Saat Pandemi, Mengobati Seakan Lebih Mudah daripada Mencegah
Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesia-Kompas menunjukkan, dalam situasi pandemi ada gejala mengobati lebih mudah daripada mencegah.
Pepatah populer mengatakan, lebih baik mencegah daripada mengobati. Namun, Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesia-Kompas menunjukkan dalam situasi pandemi seakan berlaku sebaliknya, mengobati lebih mudah daripada mencegah.
Di masa pandemi Covid-19 saat ini, imbauan untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari infeksi penyakit tersebut tentu sangat relevan. Pasalnya, pengobatan untuk kesembuhan ketika sudah terinfeksi membutuhkan biaya dan pengorbanan yang tidak murah. Bahkan, nyawa jadi taruhan.
Pentingnya mencegah agar tidak terkena penyakit akan mengarah pada upaya-upaya untuk meningkatkan imunitas tubuh sehingga kuat melawan serangan virus ganas.
Mulai dari menjalankan pola hidup sehat seperti rajin berolahraga, menghindari stres dan tekanan berat, makan makanan bergizi, tidur/istirahat yang berkualitas, hingga menerapkan protokol kesehatan dengan 5M: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
Namun, tidak ada satu faktor pun yang bisa menjamin seseorang benar-benar terlindungi dari infeksi virus. Ketika tubuh terinfeksi virus, pengobatan yang optimal diupayakan untuk menekan tingkat keparahan dan angka kematian. Akan tetapi, upaya tersebut akan menemui tantangan ketika pandemi berada di situasi kasus yang terus melonjak.
Kesembuhan dan tingkat fatalitas pun bergantung pada ketersediaan layanan kesehatan. Dalam artian, sejauh mana orang yang terinfeksi memiliki kemudahan akses ke fasilitas kesehatan dan peralatan kesehatan mencukupi semua kebutuhan pasien.
Dalam kasus Covid-19, hal itu terkait dengan ketercukupan ruangan perawatan, ketersediaan ventilator dan tabung oksigen bagi semua pasien yang membutuhkan.
Dengan latar belakang seperti ini, Kompas menyusun Indeks Pengendalian Covid-19 atau IPC berdasarkan aspek manajemen infeksi dan manajemen pengobatan. Kedua aspek ini representasi dari upaya yang dilakukan bersama antara masyarakat dan pemerintah dalam mengendalikan pandemi.
Manajemen infeksi bukan hanya wilayah yang menjadi tugas pemerintah semata. Ada tugas dan peran masyarakat di situ untuk mencegah dirinya terinfeksi virus, yaitu dengan menerapkan protokol kesehatan dengan 5M.
Ada pula peran masyarakat untuk ikut dalam program vaksinasi. Sementara yang menjadi tugas pemerintah adalah melakukan 3T: telusur, tes, tangani sesuai dengan acuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Oleh karena itu, indikator yang dilihat dalam aspek manajemen infeksi setidaknya ada tiga, yaitu kasus terkonfirmasi, rasio kasus positif (positivity rate), dan persentase yang sudah menerima vaksin, terutama dosis lengkap. Indikator-indikator ini menggambarkan output dari upaya dalam mencegah infeksi meluas di masyarakat.
Jika manjemen infeksi baik, kasus terkonfirmasi dan rasio kasus positif akan rendah, dan cakupan vaksinasi dosis lengkap semakin mendekati target. Dengan demikian, masyarakat terlindungi dari bahaya virus.
Sementara pada aspek manajemen pengobatan, indikator yang dilihat juga ada tiga, yaitu angka kesembuhan, angka kematian, dan tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit untuk pasien Covid-19.
Indikator-indikator ini menggambarkan output dari upaya dalam menyelamatkan nyawa orang-orang yang terinfeksi. Pasien Covid-19 diupayakan segera sembuh dan mendapat perawatan yang baik. Jika manajemen pengobatan baik, angka kematian akan rendah.
Baca juga : Pentingnya Tetap Memakai Masker meski Sudah Divaksin
Fokus perbaikan
Kompas sudah melakukan penghitungan Indeks Pengendalian Covid-19 dengan mengamati dua aspek manajemen ini sejak pertengahan Juli 2021, di saat Indonesia mengalami puncak lonjakan kasus Covid-19.
Pengukuran ini berbasis data pada level provinsi dengan skor dalam rentang 0-100. Setiap aspek memiliki skor antara 0-50. Semakin tinggi skor dapat diinterpretasikan tingkat pengendalian pandemi yang semakin baik.
Hingga 20 September 2021, sudah dilakukan 10 kali pengukuran secara rutin per minggu. Dengan menganalisis dua aspek manajemen, indeks ini selain memotret sejauh mana tingkat pengendalian dihasilkan oleh suatu provinsi, juga dapat melihat aspek mana yang menjadi fokus atau kelemahan yang harus segera diperbaiki bersama oleh pemerintah dan masyarakat.
Hingga minggu ke-10, per 20 September 2021, skor IPC-19 secara nasional sudah mencapai angka 74. Dibandingkan minggu pertama pengukuran yang skornya 44, pengendalian pandemi di Indonesia pada saat ini sudah bisa dikatakan lebih baik. Indonesia sudah kembali ke kondisi sebelum terjadinya gelombang kedua akibat virus baru varian Delta.
