Jajak Pendapat Litbang ”Kompas”: Perpustakaan Daerah, Penting, tetapi Sepi Pengunjung
Antusiasme warga untuk mengunjungi perpustakaan daerah masih minim. Litbang ”Kompas” coba menguraikan seperti apa harapan publik terhadap perpustakaan daerah agar dapat menarik pengunjung.
Oleh
VINCENTIUS GITIYARKO
·4 menit baca
Keberadaan perpustakaan daerah sebagai wadah untuk memenuhi kebutuhan literasi dinilai penting oleh masyarakat. Meski demikian, pada praktiknya minat untuk mengunjungi perpustakaan daerah masih kurang. Hal ini terekam dalam jajak pendapat Kompas yang memperlihatkan 90,1 persen responden menyatakan keberadaan perpustakaan daerah penting untuk memfasilitasi kebutuhan literasi masyarakat.
Melalui Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pedoman Nomenklatur Dinas Perpustakaan Daerah, pemerintah juga sudah menunjukkan perhatian serius terhadap keberadaan perpustakaan daerah. Dalam aturan ini disebutkan, perpustakaan daerah merupakan urusan pemerintahan dan wajib diselenggarakan oleh semua daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Namun, persepsi positif publik dan usaha pemerintah ini belum dibarengi dengan tingginya kebiasaan berkunjung ke perpustakaan daerah. Hasil jajak pendapat Litbang Kompas mencatat, sekitar 29,5 persen responden mengaku pernah berkunjung ke perpustakaan daerah. Sementara 39,5 persen responden mengaku tidak pernah berkunjung. Lebih memprihatinkan lagi, ada 31 persen responden yang tidak tahu keberadaan perpustakaan daerah di wilayahnya.
Intensitas mereka yang mengaku pernah berkunjung ke perpustakaan daerah pun cenderung sangat jarang. Hal ini diakui separuh dari responden (52,2 persen) yang sangat jarang mengunjungi perpustakaan daerah, bahkan belum tentu sebulan sekali. Sekitar 31,5 persen mengaku berkunjung sekitar sebulan sekali. Hanya sekitar 16,2 persen responden mengatakan sering mengunjungi perpustakaan daerah.
Di Jakarta, misalnya, hal yang sama dengan temuan jajak pendapat Litbang Kompas ini tergambar dari data pengunjung perpustakaan tahun 2019 (sebelum pandemi). Sepanjang 2019 ada sekitar 3.688.690 orang berkunjung ke semua perpustakaan daerah yang ada di DKI Jakarta.
Jika dihitung per bulan, ada sekitar 300.000 pengunjung perpustakaan daerah atau hanya 3 persen dari total 10,5 juta penduduk Jakarta. Data Pemprov DKI Jakarta ini mengonfirmasi temuan jajak pendapat yang menunjukkan masih rendahnya minat masyarakat berkunjung ke perpustakaan daerah.
Pengaruh pendidikan
Jika dicermati secara lebih dalam, tingkat pendidikan responden memengaruhi pengakuan di atas. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, semakin tinggi pula kebiasaannya untuk mengunjungi perpustakaan. Sebaliknya, responden yang mengaku tidak tahu adanya perpustakaan daerah didominasi oleh responden berpendidikan dasar.
Soal kebiasaan berkunjung, 54,1 persen responden berpendidikan tinggi mengaku pernah mengunjungi perpustakaan. Jumlah ini berkurang menjadi 38,6 persen pada responden berpendidikan menengah dan hanya 16,3 persen responden berpendidikan dasar yang pernah ke perpustakaan.
Lebih tingginya persentase responden yang tidak pernah berkunjung ke perpustakaan dapat juga dipahami dari dua sisi. Pertama, kesadaran masyarakat akan pentingnya perpustakaan daerah belum sejalan dengan tindakan untuk datang ke perpustakaan daerah. Kedua, ada indikasi pemerintah daerah belum maksimal mempromosikan perpustakaan daerah ataupun membuat kegiatan-kegiatan yang menarik kunjungan.
Meskipun identik dengan soal membaca, sebenarnya minat masyarakat untuk berkunjung ke perpustakaan daerah bisa dimaksimalkan tidak selalu terkait dengan buku. Perpustakaan bisa menjadi tempat mengadakan pameran seni, kegiatan kelompok hobi, dan juga seminar. Dengan melandainya pandemi Covid-19, momen mengadakan berbagai kegiatan di luar rumah, termasuk di perpustakaan daerah, dapat dilakukan.
Terkait dengan hal ini, 15,8 persen responden yang tahu keberadaan perpustakaan daerah menyatakan perpustakaan di wilayahnya dijadikan tempat kumpul/nongkrong, sedangkan 24,6 persen mengatakan perpustakaan daerah biasa dijadikan tempat acara. Akan tetapi, tak kurang dari 43 persen responden menjawab perpustakaan daerah di tempat tinggalnya lebih sering sepi.
Apresiasi dan harapan
Meskipun minat publik datang ke perpustakaan daerah masih kurang, apresiasi tecermin dari tingkat kepuasan mereka yang pernah berkunjung. Delapan dari sepuluh responden puas terhadap fasilitas yang disediakan di sana. Hanya sekitar 20,8 persen yang menyatakan tidak puas.
Terkait soal fasilitas, menarik melihat Perpustakaan Taman Ismail Marzuki di Jakarta yang diresmikan pada pertengahan Juli. Perpustakaan ini menawarkan wajah kekinian jika ditilik dari bangunan dan fasilitas yang ada. Mulai dari fasilitas permainan anak-anak, studio mini untuk podcast, hingga ruang laktasi tersedia di perpustakaan ini.
Tak kurang dari 20 persen responden berharap fasilitas perpustakaan di daerahnya bisa ditingkatkan dan memadai, seperti ruang yang nyaman dan luas serta akses lebih mudah. Terkait dengan koleksi buku, 19 persen responden berharap koleksi lebih lengkap. Sebanyak 16,1 persen responden juga melihat kerja sama antara perpustakaan dan pihak luar, seperti sekolah-sekolah, bisa ditingkatkan.
Sementara itu, 29,1 persen publik berharap sosialisasi tentang keberadaan perpustakaan daerah bisa ditingkatkan. Hal ini dapat mengatasi minimnya pengetahuan masyarakat soal keberadaan perpustakaan daerah. Dengan makin berbenah, minat publik berkunjung ke perpustakaan daerah diharapkan meningkat. Dengan begitu, minat baca meningkat dan literasi bangsa makin maju. (LITBANG KOMPAS)