Peta Strategis KEK Gresik dalam Industrialisasi di Jawa Timur
Peresmian Java Integrated Industrial and Port Estate di Gresik sebagai Kawasan Ekonomi Khusus menjadikan Jawa Timur memiliki momentum untuk percepatan realisasi rencana pengembangan industri.
Di masa pandemi, Jawa Timur perlahan merealisasikan rencana-rencana pengembangan industri untuk menggerakkan perekonomian lebih kencang.
Dengan diresmikannya Java Integrated Industry and Ports Estate (JIIPE) di Gresik sebagai Kawasan Ekonomi Khusus, Jawa Timur memiliki momentum untuk percepatan realisasi rencana pengembangan industri.
Jawa Timur merupakan provinsi industri karena besarnya sumbangan sektor industri dalam menopang perekonomian, yakni sekitar 30 persen dari produk domestik regional bruto (PDRB).
Industri strategis baik yang berskala nasional maupun internasional tumbuh pesat di Jatim, seperti industri kimia dasar, industri semen, industri perkapalan, industri kereta api, dan industri militer.
Kontribusi PDRB Jatim terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pun terbilang tinggi. Tidak pernah kurang dari 14 persen jika dilihat selama satu dekade terakhir. Mempertahankan kontribusi sebesar ini sejatinya tidak mudah. Apalagi ketika pandemi menghadang, butuh upaya yang super ekstra.
Jatim sudah memiliki payung hukum pengembangan industri untuk 20 tahun ke depan, yaitu Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Industri dalam Provinsi Jawa Timur.
Dalam perda tersebut, salah satu fokus pembangunan industri di Jatim adalah soal pengembangan perwilayahan industri untuk menjadi pusat pertumbuhan. Ada kawasan industri dan sentra industri kecil dan menengah.
Fokus pembangunan industri lainnya dititikberatkan pada identifikasi industri unggulan dan pembangunan sumber daya industri yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, inovasi dan kreativitas industri, serta dukungan pembiayaan.
Selain itu juga fokus pada pembangunan sarana dan prasarana industri, meliputi lahan industri, jaringan energi dan kelistrikan, jaringan telekomunikasi, sumber daya air, sanitasi, jaringan transportasi, sistem informasi, dan infrastruktur penunjang lainnya.
Meski fokus pembangunan industri sudah ada, Jatim memiliki dua tantangan besar dalam merealisasikannya. Tantangan pertama menyangkut upaya meningkatkan investasi, baik PMA maupun PMDN.
Ada kesenjangan antara izin prinsip dan realisasi investasi. Investor potensial masih menghadapi hambatan dalam mengeksekusi izin prinsip yang telah dimilikinya.
Pada tahun 2020, total realisasi investasi di Jatim yang senilai Rp 78,3 triliun tumbuh 33,8 persen dibandingkan 2019. PMA naik 73,8 persen, sedangkan PMDN naik 22,4 persen.
Namun, pada triwulan kedua 2021, realisasi PMA turun 45 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara total, realisasi separuh tahun 2021 baru tumbuh 4,3 persen.
Tantangan kedua menyangkut pemerataan pembangunan infrastruktur industri. Pembangunan infrastruktur masih terkonsentrasi pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Kawasan industri berkembang di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Tuban, Mojokerto, dan Pasuruan.
Meskipun tidak ada daerah terisolasi di Jatim, ketidakmerataan pembangunan infrastruktur ini berpengaruh pada tidak optimalnya konektivitas pembangunan industri sehingga berakibat pada mahalnya biaya logistik.
Baca juga : Smelter Freeport di KEK Gresik Ciptakan Nilai Tambah Produk Tambang
Menjawab tantangan
Kehadiran KEK atau JIIPE di Gresik yang diresmikan pada 28 Juni 2021, yang diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2021, mempertegas soal perwilayahan industri di Jatim.
JIIPE dengan luas kawasan 3.000 hektar menjadi kawasan industri terbesar di Jatim, bahkan di Indonesia. Kawasan ini memiliki keunggulan karena kombinasi dari tiga kawasan, yaitu kawasan industri, pelabuhan, dan residensial.
Dari pilihan lima kluster industri yang akan dikembangkan di dalam kawasan, muncul optimisme investasi asing dan domestik akan bisa diraih. Targetnya mampu menarik investasi sebesar Rp 237,86 triliun hingga 2030.
