Merekam Kondisi Kesehatan Badan, dari Aplikasi hingga Jam Tangan Pintar
Perkembangan teknologi digital juga merambah perangkat kesehatan yang kian mudah didapatkan masyarakat. Catatan kebugaran pribadi ini dapat membantu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Oleh
Debora Laksmi Indraswari
·4 menit baca
Tren mendata dan memonitor data kesehatan pribadi terus meningkat seiring dengan munculnya beragam alat kesehatan berbasis digital. Tren ini bisa memberi banyak manfaat bagi dunia kesehatan.
Selama pandemi Covid-19, perhatian terhadap kesehatan tubuh dan mental meningkat. Mulai dari anjuran berolahraga, berjemur pagi di bawah sinar matahari, makan makanan bergizi, tidur dengan waktu cukup, hingga bermeditasi rutin disosialisasikan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan imunitas tubuh sehingga risiko terpapar Covid-19 dapat diminimalkan. Atau bagi pasien Covid-19 supaya pemulihan kondisi tubuh menjadi lebih cepat.
Salah satu bentuk atensi masyarakat terhadap kesehatan tubuh ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas olahraga. Survei daring yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Desember 2021 mengungkapkan satu dari lima orang yang sebelumnya tidak berolahraga mulai berolahraga selama pandemi.
Selain itu, masyarakat juga semakin giat memantau dan mengukur kondisi tubuh. Ada yang dilakukan karena kewajiban sebagai syarat penapisan gejala Covid-19, misalnya dengan mengukur suhu tubuh.
Adapula yang bertujuan karena inisiatif pribadi dan untuk merekam kebiasaan berolahraga. Misalnya saat bersepeda atau berlari, pesepeda dan pelari menggunakan sistem pengukuran jarak dan waktu. Atau pengukuran kadar oksigen melalui oksimeter yang disarankan khusus bagi pasien Covid-19.
Tak heran selama pandemi ini, pengunduhan aplikasi perekam aktivitas olahraga, waktu tidur, kadar gizi makanan, dan pendeteksi stres terus meningkat. Aplikasi perekam aktivitas olahraga Strava diunduh dan digunakan oleh rata-rata 2.000 pengguna baru setiap bulan. Hingga akhir 2021, aplikasi ini telah digunakan lebih dari 95 juta pengguna.
Penjualan alat kesehatan yang dipasang di tubuh (wearable tech), seperti jam tangan pintar atau smartwatch, pun meningkat. Per kuartal II-2021, penjualan produk tersebut meningkat 27 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Mencatat kondisi kesehatan
Merekam kebiasaan, aktivitas, atau kondisi tubuh bukanlah hal baru. Bagi orang yang sakit ada kewajiban mencatat tekanan darah, suhu tubuh, atau gula darah, tergantung pada penyakitnya. Orang yang sedang melakukan diet biasanya mencatat makanan yang disantap untuk diukur kandungan gizinya.
Dalam cakupan lebih luas, aktivitas mencatat dan mendata aktivitas atau kondisi tubuh sehari-hari ini disebut self tracking atau quantified self. Pada dasarnya, self tracking mencakup praktik pengumpulan data dan informasi pribadi untuk dianalisis sebagai bahan pengambilan keputusan tertentu.
Serupa dengan itu, gerakan quantified self yang digagas oleh Gary Wolf dan Kevin Kelly pada 2007 ditujukan untuk mengajak masyarakat mengenal diri melalui data. Meskipun lebih banyak digunakan untuk sektor kesehatan, gerakan ini juga mengajak masyarakat agar melek data dari kebiasaan sehari-hari.
Dengan mencatat dan mengamati data diri sendiri, orang-orang dapat mengetahui pola kebiasaan sehari-harinya. Atas dasar pengamatan itu, mereka dapat memilih untuk mengurangi kebiasaan buruk, meningkatkan kebiasaan baiknya, atau mengawali hal-hal baru yang bermanfaat.
Dalam dunia kesehatan, kebiasaan menguantifikasi diri semakin berkembang dengan kampanye-kampanye kesehatan yang menyebutkan angka tertentu sebagai standar aktivitas untuk menunjang kesehatan tubuh, seperti ”berjalan kaki 10.000 langkah per hari” atau ”minum air delapan gelas sehari”.
Jauh sebelumnya untuk keperluan yang lebih spesifik, pada 1970-an, komputer yang dikenakan di tubuh (wearable computer) untuk pencatatan data pribadi telah digunakan untuk deteksi personal. Kemudian pada 2001, mulai berkembang web 1.0 untuk melacak kebiasaan sehari-hari.
