Sempat terpuruk akibat badai pandemi, sektor pariwisata nasional perlahan-lahan mulai menapaki jalan pemulihan. Momentum pemulihan diharapkan terus melaju dengan kenaikan signifikan kunjungan wisman ke Indonesia.
Oleh
VINCENTIUS GITIYARKO
·6 menit baca
Momentum pemulihan pariwisata nasional terlihat dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juli 2022. BPS merilis data kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada periode Januari-Mei 2022. Angkanya cukup menjanjikan, total kunjungan wisman ke Indonesia pada Mei 2022 sebesar 212.332 kunjungan.
Sebagai perbandingan, rata-rata kunjungan wisman per bulan pada periode April-Desember 2020 berada di angka 155.955. Sementara sepanjang 2021, rata-rata kunjungan wisman ke Indonesia 129.794 per bulan. Artinya, angka kunjungan wisman pada Mei 2022 berada di atas rata-rata tersebut dan menjadi periode pertama yang menyentuh angka 200.000 semenjak pandemi. Salah satu pengaruh utamanya yakni isu transisi dari situasi pandemi menuju endemi yang sudah mulai didengungkan.
Apa yang terjadi pada Mei 2022 ini menumbuhkan optimisme setelah jurang terdalam dialami sektor pariwisata pada kurun waktu Februari dan Maret 2022. Hanya 18.455 wisman saja yang berkunjung ke Indonesia pada Februari 2022 dan 40.790 saja pada Maret 2022.
Apa yang terjadi pada awal-awal tahun 2022 itu cukup dapat dipahami karena peningkatan kasus Covid-19 varian Omicron yang terjadi di Indonesia. Untungnya, situasi dalam negeri cepat terkendali dan dampak varian terbaru Covid-19 di awal tahun ini tidak menimbulkan efek terlalu parah.
Menyimpan catatan
Meski cukup menggembirakan, angka kunjungan wisman pada Mei 2022 sejatinya masih jauh dibandingkan dengan jumlah kunjungan sebelum pandemi Covid-19 melanda. Sebelum pandemi, total kunjungan wisman pada 2019 sebanyak 16,1 juta, yang artinya rata-rata per bulan sekitar 1,34 juta kunjungan wisman ke Indonesia. Tidak jauh beda, jumlah kunjungan wisman pada 2018 mencapai 15,8 juta kunjungan pada 2018.
Untuk mencapai angka kunjungan wisman ke Indonesia seperti tahun-tahun sebelum pandemi, maka perlu kenaikan sekitar 1 juta kunjungan lagi setiap bulannya. Di satu sisi, situasi ini sesungguhnya tampak masih berat. Di sisi lain, jika memang Indonesia akhirnya terlepas dari pandemi, maka harapan jumlah kunjungan wisman kembali ke angka normal sebelum pandemi menjadi makin nyata.
Sedikit lebih dalam melihat data kunjungan wisman berdasarkaan asal kebangsaannya, maka wisman yang datang ke Indonesia dalam lima tahun terakhir didominasi oleh turis berkebangsaan Asia, termasuk ASEAN di dalamnya. Menyusul berikutnya turis berkebangsaan Eropa, Oseania, Amerika, dan terakhir Afrika.
Jika dilihat dari total kunjungan wisman pada 2019, situasi sebelum pandemi, turis dari wilayah ASEAN yang paling tinggi yakni 6,2 juta dengan rata-rata per bulan sekitar 513.000 per bulan. Pada posisi kedua wisman berkebangsaan Asia (di luar ASEAN), yaitu total kunjungan tak kurang dari 5,2 juta dengan rata-rata 437.000 per bulan. Angka ini disusul oleh turis asal benua Eropa dengan total 2 juta kunjungan. Rata-rata per bulan turis dari benua ini sekitar 173.000 yang datang ke Indonesia.
Posisi turis Eropa disusul oleh turis dari wilayah Oseania, yakni total kunjungan 1,6 juta pada 2019 dengan rata-rata 172.000 per bulan. Total kunjungan turis dari Oseania ini berturut-turut disusul oleh turis asal benua Amerika (649.000 kunjungan), wilayah Timur Tengah (264.000 kunjungan), dan Afrika (99.000 kunjungan).
Jika dilihat data kunjungan 2022 (hingga Mei), tren kunjungan wisman berdasarkan kebangsaannya sedikit terjadi pergeseran meski secara umum masih mirip dengan tahun 2019. Lebih kurang 60 persen kunjungan wisman masih berasal dari wilayah Asia, termasuk ASEAN di dalamnya. Selanjutnya, 21 persen berasal dari wilayah Oseania, dikuti wisman asal Timur Tengah (11 persen), Amerika (6 persen), serta Eropa dan Afrika yang masing-masing berkisar 1 persen.
Apabila data kunjungan total pada 2019 disandingkan dengan tren kunjungan wisman ke Indonesia Januari-Mei 2022 masih tecermin bahwa lebih dari separuh wisman yang datang ke Indonesia berasal dari wilayah Asia dan sekitarnya. Bahkan, jika ditambah dengan Oseania, maka 80 persen wisman yang datang ke Indonesia pada lima bulan pertama tahun 2022 masih berasal dari wilayah yang relatif dekat secara geografis dengan Indonesia.
