Rihon Keu Bakat Muda
Rihon Keu Bakat Muda adalah bahasa Aceh yang artinya Merindukan Talenta Muda. Sebuah kerinduan terhadap pemuda, terutama di momentum pandemi saat ini. Siapkah pemuda berperan lebih tinggi?
Pemuda tidak pernah absen menyumbang peran penting dalam kemajuan zaman. Di tengah pencapaian di tataran makro, publik berharap pemuda juga mau berkiprah di tengah-tengah masyarakat. Pemuda diharapkan menguatkan sendi solidaritas sosial di aras lokal.
Dalam rangka memeringati Hari Sumpah Pemuda, jajak pendapat Litbang Kompas merekam opini publik terkait peran dan kontribusi pemuda saat ini.
Hasilnya, sebanyak 86,5 persen responden menyampaikan apresiasi pada peran pemuda di lingkungan tempat tinggal mereka. Apresiasi tersebut terdiri dari 14,1 persen penilaian sangat baik dan 72,4 persen penilaian baik.
Potret tersebut menggenapi tren positif dari citra pemuda yang tergambar dari hasil jajak pendapat sebelumnya. Pada tahun 2015, sebanyak 46,4 persen publik yang menilai baik citra pemuda.
Angka tersebut terus naik hingga pada 2019 tercatat 66,2 persen publik memberikan respon positif pada keadaan pemuda. (Kompas, 28 Oktober 2019)
Penilaian baik ini tidak lepas dari pengamatan atau pengalaman langsung publik dalam melihat perilaku pemuda di lingkungan sekitar. Sebanyak 86 persen responden menyebut pemuda di lingkungan tempat tinggalnya mengambil peran dalam kegiatan kemasyarakatan.
Langkah tersebut di antaranya adalah menguatkan peran organisasi kepemudaan, menjaga keamanan lingkungan, dan menggerakan kegiatan sosial.
Tidaklah berlebihan menagih peran pemuda dalam kemajuan zaman. Pemuda merupakan kategori masyarakat yang berada dalam fase puncak produktivitas. Menurut UU No. 40 Tahun 2009, pemuda merupakan warga negara berusia 16 sampai 30 tahun. Pemuda juga mengambil seperempat porsi dari jumlah penduduk di Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 mencatat, pemuda mengambil porsi 23,86 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Proporsi pemuda di perkotaan sebesar 24,67 persen, lebih banyak dibandingkan proporsi pemuda di perdesaan yang terdata sebesar 22,84 persen.
Di tengah pandemi Covid-19, masyarakat turut melihat upaya dari pemuda dalam menekan penularan virus. Hasil jajak pendapat ini merekam bagaimana responden mengakui dan turut melihat peran pemuda sebagai agen penggerak untuk membantu warga yang terdampak Covid-19.
Hampir seluruh responden menyampaikan, pemuda di lingkungan tempat tinggalnya menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Empat dari sepuluh responden menyatakan, pemuda betul-betul disiplin dalam memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
Tidak hanya mampu menunjukkan cerminan masyarakat yang taat pada protokol Covid-19, masyarakat juga melihat ada upaya pemuda untuk membantu warga terdampak Covid-19.
Hal ini disampaikan oleh 61,3 persen responden. Pemuda disebut melakukan kegiatan untuk membantu warga terdampat baik bantuan materil maupun non-materil.
Potret tersebut turut melengkapi apresiasi pada geliat pemuda di tengah krisis dalam opini sebelumnya. Jajak pendapat pada pada Oktober 2020 memotret 66 persen responden melihat ada kepedulian kelompok pemuda dalam pencegahan penyebaran Covid-19.
Kepedulian tersebut ditunjukkan dengan menjaga lingkungan, menyosialisasikan informasi, dan membagikan bantuan. (Kompas, 25 Oktober 2021)
Artinya, pemuda mampu menunjukkan konsistensi dan menjadi agen perubahan yang dapat mengajak sesamanya untuk ikut berperan dalam situasi krisis yang dihadapi di tengah masyarakat.