Secara umum, skor indeks yang mencapai angka 74 ini disumbang lebih besar oleh aspek manajemen pengobatan dengan skor 39, sedangkan aspek manajemen infeksi mendapat skor 35.
Secara periodik, dari minggu ke minggu, skor indeks manajemen pengobatan selalu lebih tinggi daripada skor indeks manajemen infeksi dengan selisih skor sekitar 4-12 poin. Di minggu pertama pengukuran indeks, skor manajemen pengobatan berada pada angka 27, sedangkan skor manajemen infeksi angkanya 17.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih memiliki kendala atau keterbatasan dalam mengendalikan penularan virus penyebab Covid-19. Hal itu terkait dengan upaya melakukan pembatasan kegiatan masyarakat secara ketat, serta realisasi penelusuran (tracing) dan pengetesan (testing) yang masih di bawah anjuran WHO. Begitu juga dengan pelaksanaan vaksinasi yang masih dihadapkan pada persoalan distribusi dan pemerataan vaksin.
Sebaliknya pada manajemen pengobatan, pemerintah bisa mengupayakan penambahan ruang perawatan untuk pasien Covid-19 dengan, misalnya, membangun tenda darurat, memanfaatkan gedung asrama haji atau stadion/lapangan sepak bola, juga memanfaatkan rumah susun sebagai rumah sakit darurat Covid-19.
Begitu juga dengan pengaturan ulang kebijakan untuk penyediaan dan pemakaian tabung oksigen beserta isinya, serta ventilaor. Dengan demikian, pemerintah sigap dalam upaya segera penyembuhan dan menekan angka kematian pada pasien Covid-19.
Empat provinsi yang mendapat skor IPC tertinggi adalah DKI Jakarta (92), serta Bengkulu, Banten, dan Papua Barat dengan skor masing-masing 82. Aspek manajemen pengobatan di empat provinsi ini mendapat skor yang lebih tinggi dibandingkan aspek manajemen infeksi.
Skor manajemen pengobatan di DKI Jakarta, Bengkulu, dan Papua Barat masing-masing mencapai angka 47, sedangkan di Banten mencapai angka 45. Skor manajemen pengobatan di empat provinsi ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional.
Untuk aspek manajemen infeksi, DKI Jakarta mendapat skor 45, Banten mendapat skor 37, sedangkan Bengkulu dan Papua Barat mendapat skor masing-masing 35.
Provinsi lain yang memiliki skor manajemen infeksi yang termasuk tinggi adalah Kepulauan Riau dan Bali dengan skor masing-masing adalah 40.
Skor manajemen infeksi di Kepri dan Bali ini lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata nasional yang di angka 35. Adapun skor manajemen infeksi yang terendah dimiliki oleh Provinsi Aceh (30) dan Kalimantan Utara (32)
Baca juga : Pengendalian, Kunci Hidup Bersama Covid-19
Analisis kuadran
Analisis indeks juga dapat memperlihatkan posisi setiap provinsi dalam kuadran. Sehingga, dapat diketahui mana provinsi yang pengendaliannya bagus (skor tinggi) dalam kedua aspek, hanya bagus dalam satu aspek, atau buruk (skor rendah) dalam kedua aspek manajemen.
Acuan tinggi atau rendahnya skor yang didapat provinsi adalah dibandingkan dengan skor rata-rata nasional.
DKI Jakarta, misalnya, provinsi ini memiliki skor indeks yang tinggi di kedua aspek manajemen, yaitu 45 untuk manajemen infeksi dan 47 untuk manajemen pengobatan. Pola yang mirip dengan DKI Jakarta sehingga berada dalam satu kuadran adalah Banten dan Bengkulu.
Ketiga provinsi ini berada dalam kuadran yang berkategori kedua aspek manajemen skornya tinggi.
Di kuadran yang berkategori hanya bagus dalam satu aspek bisa dilihat pada beberapa provinsi lain. Kepri dan Bali yang memiliki skor manajemen infeksi yang tinggi (di atas skor nasional) berada dalam satu kuadran yang sama karena keduanya memiliki skor manajemen pengobatan yang lebih rendah dibandingkan skor rata-rata nasional.
Kepri mendapat skor 38 untuk manajemen pengobatan, sedangkan Bali hanya mendapat skor 35. Skor nasional untuk manajemen pengobatan adalah 39.
Contoh lain di kuadran yang berkebalikan dengan Kepri dan Bali adalah Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Sulsel dan Papua Barat memiliki skor manajemen pengobatan yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional, tetapi skor manajemen infeksinya lebih rendah dari skor nasional.
Di kuadran kategori terakhir di mana skor kedua aspek manajemen rendah dibandingkan skor nasional terdapat antara lain Provinsi Aceh. Aceh mendapat skor terendah dalam manajemen infeksi, juga dalam manajemen pengobatan.
Satu kuadran dengan Aceh karena skor kedua aspek manajemen yang rendah antara lain adalah Sumatera Utara, Lampung, dan Kalimantan Utara. Pergerakan atau posisi suatu provinsi dalam kuadran cenderung berubah atau bergeser setiap minggunya bergantung pada skor yang didapat dari setiap aspek dan indikator. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Di Balik Angka Indeks Pengendalian Covid-19