kanjuruhan.
Dari kalangan elite pemerintah ada Presiden Joko Widodo, Ketua DPR Puan Maharani, serta Ketua Komisi X DPR Syaifu Huda. Aktor selanjutnya, ada dari kelompok lembaga negara independen, yaitu Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Lembaga nonpemerintah pun turut menyuarakan wacana yang sama. Dua di antaranya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia serta Institute for Security dan Strategic Studies (ISSS).
Bahkan, pihak kepolisian yang diduga sebagai salah satu pemicu peristiwa tersebut juga ikut menyatakan wacana serupa. Kala itu, wacana ini disampaikan oleh Kapolda Bali Irjen Putu Jayan Danu yang terekam pada berita Kompas edisi 4 Oktober 2022 dengan judul ”Doa dari Bali untuk Para Korban Tragedi Kanjuruhan”. Perlu digarisbawahi bahwa wacana dari Putu Jayan Danu adalah wacana yang mengandung sikap keberpihakan pada korban yang paling awal disampaikan oleh pihak kepolisian.
Selain itu, ada pula wacana yang berasal dari organisasi keolahragaan nasional. Ketua Komisi Disiplin PSSI Erwin Tobing dan Ketua Komite Olimpiade Indonesia Raja Sapta Oktohari menyampaikan wacana tentang tuntutan mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan. Hal serupa juga disampaikan oleh organisasi masyarakat-keagamaan yang diwakili oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir yang meminta kepada pemerintah agar segera mengungkap perisiwa di Kanjuruhan itu.
Baca juga: Sorotan Tragedi Kanjuruhan dari Surat Kabar Dunia
Terakhir, dari kalangan masyarakat umum ada jurnalis yang berada di lokasi peristiwa serta para pengamat olahraga yang wacananya muncul di pemberitaan Kompas. Perlu diketahui bahwa pada fase awal setelah kejadian cukup sulit mendapatkan narasumber saksi mata yang mau diwawancarai. Alhasil, jurnalis yang berada di lokasi kejadian dan menjadi korban pun diangkat sebagai narasumber.
Sikap aktor atau tokoh-tokoh yang mendukung pada suatu wacana bisa dibaca sebagai sikap keberpihakan kepada para korban. Namun, perlu diperhatikan bahwa sikap pada tataran wacana tidak selalu berbanding lurus dengan aksi atau tindakan aktor yang menyatakan keberpihakannya.
Pro dan kontra
Secara garis besar, pemberitaan Kompas terkait Tragedi Kanjuruhan memberi panggung pada wacana utama yang berkenaan dengan kepentingan para korban, yaitu mengusut tuntas serta menegakkan keadilan bagi para korban. Dari perspektif korban melihat peristiwa setelah laga Arema FC versus Persebaya Surabaya sebagai akibat dari tindakan represif aparat keamanan. Wacana ini juga cukup dominan muncul pada pemberitaan Kompas.
Muncul wacana bahwa ”aparat keamanan, yaitu polisi dan TNI, menggunakan kekuatan secara berlebihan”. Wacana ini pada mulanya disampaikan oleh pihak korban serta Aremania, kemudian bergulir dan digaungkan oleh aktor lainnya.
Setidaknya ada enam aktor atau tokoh yang juga berpandangan bahwa aparat keamanan melakukan tindakan berlebihan. Mereka adalah Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, pihak LBH Surabaya, Sekjen Federasi Kontras Andy Irfan, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, dan Bambang Rukminto dari pengamat kepolisian, ISSS.
Di sisi lain, wacana tentang tindakan represif aparat keamanan, khususnya dari pihak kepolisian, ditampik oleh mantan Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Arfinta. Ia berdalil bahwa tindakan aparat menembakkan gas air mata dalam kondisi terpaksa karena massa mulai anarkis. Menurut Nico, turunnya para pemain ke lapangan disebabkan oleh ketidakpuasan Aremania dengan hasil akhir pertandingan yang dimenangkan oleh Persebaya.
Baca juga: Hujan Duka hingga "Buzzer" Polisi dalam Tragedi Kanjuruhan
Penyataan kontra yang disampaikan Nico terdapat dalam berita Kompas edisi Minggu (2/10/2022) dengan judul ”Gas Air Mata Menuai Polemik, Keluarga Korban Minta Keadilan”. Jika ditilik dari segi linimasa peristiwanya, pernyataan Irjen Nico yang bersifat kontra dengan wacana ”pengerahan kekuatan secara berlebihan oleh aparat keamanan” tergolong terlalu dini. Lebih jauh lagi dari sisi aktor atau tokoh yang menentang wacana tersebut hanyalah Nico seorang. Bisa dinilai bahwa pernyataan yang dilontarkan adalah sikap pembenaran tindakan aparat keamanan dalam situasi yang dideskripsikan oleh Nico.
"Opinion leader"
Selain wacana utama serta peta pro-kontra terhadap suatu wacana, melalui analisis jejaring wacana didapatkan pula aktor atau tokoh yang dominan pada keseluruhan wacana secara umum. Dalam pemberitaan Tragedi Kanjuruhan di harian Kompas, posisi teratas sebagai tokoh opinion leader ditempati oleh Presiden Joko Widodo. Sebagai kepala negara, wacananya banyak dikutip oleh jurnalis Kompas dalam teks pemberitaan.
Selanjutnya, di posisi kedua ada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang sekaligus sebagai ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Kanjuruhan. Mahfud MD dengan peran ganda, yakni sebagai Menko Polhukam dan Ketua TGIPF, memegang peran kunci dalam proses pengungkapan fakta seputar Tragedi Kanjuruhan.
Pada posisi ketiga terdapat narasumber dengan latar belakang pengamat olahraga. Para pengamat olahraga menyumbangkan pandangan serta wacana-wacana yang mengimbangi wacana dari elite pemerintahan. Desakan untuk mengusut tuntas peristiwa Kanjuruhan salah satunya datang dari kelompok pengamat.
Baca juga: Jajak Pendapat Litbang ”Kompas”: Tragedi Kanjuruhan, Momentum Pemulihan Sepak Bola Nasional
Kelompok aktor wacana yang berada pada posisi keempat adalah para Aremania, korban, serta pihak orangtua, dan keluarga korban. Mereka adalah salah satu aktor kunci dalam arena wacana Tragedi Kanjuruhan. Selain terlibat langsung dalam peristiwa, juga sebagai pihak penuntut keadilan.
Aktor yang kelima yaitu dari pihak kepolisian Indonesia yang terpusat pada Kapolri, Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo. Pada wacana Tragedi Kanjuruhan, salah satu pihak yang mendapat tekanan besar dari publik adalah pihak kepolisian. Sigit sebagai pimpinan tertinggi institusi kepolisian kerap melontarkan wacana terkait dengan peristiwa naas 1 Oktober tersebut.
Wacana tentang tuntutan untuk mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan perlu terus dikawal. Sikap dari elite pemerintah dan jajarannya dalam mendukung wacana ini menjadi penanda positif dalam upaya pengungkapan peristiwa. Namun, publik masih harus terus mengawasi serta mengawal perkembangan pengusutannya. Jangan sampai isunya semakin surut dan wacana untuk menegakkan keadilan tergerus wacana-wacana populer lainnya yang dapat segera mengaburkan penuntasan Tragedi Kanjuruhan. (LITBANG KOMPAS)