Meski apresiasi belum ditunjukkan oleh seluruh responden, namun perkembangan apresiasi ini menujukkan bahwa pemuda telah melangkah ke arah yang tepat
Baca juga : Wiranèm, Caraka Basa
Kontribusi
Selain peran sebagai makhluk sosial, pemuda juga diharapkan dapat turut berkontribusi dalam mengembangkan potensi di daerahnya. Masyakat masih menilai kelompok muda belum memanfaatkan pengetahuan atau keahlian yang dimiliki untuk didayagunakan di daerah asal.
Sebanyak 42,9 persen responden menyatakan, pemuda belum berorientasi memanfaatkan kemampuan yang dimiliki untuk lingkungan sekitarnya. Padahal, kontribusi di aras lokal tidak kalah pentingnya dengan kontribusi di ranah nasional.
Semangat mengeksplorasi persoalan di daerah perlu diarusutamakan demi menjaga keseimbangan kemajuan bangsa level mikro dan makro. Contoh sumbangsih pemuda yang mampu menarik garis hubung antara keahlian diri dengan kebutuhan masyarakat adalah Reza Mulyana (26).
Lulusan Fakultas Pertanian Universitas Garut ini memanfaatkan pendidikan yang ia peroleh untuk membangkitkan roda ekonomi di kampung halamannya dengan menaikkan pamor varietas alpukat Sindangreret yang hampir satu dekade tidak terdengar (Kompas, 21 Juli 2021).
Kepedulian pada kampung halaman juga nampak dari sosok Bopy Randani (27). Seorang guru honorer di SLB 1 Rejang Lebong ini merespon persoalan sampah yang terbengkalai dengan mendirikan Bank Sampah Berkah di tempat tinggalnya di Kelurahan Talang Benih, Kecamatan Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. (Kompas, 18 Oktober 2021)
Ada pula Irfandi (28) yang merespon persoalan konsumerisme anak pada gawai dengan mengenalkan kembali beragam dolanan tradisional. Pada 2018, Irfandi mendirikan Kampung Lali Gadget (KLG) untuk mengkampanyekan dolanan tradisional dengan semangat perlawanan pada dampak buruk gawai. (Kompas, 27 September 2021)
Tiga sosok di atas hanyalah segelintir pemuda yang berupa menciptakan masyarakat yang lebih baik. Mereka menganalisis persoalan yang terjadi di lingkaran terdekat dengan dirinya dan mengkombinasikan pengetahuan yang dimiliki untuk menciptakan perubahan.
Baca juga : Pasèmowanna Para Ennom
Pendidikan
Tak dapat dipungkiri bahwa pendidikan menjadi tulang punggung dari perubahan. Inisiasi dan semangat dari pemuda tidaklah cukup untuk mengubah persoalan menjadi peluang. Sayangnya, pemuda saat ini menghadapi pergulatannya sendiri untuk melanjutkan pendidikan.
Persoalan tersebut terpotret dari pendapat masyarakat yang melihat pemuda di lingkungan tempat tinggal mereka yang tidak melanjutkan pendidikan karena alasan ekonomi.
Sebanyak 43,5 persen responden menyebut pemuda lulusan pendidikan menengah SMK/SMA langsung masuk ke dunia kerja. Sementara itu, 17 persen menyampaikan lulusan sekolah menengah di lingkungannya menganggur, dan 4,1 persen menyebut pemuda memilih untuk menikah.
Temuan tersebut senada dengan data yang diperoleh BPS. Persentase pemuda yang melanjutkan sekolah menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Di tahun 2017, sebanyak 20,08 persen pemuda melanjutkan sekolah. Proporsi tersebut terus turun hingga menjadi 17,80 persen di tahun 2020.
Selama lima tahun terakhir, terjadi pula penurunan proporsi pada pemuda yang bekerja dan peningkatan pada pemuda yang menganggur. Pada 2020, proporsi pemuda yang bekerja adalah 51,98 persen.
Angka ini turun dari 53,89 persen di tahun sebelumnya. Sementara pengangguran di tahun 2020 sebanyak 9,34 persen, naik dari tahun sebelumnya yang tercatat 8,08 persen.
Hal ini menjadi potret ada tantangan yang tak mudah untuk menggerakkan peran pemuda. Meskipun harus diakui, semangat pemuda untuk melakukan sebuah perubahan, tak perlu diragukan lagi. Publik menanti peran mereka. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Pemuda dan Agen Ideologi Bangsa