Minat Tinggi Penumpang Menjadi Tumpuan Pemulihan Maskapai Dunia
Kondisi Covid-19 yang kian terkendali membuat warga dunia kembali antusias bepergian menggunakan pesawat udara.
Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
·5 menit baca
Perlahan-lahan maskapai penerbangan dunia mulai bangkit walau masih dalam kondisi badai pandemi Covid-19. Tingginya minat penumpang untuk terbang dalam keadaan normal baru jadi angin segar pemulihan bisnis penerbangan dunia.
Gejolak pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia sangat berpengaruh terhadap industri penerbangan global. International Air Transport Association (IATA) dalam laporan Economic Performance of the Airline Industry menunjukkan, pada 2019 jumlah penumpang maskapai penerbangan anjlok dari 4,5 miliar penumpang tinggal hanya 1,8 miliar pada 2020. Volume pasar global penumpang transportasi udara hanya tersisa 40 persen.
Kondisi serupa terjadi di Indonesia. Dari data Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Annual Report 2020 menunjukkan, pada 2019 jumlah penumpang penerbangan domestik ada pada angka 80 juta penumpang. Badai pandemi mengikis perjalanan penumpang dan hanya menyisakan 35 juta penumpang pada 2020.
Pukulan berat yang diterima maskapai penerbangan di seluruh dunia pada 2020 merugikan keuangan perusahaan hingga 138 miliar dollar AS. Sejalan turunnya kasus penularan di beberapa negara, tahun ini bisnis penerbangan global mulai memperoleh angin segar.
Embusan angin berasal dari dua sumber, yaitu dari bantuan atau subsidi pemerintah di tiap negara dan mulai bergairahnya minat masyarakat untuk bepergian dengan berbagai keperluan. Peningkatan volume penumpang membuat pendapatan maskapai mulai membaik.
IATA mencatat, walau masih merugi, nilai kerugian maskapai dunia pada 2021 mulai berkurang, yaitu sebesar 52 miliar dollar AS. Data tersebut menunjukkan pertumbuhan pendapatan maskapai 62 persen pada tahun ini dibandingkan dengan 2020.
Ditinjau dari kedalaman kerugian yang dialami, tahun ini maskapai di wilayah Amerika Latin menanggung kerugian terdalam (31 miliar dollar AS). Disusul oleh perusahaan penerbangan di Eropa (12 miliar dollar AS), kemudian di Amerika Utara (10 miliar dollar AS), dan yang paling kecil berada di area Asia Pasifik (7 miliar dollar AS).
Namun, apabila dilihat dari angka pertumbuhannya, maskapai di Amerika Latin adalah yang paling berhasil menambal kerugian. Terdapat pertumbuhan pendapatan hingga 11 persen. Pemasukan perusahaan penerbangan di Amerika Utara tumbuh 9 persen, di Eropa 5 persen, dan yang terendah 4 persen di Asia Pasifik.
Apabila ditelusur lebih jauh lagi, bertahannya maskapai di Amerika Utara dan Eropa banyak disumbang oleh bantuan pemerintah negara masing-masing. IATA menunjukkan bahwa selama pandemi, pemerintah di seluruh dunia telah mengucurkan dana bantuan 230 miliar dollar AS kepada maskapai penerbangan.
Perusahaan penerbangan di Amerika Utara menerima manfaat subsidi yang paling besar, yaitu 105 miliar dollar AS. Disusul maskapai di Eropa dengan subsidi 70 miliar dollar AS. Bantuan pemerintah sangat berarti bagi maskapai yang beroperasi di kedua wilayah ini.
Negara-negara di Amerika Utara dan Eropa mengalami gelombang penularan Covid-19 hingga empat bahkan lima kali. Artinya, pembatasan wilayah lebih sering dilakukan dan berdampak pada berkurangnya volume perjalanan transportasi udara.
Gairah penumpang
Selain subsidi, mulai bergairahnya minat masyarakat untuk bepergian dengan berbagai keperluan menjadi daya dorong tumbuhnya pendapatan maskapai global. Data IATA per Oktober 2021 mencatat jumlah penumpang maskapai global diperkirakan 2,3 miliar pada 2021. Jumlah penumpang tersebut diprediksi akan terus meningkat pada 2022 menjadi 3,4 miliar orang.
Minat warga dunia untuk kembali menggunakan jasa penerbangan juga tertangkap dari survei Inmarsat Aviation, Passenger Confidence Tracker September 2021. Survei yang dilakukan pada September 2021 dengan melibatkan 10.110 responden dari 16 negara di dunia, termasuk Indonesia, berhasil melacak rencana dan minat masyarakat untuk bepergian di tengah kondisi pandemi.
Survei mengungkap bahwa 60 persen responden berencana bepergian melalui jalur udara dalam kurun waktu enam bulan ke depan. Sisanya ada yang merencanakan lebih dari enam bulan atau lebih dari setahun.
Optimisme ini juga ditemukan di Indonesia. Terdapat 52 persen responden yang mengaku akan terbang dalam enam bulan ke depan. Ada juga yang menjawab mau menggunakan transportasi udara apabila sudah menerima vaksin Covid-19 (10 persen), dan ada yang menunda perjalanan hingga pandemi benar-benar usai (16 persen).
Kepercayaan diri masyarakat yang tinggi untuk terbang di kondisi pandemi tergambar dalam tingkat kepuasan terhadap adaptasi dan pelayanan maskapai penerbangan. Sejumlah 67 persen responden di tingkat dunia mengaku puas dan sangat puas terhadap adapatasi pelayanan yang begitu cepat dan memberikan rasa aman serta nyaman selama perjalanan di tengah pandemi.
Tingkat kepuasan dari responden Indonesia bahkan lebih tinggi. Sebanyak 81 persen responden menyatakan puas dan sangat puas dengan pelayanan maskapai. Penilaian kepuasan ini ditujukan bagi maskapai internasional yang beroperasi di Indonesia serta belasan maskapai lokal.
Tingginya antusiasme warga untuk bepergian menggunakan pesawat masih condong pada rute-rute domestik. Hal ini disebabkan masih banyak penutupan pintu kedatangan internasional dan risiko penularan yang lebih tinggi ketika perjalanan antarnegara.
Survei Inmarsat Aviation mengungkap bahwa 53 persen responden dunia berencana menggunakan penerbangan domestik. Adapun 26 persen lainnya mengaku memilih kombinasi antara perjalanan domestik dan internasional.
Angka minat terhadap penerbangan domestik dari responden Indonesia terbilang sangat tinggi, yakni mencapai 74 persen. Lainnya, yaitu 23 persen responden berminat untuk melakukan penerbangan campuran antara domestik dan rute internasional.
Melalui serangkaian data tersebut, dapat dipahami bahwa maskapai penerbangan di Indonesia dapat mengoptimalkan pasar rute penerbangan domestik. Pangsa pasar rute domestik selama ini didominasi oleh empat maskapai, yaitu Lion Air (35 persen), Batik Air (17 persen), Citilink (15 persen), dan Garuda Indonesia (13 persen).
Beserta dengan delapan maskapai lokal lainnya, semoga antusiasme warga menjadi kesempatan untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan. Di tengah pandemi yang sedang dalam kondisi surut, inilah saatnya maskapai-maskapai penerbangan dalam negeri memanfaatkan momentum.
Apabila tren penularan Covid-19 dapat terus ditekan, dan lebih jauh lagi tidak terjadi lonjakan kasus pascalibur akhir tahun, pada tahun 2022 awan tebal badai pandemi di dunia penerbangan nasional segera tersibak. (LITBANG KOMPAS)