Jika diandaikan setiap tahun realisasi investasi di Jatim adalah Rp 78,3 triliun seperti pada tahun 2020, angka target dengan kehadiran JIIPE itu bisa tercapai kurang dari lima tahun.
Kelima kluster di JIIPE, yaitu metal, energi, kimia, elektronik, serta logistik dan industri pendukung, diharapkan dapat menarik minat investasi dari perusahaan skala menengah ke atas yang tergolong industri padat modal dan teknologi.
Orientasi kluster ini sejalan dengan harapan Pemerintah Provinsi Jatim. Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak menyatakan dengan tingkat upah di Surabaya Raya yang sudah setara Jabodetabek, industrinya lebih didorong untuk padat modal dan teknologi. Bukan industri padat karya lagi.
”Untuk itu, pemerintah harus fokus pada prasyarat apa saja untuk bisa berkembang, misalnya konektivitas dan proksimitas sebagai sebuah kota besar yang penting untuk daya dukungnya,” ujar Emil.
Pemprov Jatim akan meningkatkan konektivitas terutama dari Surabaya ke kawasan-kawasan industri. ”Daya tarik ada di Surabaya, sekaligus menjadikan Surabaya semakin maju sebagai pusat sumber daya manusia,” tambah Emil.
Dalam rencana pembangunan industri di Jatim, Surabaya harus naik level bukan menjadi sekadar kota perdagangan, melainkan kota jasa dan perdagangan. SDM yang ada harus mumpuni untuk bisa mendukung daya saing industri yang ada di wilayah penyangga seperti Sidoarjo dan Gresik.
Untuk itu, penting mengembangkan tol yang terkoneksi dengan Surabaya. Di Surabaya tol yang ada selama ini baru sisi ring barat dan itu sudah macet.
Oleh karena itu, Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gerbangkertasusila memberi landasan untuk dilaksanakannya proyek-proyek prioritas, seperti melengkapi tol sisi timur Surabaya, termasuk juga pembangunan tol Kriyan-Legundi-Bunder-Manyar (KLBM).
Pengembangan industri Jatim ke depannya akan bergerak ke sisi barat. Hal ini untuk mengantisipasi tingkat upah yang semakin tinggi di wilayah Surabaya Raya. Untuk jangka panjang, akan dibangun tol yang menghubungkan Gresik, Lamongan, hingga ke Tuban.
Dengan hadirnya JIIPE dan dampak ikutan infrastrukturnya terealisasi, pemerataan pembangunan infrastruktur industri Jatim dari timur ke barat akan terjadi. Dilihat dari kebutuhan infrastruktur laut, Jatim memiliki tiga pelabuhan untuk tujuan ekspor, yaitu pelabuhan di JIIPE, Teluk Lamong, dan Tanjung Perak.
Baca juga : Kawasan Ekonomi Gresik Dukung Pembangunan Industri Manufaktur
Antusiasme
Kehadiran JIIPE sebagai KEK di Gresik dengan segala dukungan dari pemerintah diyakini akan menarik minat investor secara luas. Wagub Jatim Emil Dardak menyebut masa depan industri Jatim ada di dalam kawasan industri. Status KEK diberikan untuk meyakinkan bahwa kawasan strategis ini punya nilai jual untuk investor.
Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani pun menyebutkan, meski tingkat upah di Gresik sudah cukup tinggi, daya tariknya masih besar. Hal itu karena lokasinya yang strategis dan memiliki pelabuhan internasional. Akses logistik yang dimiliki, terutama konektivitasnya dengan Surabaya, juga menjadi nilai tambah tersendiri.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Gresik Dimas Setio pun optimistis dengan kehadiran KEK Gresik. JIIPE memiliki infrastruktr yang memadai untuk bisnis, baik yang sudah terbangun maupun yang akan dibangun. Ada kemudahan-kemudahan yang diberikan untuk pengusaha, seperti perizinan yang terpusat. Dengan demikian, pengusaha pasti akan berminat.
Namun, disadari pula bahwa KEK Gresik tidak diperuntukkan langsung bagi pengusaha UMKM. Salah satu alasannya adalah nilai sewa yang terbilang mahal.
Akan tetapi, UMKM bisa mendapat manfaat tidak langsung dengan semakin berputarnya perekonomian lokal dan sebagai penunjang kegiatan hilirisasi pelaku usaha di KEK. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Optimisme Ekonomi Bangkit