Sudah 72 tahun Garuda Indonesia menjalankan misi sebagai penerbangan yang mengemban identitas keindonesiaan. Kisahnya diawali dari hibah maskapai Belanda, tetapi kini harus berjuang membenahi manajemen internalnya.
Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
·3 menit baca
Sudah 72 tahun Garuda Indonesia mengemban tugas sebagai maskapai penerbangan nasional yang mewakili citra bangsa di bidang transportasi udara. Garuda pertama kali mengudara pada 28 Desember 1949 untuk mengantar Presiden Soekarno beserta rombongan dari Yogyakarta menuju Jakarta.
Kepindahan Presiden Soekarno dari Yogyakarta menuju Jakarta menandai berakhirnya Agresi Militer Belanda dan diakuinya Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang berdaulat. Kepindahan Bung Karno juga menjadi penanda kehadiran maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia. Sebagaimana lambang negara, Bung Karno memberikan nama Garuda sebagai simbolisasi kekuatan dan ketangguhan bangsa Indonesia untuk lepas dari belenggu penjajah.
Garuda Indonesia adalah nama baru dari Garuda Indonesian Airways yang dipakai hingga tahun 1989. Cikal bakal Garuda Indonesian Airways (GIA) berasal dari peralihan kekayaan Pemerintah Belanda yang ada di wilayah Hindia Belanda kepada Pemerintah Indonesia. Peristiwa ini didasari oleh hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang memerintahkan penyerahan kekayaan, salah satunya berupa maskapai penerbangan sipil.
Maskapai penerbangan sipil Kerajaan Belanda yang beroperasi di Indonesia bernama Maskapai Penerbangan Kerajaan Belanda Hindia-Belanda (KNILM). Perusahaan KNILM sudah mengudara di langit Nusantara sejak 1928, ketika itu menghubungkan kota Amsterdam dengan kota Batavia.
Pada 1945 KNILM dilebur kedalam maskapai KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) yang merupakan perusahaan penerbangan milik Pemerintah Belanda. Dengan kata lain, GIA memiliki ikatan sejarah yang erat dengan maskapai tersebut.
Penamaan GIA sebagai maskapai nasional Indonesia merupakan keputusan Presiden Soekarno dari hasil lanjutan perundingan tentang hasil KLB pada 21 Desember 1949. Pada masa peralihan dari KLM kepada GIA dibantu oleh personel maskapai Hindia Belanda tersebut. Sumber daya manusia perusahaan KLM membantu tata kelola perusahaan hingga kaderisasi pilot dari anak bangsa.
GIA pada 1950 tercatat mengoperasikan 38 pesawat dengan berbagai merek dan tipe. Armada-armada tersebut adalah 22 pesawat Dakota DC-3, 8 kapal terbang Catalina, dan 8 Convair 240.
Pada perkembangannya, GIA juga turut mengantar jemaah haji ke Mekkah untuk pertama kali pada 1956. Lompatan berikutnya terjadi pada 1965, yaitu membuka rute penerbangan internasional ke negara-negara Eropa.
Saat ini Garuda Indonesia mengoperasikan 210 pesawat yang dioperatori oleh dua perusahaan, yaitu GIA sendiri sejumlah 142 unit dan anak perusahaannya, yakni Citilink, yang mengoperasikan 68 armada. Dari jumlah 142 pesawat yang dioperasikan, enam di antaranya adalah milik perusahaan dan sisanya merupakan pesawat yang disewa dari perusahaan lain.
Gelombang pandemi Covid-19 membuat maskapai penerbangan di seluruh dunia mengalami kerugian. Pembatasan mobilitas dan aturan ketat untuk mencegah penularan Covid-19 memaksa orang untuk tidak bepergian.
Pada 2020, Garuda mengalami kerugian terparah selama satu dekade terakhir, nilainya mencapai 2,5 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 36 triliun. Pada 2021, kondisi pandemi di sejumlah negara di dunia sudah relatif terkendali. Tingkat mobilitas warga Indonesia pun mulai meningkat.
Kembali bergeraknya ekonomi Indonesia dan dunia turut membawa angin segar bagi Garuda. Walau merugi, nilainya tidak separah pada 2020. Nilai kerugian pada 2021 hingga laporan bulan September 2021 ada pada angka 1,7 miliar dollar AS.
Di tengah kondisi pandemi, berbagai upaya dilakukan oleh manajemen perusahaan, salah satunya dengan mengurangi beberapa rute penerbangan internasional dan domestik. Pada November 2021, Garuda menutup rute penerbangan ke Melbourne dan Perth di Australia, Osaka (Jepang), Jeddah (Arab Saudi), serta semua rute dengan tujuan China.
Strategi lain yang akan dilakukan pada 2022 adalah memangkas 97 rute penerbangannya. Jika pada 2019 Garuda melayani 237 rute, tahun depan hanya akan mempertahankan 140 rute. Kebijakan ini diambil demi melakukan efisiensi untuk membenahi kinerja keuangan perusahaan.
Upaya lainnya ialah mengurangi jenis dan jumlah pesawat yang dioperasikan. Sebelumnya, Garuda mengoperasikan 13 jenis pesawat yang berbeda, ke depan akan dikurangi menjadi hanya tujuh jenis pesawat. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan perawatan sehingga biaya yang dikeluarkan dapat ditekan.
Berbagai upaya sedang dilakukan untuk membenahi kondisi perusahaan penerbangan kebanggaan Indonesia ini. Melalui perbaikan manajemen dan transparansi bisnis, semoga sayap-sayap Garuda tetap kuat dan tangguh mengarungi langit Indonesia dan dunia. (LITBANG KOMPAS)