Pengendalian, Kunci Hidup Bersama Covid-19
Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesia-”Kompas” melengkapi pemetaan wilayah zonasi risiko dan level epidemiologi yang dibuat pemerintah. Hal itu dimungkinkan karena data dalam pengukuran ini bersumber dari pemerintah.
Pandemi Covid-19 diyakini tidak akan segera berakhir. Virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, akan terus bersirkulasi hingga tahun-tahun mendatang. Upaya pengendalian perlu terus dilakukan.
Dalam hidup bersama virus yang terus mengancam, hal utama ialah bagaimana mengendalikannya. Dengan cara tersebut, penularan bisa ditekan dan jika seseorang terinfeksi, hal itu tak berujung pada kematian.
Kinerja pengendalian pandemi dapat diukur melalui skor indeks. Sejumlah lembaga, seperti Bloomberg dan Nikkei Asia, membuat peringkat berdasarkan skor yang diperoleh negara-negara di dunia guna melihat kinerja mereka dalam pengendalian pandemi Covid-19. Skor disusun berdasarkan berbagai indikator, antara lain kualitas layanan kesehatan serta cakupan vaksinasi.
Indeks semacam itu juga dapat dipakai untuk menilai kinerja provinsi-provinsi di Indonesia dalam mengendalikan Covid-19. Peran indeks semakin krusial mengingat pandemi Covid-19 diperkirakan berlangsung lama.
Kompas sejak pertengahan Juli 2021, saat Indonesia mengalami puncak lonjakan kasus Covid-19, melakukan pengukuran yang menghasilkan indeks guna melihat arah dan kecepatan pengendalian Covid-19 di Indonesia pada level provinsi. Dalam delapan minggu pengukuran, perbaikan pengendalian semakin terlihat. Di awal pengukuran, 12-19 Juli 2021, skor indeks yang dinamakan Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesia-Kompas ini secara nasional berada di angka cukup rendah, yaitu 40 (skala 0-100).
Arah pengendalian sudah positif, tetapi lajunya lambat. Selama lima minggu pertama pengukuran, skor hanya naik 6 poin, atau bertambah 1,2 poin per minggu. Baru pada minggu ke-6 dan seterusnya, kenaikan skor cukup besar, yaitu 5-7 poin per minggu.
Baca juga:
- Di Balik Angka Indeks Pengendalian Covid-19
- Bagaimana ”Kompas” Mengukur Indeks Pengendalian Covid-19?
- Jawa-Bali Tetap Harus Waspada
Hingga minggu kedelapan, per 6 September 2021, skor indeks nasional mencapai angka 69. Dapat dikatakan bahwa situasi sudah kembali seperti saat sebelum gelombang kedua terjadi. Sebanyak 16 provinsi meraih skor di atas rata-rata nasional.
Indeks ini mengukur output dari kebijakan pemerintah dalam mengendalikan pandemi dengan melihat dua aspek, yaitu manajemen infeksi dan manajemen pengobatan. Setiap aspek memiliki tiga indikator yang menggambarkan kondisi kesehatan, perlindungan, dan akses layanan kesehatan.
Indikator dalam aspek manajemen infeksi meliputi kasus terkonfirmasi, rasio kasus positif (positivity rate), dan persentase yang sudah menerima vaksin lengkap. Indikator-indikator ini menggambarkan output dari upaya untuk mencegah infeksi meluas di masyarakat. Jika manajemen infeksi baik, kasus terkonfirmasi dan angka kepositifan rendah. Artinya, masyarakat terlindungi dari bahaya virus. Perlindungan juga dilihat dari pemberian vaksin kepada masyarakat.
Adapun indikator dalam aspek manajemen pengobatan meliputi angka kesembuhan, angka kematian, dan tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit untuk pasien Covid-19. Indikator-indikator ini menggambarkan output dari upaya menyelamatkan nyawa orang yang terinfeksi. Pasien Covid-19 diupayakan segera sembuh dan mendapat perawatan yang baik. Jika manajemen pengobatan baik, angka kematian akan rendah.
Pola pergerakan
Dengan menganalisis dua aspek manajemen, indeks ini selain memotret aspek yang menjadi kelemahan dan harus segera diperbaiki pemerintah provinsi, juga menangkap pola pergerakan pengendalian di tiap provinsi dalam kuadran. Dari analisis kuadran, diketahui provinsi yang pengendaliannya bagus dalam kedua aspek, hanya bagus dalam satu aspek, atau buruk dalam kedua aspek.
Setiap provinsi memiliki pola perkembangan dan waktu yang dibutuhkan untuk pengendalian yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dua pola pergerakan pun terbentuk dalam proses pengendalian.
Pola pertama ialah tren pengendalian yang terus meningkat sejak awal. Namun, kecepatannya berbeda-beda.
Tren peningkatan yang berlangsung cepat ditunjukkan, antara lain, oleh DKI Jakarta, Banten, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat yang telah mencapai skor lebih dari 80. Daerah-daerah ini berada di kuadran yang pengendaliannya bagus dalam kedua aspek.
Pola kedua merupakan tren penurunan di tengah periode pengukuran sampai ada titik balik untuk naik kembali. Penurunan bisa terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama, kurang dari empat minggu, seperti yang terjadi di Sumatera Barat, Bali, dan Papua.
Namun, ada pula penurunan yang terjadi dalam waktu agak lama, lebih dari empat minggu, seperti yang ditunjukkan oleh Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Aceh. Bahkan, Aceh mengalami penurunan skor berkepanjangan hingga minggu ke-7 pengukuran. Aceh berada di kuadran yang pengendaliannya buruk dalam kedua aspek sejak minggu ke-4 hingga ke-8.
Pengendalian Covid-19 di Pulau Jawa dan Bali bisa dikatakan lebih baik dibandingkan dengan luar Jawa dan Bali dari segi kecepatan. Namun, masih ada daerah yang skornya lebih rendah atau sama dengan skor rata-rata nasional, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
Akan tetapi, pengendalian yang sudah lebih baik di Jawa-Bali, terutama DKI Jakarta, tidak bisa menjadi kesimpulan bahwa pandemi di Indonesia sudah terkendali dengan baik. Pengendalian masih harus ditingkatkan di banyak daerah, terutama di luar Jawa-Bali. Kewaspadaan dan antisipasi harus terus dilakukan agar virus yang bersirkulasi di luar Jawa-Bali tidak terbawa masuk ke Jawa-Bali untuk mencegah lonjakan kasus kembali terjadi.
Melengkapi
Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesia-Kompas melengkapi pemetaan wilayah zonasi risiko dan level epidemiologi yang dibuat pemerintah. Hal itu dimungkinkan karena data yang dipakai dalam pengukuran ini bersumber dari pemerintah. Skor indeks yang dihasilkan sangat bergantung pada kualitas dan kontinuitas data yang dikeluarkan otoritas.
Penurunan kasus infeksi beberapa minggu terakhir menyebabkan skor indeks pengendalian naik cukup tajam. Namun, hal itu terjadi pada saat jumlah testing di beberapa provinsi tidak sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pada waktu bersamaan angka kepositifan tinggi, lebih dari 20 persen. Hal ini membuat angka kepositifan sulit dinilai.
Inilah contoh pentingnya data yang berkualitas sesuai dengan kondisi sesungguhnya.
(LITBANG KOMPAS)