Secara lebih detail, lima negara teratas asal turis mancanegara pada 2019 berturut-turut adalah Malaysia dengan total 2,98 juta kunjungan dalam setahun, diikuti China (2,07 juta), Singapura (1,93 juta), Australia (1,39 juta), dan Timor Leste (1,18 juta). Sementara hingga Mei 2022, Timor Leste menjadi negara asal turis terbanyak dengan total 79.000 kunjungan diikuti oleh Malaysia (73.000), Australia (53.000), Singapura (41.000), dan India (27.000).
Kembali pada soal rendahnya kunjungan turis yang berasal dari luar Asia dan Oceania, periode libur musim panas paling tidak dapat menjelaskan fenomena rendahnya kunjungan wisman dari belahan dunia bagian utara. Turis asal Eropa, misalnya, biasanya baru akan mencapai titik puncak pada kurun waktu Juli hingga September tatkala mereka libur musim panas.
Jika memang tidak ada situasi khusus yang terjadi, tren kunjungan turis asal Eropa kemungkinan besar akan melonjak pada tengah tahun 2022 ini. Namun, tetap saja peningkatan jumlah dalam situasi normal pun tetap menjadi pekerjaan rumah Indonesia untuk menarik wisatawan mancanegara yang secara geografis relatif jauh dari Indonesia.
Devisa negara
Hal paling signifikan dan lekat dengan kedatangan wistawan mancanegara ke Indonesia devisa negara dari sektor pariwisata. Masih dari data BPS, sejak 2015 hingga 2018, jumlah devisa sektor pariwisata terus meningkat. Pada 2015 devisa sektor pariwisata tak kurang dari 10,7 miliar dollar AS. Angka ini menanjak menjadi 11,2 millar dollar AS pada 2016, sekitar 13,1 milliar dollar AS pada 2017, dan 16,4 miliar dollar AS pada 2018.
Kenaikan jumlah devisa sektor pariwisata ini berbanding lurus dengan kenaikan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Dengan begitu, naik turunnya jumlah kunjungan wisman ke Indonesia akan memengaruhi pendapatan devisa negara. Bahkan, pada 2015, peringkat devisa sektor pariwisata berada di urutan empat besar kontribusinya pada pendapatan negara setelah minyak bumi dan gas, batubara, serta minyak kelapa sawit.
Tak berhenti di situ, aktifnya aktivitas pariwisata akan berdampak pada bidang-bidang terkait seperti bisnis transportasi, kuliner, kerajinan, hiburan, hingga penginapan. Pandemi yang membuat sektor pariwisata mati suri nyatanya berdampak pula pada lesunya bisnis-bisnis tersebut.
Angka kunjungan wisman pada Mei 2022 menjadi periode pertama yang menyentuh angka 200.000 semenjak pandemi.
Kembali pada data kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada 2022 hingga Mei, meski menyimpan beberapa catatan, angka kunjungan wisman yang menanjak tetap perlu apresiasi. Jumlah kunjungan wisman tersebut menjadi yang terbesar semenjak pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat yang dimulai April 2020. Penghargaan ini dapat menelurkan optimisme bahwa sektor pariwisata akan menemukan momentum titik baliknya pada 2022 ini.
Potensi wisman dari negara-negara tetangga yang selama ini menjadi tumpuan kunjungan dapat kembali dioptimalkan dengan lebih meningkatkan promosi dan kegiatan wisata di destinasi favorit. Upaya mendukung yang sudah dilakukan oleh pemerintah dengan kebijakan bebas visa untuk wilayah ASEAN.
Tak hanya itu, baru-baru ini berlaku kebijakan bebas visa kunjungan serta visa kunjungan saat kedatangan (VoA) khusus wisata. Sejauh ini total sudah ada 43 negara yang bisa mendapatkan VKSK (visa on arrival) khusus wisata. Kebjiakan ini didukung pula dengan promosi yang dilakukan Kemenparekraf pada event pariwisata internasional pada 2022 ini, yaitu Arabian Travel Market (ATM) Dubai 2022 dan South Asia’s Travel & Tourism Exchange (SATTE) 2022.
Untuk menjaring wisatawan dari negara-negara belahan dunia utara, pemerintah tampaknya perlu mempertimbangkan apa yang sudah dilakukan oleh Thailand. ”Negeri Gajah Putih” itu mulai mempromosikan pariwisata premium.
Dunia usaha pariwisata juga dapat berkontribusi dengan mengadopsi sejumlah tren wisata pascapandemi. Sejumlah tren baru, seperti penggunaan teknologi touchless dan hotel mobile apps yang memudahkan wisatawan mengakses berbagai layanan tanpa harus bersentuhan secara fisik harus lebih banyak diadopsi untuk menjaring wisman.
Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara akan menghidupkan sektor pariwisata. Dengan begitu devisa sektor pariwisata akan terus membaik yang diikuti dengan kesejahteraan pelaku bisnis yang terkait langsung dengan sektor ini baik dari atas hingga masyarakat bawah. (LITBANG KOMPAS)