Berjarak dengan Perpustakaan, Tetap dengan Pengetahuan
Ragam inovasi yang dilakukan sejumlah perpustakaan di daerah jadi solusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sumber referensi. Namun, layanan digital yang kini dibutuhkan masih memiliki berbagai keterbatasan.
Oleh
Dedy Afrianto (Litbang Kompas)
·4 menit baca
Pembatasan ruang gerak selama lebih dari setahun terakhir turut berdampak pada terbatasnya akses kunjungan ke perpustakaan. Inovasi berbasis digital dilakukan guna menepis jarak antara masyarakat dan layanan perpustakaan di sejumlah daerah.
Di tengah perkembangan teknologi, perpustakaan tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kebutuhan masyarakat, terutama pada ranah akademik. Sumber referensi dalam bentuk teks, gambar, ataupun video menjadi kebutuhan yang tidak dapat digantikan dalam proses menghasilkan suatu karya ilmiah.
Kondisi ini terekam dalam banyaknya jumlah pengunjung perpustakaan di Indonesia. Sebelum pandemi, perpustakaan menjadi salah satu tujuan lokasi yang kerap dikunjungi oleh masyarakat.
Perpustakaan di DKI Jakarta, misalnya, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DKI Jakarta mencatat, pada tahun 2018 jumlah pengunjung ke perpustakaan di Ibu Kota mencapai 3,5 juta orang. Jumlah kunjungan yang cukup tinggi juga tercatat pada tahun 2019 yang mencapai 2,68 juta pengunjung.
Meskipun mengalami penurunan, jumlah pengunjung ke perpustakaan di Jakarta pada 2019 masih lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kunjungan ke sejumlah obyek wisata seperti Museum Sejarah Jakarta (746.971), Museum Nasional (305.086), dan Pelabuhan Sunda Kelapa (38.058).
Kunjungan ke perpustakaan yang masih relatif tinggi sebelum pandemi juga terjadi di Kota Yogyakarta. Pada tahun 2019 jumlah pengunjung mencapai 506.753 orang, meningkat 25 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya.
Jumlah pengunjung ke perpustakaan di Yogyakarta saat itu juga lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pengunjung pada beberapa lokasi penting lainnya, seperti Keraton Yogyakarta (420.334), Museum Benteng Vredeburg (110.050), atau Museum Sonobudoyo I (23.790). Artinya, perpustakaan juga masih dilirik sebagai salah satu lokasi yang penting untuk dikunjungi.
Dampak pandemi
Sayangnya, di tengah antusiasme masyarakat, pelayanan secara fisik di perpustakaan terpaksa harus dilakukan secara parsial akibat pandemi. Saat kasus positif Covid-19 mengalami kenaikan, pelayanan perpustakaan ditutup dan mengikuti kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Sementara saat kasus melandai, pelayanan perpustakaan dibuka dengan kapasitas terbatas.
Pelayanan Perpustakaan Nasional beberapa kali melakukan penyesuaian kebijakan pelayanan secara fisik. Pada 16 Maret 2020, pelayanan secara fisik sempat ditutup di tengah mulai banyaknya temuan kasus positif Covid-19.
Layanan dibuka pada 11 Juni 2020 dengan kuota 1.000 pengunjung per hari. Namun, penutupan kembali dilakukan saat pemerintah memberlakukan penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada Juni 2021.
Kondisi serupa terjadi pada sejumlah daerah. Di Sumatera Utara, perpustakaan daerah tingkat provinsi juga sempat ditutup selama tiga bulan pada awal periode pandemi. Pembukaan layanan fisik secara hati-hati mulai dilakukan pada Juli 2020.
Kebijakan ini tentu berpengaruh pada terhambatnya akses masyarakat pada layanan perpustakaan secara fisik. Hambatan ini tergambar dari penurunan jumlah pengunjung perpustakaan di sejumlah daerah pada tahun 2020.
Penurunan pengunjung yang cukup drastis salah satunya terjadi di DKI Jakarta. Pada tahun 2020, jumlah pengunjung perpustakaan di DKI Jakarta mengalami penurunan hingga 70,5 persen. Sejak tahun 2016, inilah titik terendah jumlah pengunjung perpustakaan di Ibu Kota yang hanya mencapai 793.243 pengunjung.
Hal senada dicatatkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta. Pengunjung perpustakaan di wilayah ini pada tahun 2020 turun sebesar 49,4 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya.
Adaptasi dan inovasi
Di tengah kondisi ini, pengelola perpustakaan dan pemustaka dituntut untuk beradaptasi. Layanan digital pun menjadi solusi yang dapat memangkas jarak fisik antara masyarakat dengan layanan perpustakaan.
Di Amerika Serikat, sebagian besar perpustakaan sejak awal pandemi telah mengalihkan layanan pada medium berbasis digital. Dalam survei yang dirilis oleh Asosiasi Perpustakaan Amerika (ALA), sejak Maret 2020 sebagian besar perpustakaan di Amerika Serikat telah meningkatkan akses layanan daring untuk meningkatkan pelayanan. Layanan buku digital, perpanjangan waktu pinjam buku secara daring, hingga layanan digital yang ramah disabilitas turut diberikan.
Adaptasi serupa dilakukan oleh sejumlah perpustakaan di Indonesia. Selain Perpustakaan Nasional yang telah menerapkan layanan digital melalui iPusnas, perpustakaan di sejumlah daerah juga turut memberikan layanan serupa agar mempermudah masyarakat.
Perpustakaan daerah di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, misalnya, di tengah penutupan perpustakaan pada Juli 2021, layanan peminjaman dan pengembalian buku tetap dapat dilakukan menggunakan aplikasi iPekalongankota.
Inovasi juga dilakukan oleh Perpustakaan Provinsi Sumatera Barat dengan meluncurkan aplikasi bernama iSumbar Mambaco. Dengan demikian, masyarakat tetap dapat terhubung dengan kebutuhan sumber referensi meski terkendala akses secara fisik.
Ragam inovasi yang dilakukan oleh sejumlah perpustakaan di daerah menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sumber referensi. Namun, layanan digital masih memiliki ragam keterbatasan mengingat belum semua sumber referensi dapat diakses secara daring. Sejumlah fasilitas perpustakaan masih membutuhkan kunjungan fisik untuk dimanfaatkan, seperti arsip, koran di masa lampau, foto, atau video bersejarah.
Bagaimanapun, kondisi ini menjadi titik tolak pengembangan layanan perpustakaan digital di masa yang akan datang. Selain buku, layanan lainnya tentu perlu dihadirkan dalam format digital sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan untuk mempermudah mengakses sumber-sumber yang dibutuhkan.