Wiranèm, Caraka Basa
Terjemahan "Anak Muda, Duta Bahasa Daerah" ke dalam bahasa Jawa Krama Inggil
Berbahasa Indonesia saja sering kali dianggap tidak keren di kalangan anak-anak muda, apalagi berbahasa daerah. Sebaliknya, pemakaian bahasa Inggris secara lisan ataupun tulisan kian berseliweran dalam percakapan sehari-hari anak muda, terutama di dunia maya. Meski demikian, anggapan anak-anak muda tak peduli soal bahasa Indonesia, apalagi bahasa daerah, tidak sepenuhnya benar.
Di berbagai konten media sosial, seperti Youtube dan Tiktok, mulai banyak tersaji konten-konten karya pelajar, mahasiswa, ataupun anak muda yang justru populer dan disukai karena menggunakan bahasa daerah. Harapan pun bersemi kembali agar 718 bahasa daerah di Indonesia tetap bisa eksis.
Badan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mengidentifikasi 718 bahasa daerah di seluruh Nusantara. Aneka ragam bahasa itu menjadi bukti nyata kekayaan warisan budaya bangsa Indonesia dengan keanekaragaman suku, agama, dan ras.
Di era digital, anak-anak muda menemukan cara untuk menggunakan bahasa daerah masing-masing. Kini mereka mendapatkan ruang untuk mengekspresikan secara kreatif penggunaan bahasa-bahasa lokal yang kontekstual sesuai kebutuhan dan gaya mereka.
Kepala Badan Bahasa Endang Aminudin Azis, Jumat (22/10/2021), mengatakan, fenomena anak-anak muda yang menggunakan bahasa daerah dengan memanfaatkan tren teknologi digital kian terlihat. Karena itu, Badan Bahasa menggunakan kepiawaian anak-anak muda ini untuk melindungi bahasa dan sastra daerah.
Penutur muda bahasa daerah makin ditumbuhkan dengan mengajak anak-anak muda menjadi duta bahasa. Muncul pula komunitas-komunitas pelajar yang memperjuangkan literasi bahasa dan sastra daerah di daerah-daerah.
”Kami melihat anak-anak muda semakin kreatif menggunakan bahasa daerah. Tapi, sering kali (mereka) seenaknya saja berbahasa, belum pas, padahal dilihat oleh (masyarakat) umum. Kami membina anak-anak muda yang kreatif ini bersama lembaga bahasa dan sastra di masing-masing wilayah untuk memberikan masukan agar konten bahasa semakin baik,” kata Endang.
Badan Bahasa menggelar program pemilihan Duta Bahasa tingkat nasional yang diseleksi berjenjang dari daerah agar memiliki kepedulian pada bahasa daerah. Pada tahun 2020, para duta bahasa juga menjadi duta bahasa daerah.
Baca juga: Merawat Bahasa Daerah lewat Lagu
”Kami percaya pemilik masa depan adalah anak-anak dari usia kecil hingga anak muda. Mereka yang akan mempertahankan bahasa daerah. Kalau dibina (teman) yang sebaya, mereka menjadi lebih tertarik, bisa mengubah anggapan bahwa ternyata bahasa daerah juga keren,” kata Endang.
Analisis dan data statistik Badan Bahasa selalu menunjukkan penurunan jumlah penutur bahasa daerah. Untuk itu, cara-cara baru yang lebih sesuai dengan gaya anak muda masa kini ditempuh. Pengenalan bahasa daerah dirasa lebih menarik jika kontekstual atau praktis.
Pada tahun 2021, Badan Bahasa menggelar program revitalisasi bahasa berbasis sekolah dengan sayembara atau festival. Sementara itu, di sekolah diadakan pengajaran dengan kurikulum ekstrakurikuler bahasa dan sastra daerah, melibatkan para pegiat dan praktisi bahasa serta sastra daerah yang berkolaborasi dengan guru.
”Siswa bukan lagi diajari tentang urusan morfologi atau sintaksis bahasa daerah. Itu tidak nyambung dengan kebutuhan anak-anak. Mereka langsung diajak praktik untuk membuat cerita pendek atau cerpen, puisi, stand up comedy dengan bahasa lokal. Respons anak-anak muda menjadi senang. Yang penting mereka berminat dulu,” ujar Endang.
Uji coba revitalisasi bahasa daerah sudah dilakukan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Pada tahun 2020, kegiatan tersebut ditingkatkan ke 12 daerah, termasuk kawasan timur seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Papua, yang risiko kepunahan bahasa daerahnya terlihat.
