Sebesar 62,4 persen responden jajak pendapat Kompas menilai komitmen jalinan koalisi parpol menuju 2024 yang sudah mulai terbentuk masih berpeluang berubah.
Oleh
YOHAN WAHYU/Litbang KOMPAS
·5 menit baca
Publik masih ragu. Indikasi keraguan publik akan terjalinnya koalisi partai politik jauh hari sebelum pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden akhir tahun depan terekam dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas awal September 2022. Separuh lebih responden (62,4 persen) menyatakan, apa yang dijalin di tataran elite partai politik saat ini berpeluang berubah.
Sikap ini menegaskan, publik melihat peta politik masih sangat cair. Banyak peluang yang bisa terjadi terkait koalisi partai politik untuk Pemilu 2024. Tidak ada jaminan komunikasi dan komitmen berkoalisi yang sudah dilakukan elite politik dan partai saat ini akan bertahan sampai masa pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden dibuka.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Setidaknya sampai saat ini ada dua komitmen koalisi yang dibangun elite partai politik. Pertama, pada 4 Juni 2022 tiga partai politik menandatangani nota kesepahaman sebagai bentuk komitmen membentuk koalisi yang diberi nama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Ketiga partai politik itu adalah Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kedua, komitmen serupa juga terbentuk 13 Agustus 2022 antara Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan penandatanganan piagam deklarasi koalisi oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Di mata publik, lahirnya dua komitmen koalisi ini belum ditangkap bahwa koalisi partai politik sudah final. Keraguan ini bahkan disampaikan responden pemilih dari partai-partai yang sudah memberi sinyal terkait koalisi itu. Hal ini bisa dilihat dari sikap responden pemilih Partai Golkar, PAN, dan PPP yang tergabung dalam KIB.
Hampir 60 persen responden pemilih Golkar yakin KIB akan berubah petanya karena pemilu masih lama. Hal yang sama juga dinyatakan sebagian besar responden pemilih PPP dan PAN. Sikap senada juga dinyatakan responden pemilih Gerindra dan PKB. Rata-rata, 60 persen responden dari kelompok pemilih kedua partai ini meragukan koalisi yang digagas Gerindra dan PKB itu akan bertahan dan sudah final.
Jika merujuk tahapan Pemilu 2024, pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden akan dibuka akhir Oktober 2023. Dengan demikian, ada rentang waktu kurang lebih satu tahun bagi partai politik untuk merajut koalisi. Durasi yang relatif masih lama inilah yang membuat sebagian besar responden melihat upaya-upaya membangun koalisi sejauh ini tidak menjamin menjadi gambaran final koalisi.
Pengalaman bangunan koalisi di Pemilu 2019 yang direpresentasikan dengan pemilihan calon wakil presiden di hari-hari terakhir pendaftaran calon presiden dan wakil presiden bisa menjadi cerminan bagaimana koalisi kerap kali dilakukan di ujung tahapan pendaftaran. Bisa jadi pengalaman ini makin menguatkan persepsi publik bahwa dinamika penentuan koalisi tidak bisa lepas dari bagaimana partai politik mengamankan dan memastikan kepentingan politiknya bisa terpenuhi dalam proses membangun koalisi tersebut.
Tidak mengherankan jika kemudian publik cenderung memaknai proses koalisi partai politik, terutama dalam pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden, lebih didominasi aspirasi politik elite dibandingkan dengan aspirasi pemilih. Sebanyak 76,9 persen responden pesimistis memandang koalisi ini sehingga mereka lebih melihat penentuan koalisi berbanding lurus dengan kepentingan elite, serta berbanding terbalik dengan kepentingan pemilih.
Secara proporsi, penilaian secara kritis terhadap proses koalisi partai politik ini lebih banyak terlihat dari kalangan responden dengan latar belakang pendidikan tinggi. Dari kelompok ini, 90,8 persen menempatkan proses koalisi sebagai wujud aspirasi elite semata, bukan pemilih. Sementara itu, kelompok responden dengan latar belakang pendidikan dasar dan menengah, proporsi responden yang pesimistis masih di bawah kelompok responden berpendidikan tinggi. Sebanyak 85,3 persen responden berpendidikan menengah melihat koalisi hanya menampung aspirasi kepentingan elite partai, sedangkan responden berpendidikan dasar hanya sebesar 67,9 persen.
Meski ada gradasi berbasis latar belakang pendidikan, secara umum mayoritas responden jajak pendapat ini setuju koalisi masih elitis.
Penilaian kondisi politik yang masih cair dan sikap pesimisme responden yang melihat langkah partai dalam membangun koalisi hanya mengutamakan kepentingan dan aspirasi elite ini menambah keyakinan mereka bahwa partai-partai politik belum siap membangun koalisi saat ini. Apa yang dilakukan dianggap masih penjajakan sekaligus proses mengalkulasi sejauh mana kepentingan mereka terpenuhi di Pemilu 2024.
Sikap responden ini tertangkap dari pertanyaan terkait kesiapan sejumlah potensi poros koalisi di pilpres nanti. Jika mengikuti irama potensi koalisi akhir-akhir ini, ada dua potensi poros koalisi di luar poros KIB dan poros Gerindra-PKB yang sudah muncul sebelumnya.
Kedua potensi poros tersebut adalah poros PDI Perjuangan yang jadi satu-satunya partai politik yang memenuhi syarat kursi DPR minimal untuk mengajukan pasangan calon presiden-calon wakil presiden tanpa berkoalisi dengan parpol lain. Satu poros lainnya adalah potensi koalisi Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Nasdem.
Dari empat poros ini, PDI-P dipandang sebagai poros yang paling siap menghadapi Pemilu 2024. Hal ini tidak lepas dari posisi partai ini yang di atas kertas berhak mengajukan calon presiden-calon wakil presiden tanpa harus berkoalisi. Adapun poros lainnya cenderung dinilai belum lebih siap karena harus memastikan akumulasi kursi dari partai politik lain.
Meskipun demikian, seperempat bagian responden menilai secara umum belum ada poros koalisi yang siap menghadapi Pemilu 2024. Sikap responden pemilih dari tiap-tiap dari empat poros di atas juga masih pesimistis keempat poros tersebut sudah pasti dan tidak berubah. Namun, hadirnya empat poros ini cenderung lebih berpeluang terjadi dengan penilaian responden terkait koalisi gemuk parpol di pemerintahan saat ini yang diyakini akan berubah di Pemilu 2024.
Pada akhirnya, upaya menakar soliditas koalisi partai politik yang saat ini dinilai masih sangat cair, tidak lepas dari kepastian siapa sosok pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusungnya. Bagaimanapun, sosok calon presiden-calon wakil presiden yang diusung menjadi variabel penting untuk menjawab seberapa besar peluang koalisi partai akan memenangi kontestasi di Pilpres 2024.