Kini dengan berkembangnya teknologi dan pola hidup sehat, banyak orang mulai tertarik mengecek dan mencatat aktivitas fisik, seperti berolahraga ataupun kondisi tubuhnya. Hal ini sesuai dengan prediksi Deloitte pada 2017 tentang prediksi tren perawatan kesehatan 2022.
Ada enam hal yang diperkirakan menjadi tren kesehatan 2022, salah satunya quantified self. Pada 2022, orang-orang akan lebih terinformasi akan data kesehatan pribadinya melalui aplikasi dan alat-alat kesehatan (wearable tech).
Saat ini perangkat perekam aktivitas dan kondisi tubuh melalui telepon genggam ataupun alat yang dipasang di tubuh, seperti jam tangan, gelang, dan karet ikat badan, menjadi andalan. Siapa pun yang memiliki telepon pintar dapat mengunduh dan menggunakan aplikasi itu. Alat-alat yang dikenakan di tubuh pun terkoneksi pada telepon pintar sehingga data yang terekam dapat disimpan dalam jangka lama dan dianalisis sesuai keperluan.
Jangka panjang
Meskipun perangkat perekam aktivitas dan kesehatan tubuh telah banyak digunakan, pemahaman pengguna terhadap fungsi dan manfaat data yang terekam masih rendah. Memang motivasi menggunakan perangkat tersebut berbeda-beda setiap pengguna. Akan tetapi sangat disayangkan apabila ragam data yang terekam tidak dimanfaatkan optimal sehingga pengguna tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Di sisi lain, ada kekhawatiran dari kalangan ahli kesehatan bahwa pemahaman dan analisis data yang salah oleh pengguna akan mengarahkan pengguna pada pengambilan keputusan yang salah. Hal ini dapat diawali oleh penggunaan alat yang keliru sehingga data yang dihasilkan tidak akurat.
Kendati demikian, hal-hal tersebut tidak mengurangi manfaatnya bagi perbaikan kualitas hidup dan kesehatan. Dalam jangka panjang penggunaan alat kesehatan, seperti jam pintar (smartwatches) atau aplikasi kesehatan, menjadi klinik kesehatan personal.
Pengguna tidak lagi hanya mengukur aktivitas olahraga saja, tetapi juga mengawasi kondisi kesehatan sesuai yang terdeteksi pada alat. Apalagi beberapa jam tangan pintar telah memiliki izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) untuk mendeteksi kelainan, seperti fibrilasi atrium, penyebab utama stroke.
Pada masa pandemi Covid-19, penggunaan jam tangan pintar meningkat lantaran fungsi pengukur saturasi oksigen yang tersedia. Di Amerika Serikat, lebih dari 10 persen pengguna jam tangan pintar menggunakan alat itu untuk mendeteksi gejala Covid-19. Tak heran 15 persen pengguna baru di AS membeli jam tangan pintar saat pandemi Covid-19.
Pencatatan kondisi tubuh secara rutin dan digital melalui wearable tech memberi manfaat bagi sektor kesehatan di masa depan. Melalui alat dan data yang rutin direkam, para ahli kesehatan dibantu dengan algoritma alat akan mampu memprediksi kondisi kesehatan seseorang serta memberi peringatan akan risiko penyakit tertentu ketika gejala terdeteksi.
Konsep itu sedang dikembangkan Stanford Medicine bersama perusahaan teknologi Fitbit dan Scripps Research. Mereka mengembangkan algoritma yang mendeteksi tingkat kekebalan tubuh melalui tanda-tanda, seperti detak jantung dan suhu kulit. Dengan mendeteksi kekebalan tubuh, diharapkan penyakit infeksi, seperti Covid-19, dapat terdeteksi lebih awal.
Penggunaan alat-alat kesehatan digital akan semakin meningkat. Teknologi yang digunakan pun semakin canggih. Upaya preventif terhadap penyakit tertentu dapat dilaksanakan dengan optimal dan kualitas kesehatan masyarakat dapat meningkat dengan kontrol yang dimulai dari diri sendiri melalui alat-alat kesehatan pribadi.
Dalam sistem yang lebih luas, pemanfaatan data kesehatan yang direkam pribadi melalui alat dapat terkoneksi dengan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan. Tentu saja penggunaannya perlu diiringi dengan kesadaran dan keamanan data pribadi serta analisis pemanfaatan yang benar. Dengan demikian, perawatan kesehatan pribadi atau personal healthcare sebagai upaya preventif dalam mencegah penyakit akan lebih optimal. (LITBANG KOMPAS)