Konservasi bahasa daerah
Sampai saat ini bahasa daerah yang sudah dipetakan sebanyak 718 bahasa daerah. Badan Bahasa terus menggelar program konservasi untuk memetakan unsur-unsur intrinsik bahasa. Lalu, bahasa daerah dikaji juga vitalitasnya untuk mengecek apakah masih bisa bertahan atau tidak.
”Kalau bahasa berpotensi belum akan punah, kami tawarkan kepada penutur apakah mau direvitalisasi atau tidak. Ada batas minimal sebanyak 500 penutur yang militan untuk merevitalisasi bahasa,” kata Endang.
Kondisi bahasa daerah masih seperti tahun 2020. Ada 8 bahasa daerah yang sudah punah, 5 bahasa sudah kritis, 24 bahasa terancam punah, 12 bahasa mengalami kemunduran, 24 bahasa dalam kondisi rentan (stabil, tapi terancam punah), serta 21 bahasa berstatus aman. ”Walaupun bahasa aman, sebenarnya tidak ada yang betul-betul aman karena terjadi penurunan penutur seperti bahasa Jawa yang sebenarnya juga terjadi penurunan penutur," paparnya.
Kalau anak-anak muda diarahkan dan diberi ruang, mereka bisa. Mereka juga peduli pada eksistensi bahasa daerah.
Menurut Endang, ada potensi bahasa daerah yang dimiliki Indonesia bisa bertahan sepanjang bisa memercayai generasi muda untuk terlibat. ”Badan Bahasa percaya, kalau anak-anak muda diarahkan dan diberi ruang, mereka bisa. Mereka juga peduli pada eksistensi bahasa daerah,” ujar Endang.
Merangkul siswa SD
Kepedulian pada eksistensi bahasa daerah salah satunya ditunjukkan Alfons Berto (21), mahasiswa semester 7 Program Ilmu Komunikasi Universitas Nusa Cendana di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Alfons meraih peringkat ke-2 Duta Bahasa Provinsi NTT tahun 2019.
Keikutsertaan seleksi duta bahasa, yang awalnya didorong teman demi mendapatkan catatan curicullum vitae (CV) yang bagus, justru berbuah kecintaan pada bahasa daerah. Alfons yang merupakan penutur jati atau asli bahasa Helong akhirnya mulai terbuka wawasannya bahwa sebenarnya NTT memiliki sekitar 42 bahasa daerah dengan jumlah penutur jati yang semakin sedikit.
Alfons, yang berasal dari Pulau Semau, NTT, memang fasih berbahasa daerah. Dia berpikir banyak anak muda dari daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) seperti dirinya suatu saat akan ke kota besar untuk kuliah atau bekerja. ”Kalau bahasa daerah tidak dijaga dan tidak dianggap keren oleh penuturnya, nanti lama-lama (kita) bisa lupa jika terus-menerus hidup di perantauan,” ujar Alfons
Alfons pun mulai terlibat dalam Paguyuban Duta Bahasa Provinsi NTT yang dibina Kantor Bahasa NTT. Pada tahun 2020, Alfons terlibat dalam Bulan Semarak Bahasa yang digelar setiap Oktober. Dia terlibat dalam penerjemahan materi-materi ke bahasa Helong.
Dia juga bergabung dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan peduli anak untuk mengajak anak-anak di daerah 3T agar tetap menganggap bahasa daerah yang mereka kuasai keren. Tahun 2021, Alfons tergerak untuk mengajak siswa-siswi kelas 1-3 SD makin tertarik berbahasa daerah.
Alfons bersama sejumlah duta bahasa NTT, yakni Kristin Salan, Oemboe Bintang, Adoni Moi, dan Beni Molo, bersama-sama kembali membuat program penerjemahan bahasa NTT yang disebut Bengkel Penerjemah. Ada 20 anak muda yang berhasil digandeng yang merupakan penutur jati dari lima bahasa daerah besar di NTT seperti bahasa Helong, Sumba, Amakalang, Bajawa, Rote, dan Melayu Kupang.
Penerjemahan bahasa daerah berbentuk 50 kata-kata mutiara, 50 ragam teks, yaitu teks prosedur cara membuat makanan, minuman tradisional, teks deskripsi alat musik tradisional, rumah adat, kampung adat, serta penerjemahan 10 cerpen. Kegiatan ini bakal digelar pada November 2021.
Baca juga: 180 Bahasa Daerah Kini Mempunyai Kamus
”Aku memang menyasar anak-anak SD kelas awal dan daerah 3T supaya mereka paham bahwa bahasa daerah itu legacy atau warisan leluhur yang menjadikan kita Indonesia. Aku percaya, kalau dari kecil anak-anak diajak mencintai bahasa daerah, mereka akan tetap menjaga kemampuan sebagai penutur jati meskipun nanti merantau ke mana pun,” ujar Alfons yang bergerak di forum anak.