Pemantauan selama delapan minggu terakhir menunjukkan peningkatan signifikan dalam hal pengendalian situasi Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali. Namun, tren positif ini perlu ditanggapi dengan hati-hati.
Oleh
Rangga Eka Sakti
·5 menit baca
Pemantauan selama delapan minggu terakhir menunjukkan peningkatan signifikan dalam hal pengendalian situasi Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali. Namun, tren positif ini perlu ditanggapi dengan hati-hati. Di tengah berita baik, masih ada ancaman dari varian virus baru yang dapat membuat situasi kembali genting jika lalai.
Membaiknya situasi Covid-19 di Jawa-Bali tecermin dari hasil skor Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesi–Kompas (IPC-19). Sebagai penjelasan singkat, indeks ini bertujuan mengukur upaya pemerintah provinsi mengendalikan Covid-19, yakni dari segi manajemen infeksi dan manajemen pengobatan.
Berdasarkan hasil dari indeks ini, ketujuh provinsi di Jawa dan Bali relatif melakukan upaya pengendalian secara signifikan Covid-19 selama dua bulan terakhir.
Perbaikan situasi pengendalian ini didorong dari dua arah. Dalam hal manajemen infeksi, seluruh provinsi di Jawa-Bali mengalami perbaikan skor dengan rerata sebesar 18 poin selama dua bulan terakhir ini.
Selaras, peningkatan skor ini juga tampak dalam hal manajemen pengobatan. Dalam aspek ini, semua daerah di wilayah ini meningkat skornya dengan rata-rata di kisaran 20 poin. Jika digabung, rata-rata peningkatan skor di kawasan ini lebih dari 39 poin.
Dari seluruh provinsi se Jawa-Bali, DKI Jakarta menjadi daerah dengan perbaikan pengendalian Covid-19 paling signifikan. Secara umum skor pengendalian ini meningkat lebih dari 100 persen dari 45 poin ke 91 poin. Artinya, situasi pengendalian Covid-19 di Jakarta kini telah dua kali lebih baik dibanding dua bulan lalu.
Jika dibedah, pengendalian Covid-19 di Jakarta ini didorong oleh perbaikan dalam hal manajemen pengobatan. Di aspek ini, Jakarta hampir mencapai skor sempurna, yakni 48 dari 50 poin.
Hal ini mengindikasikan upaya-upaya untuk mencegah pasien mengalami fatalitas, seperti meningkatkan akses terhadap rumah sakit, relatif berhasil dilakukan.
Meski tak setinggi aspek manajemen pengobatan, skor manajemen infeksi di Jakarta masih menjadi yang tertinggi di wilayah Jawa-Bali. Dalam rentang waktu yang sama, DKI Jakarta berhasil meningkatkan skor aspek ini menjadi 43 poin.
Angka ini terpaut 6 poin lebih tinggi daripada Bali meski sama-sama start dari 18 poin. Tingginya skor manajemen infeksi DKI Jakarta ini bisa diartikan bahwa upaya pemerintah provinsi menekan angka positif baru, seperti menggenjot vaksinasi dan meningkatkan 3T, terbukti membuahkan hasil.
Keberhasilan pengendalian Covid-19 di DKI Jakarta ini meluber hingga daerah sekitarnya. Banten sebagai tetangga juga turut mengalami perbaikan fantastis dengan kenaikan skor, dari 32 poin ke 82 poin.
Selain menjadi provinsi kedua setelah DKI Jakarta dengan nilai skor pengendalian terbaik, kenaikan skor sebesar 50 poin ini menjadi yang tertinggi jika dibandingkan dengan provinsi lain se-Indonesia.
Peningkatan paling dramatis di Banten terjadi dalam aspek manajemen infeksi. Di 19 Juli silam, dengan skor 12 poin, manajemen infeksi di provinsi ini menjadi salah satu yang paling buruk di tingkat nasional.
Dengan jumlah kasus mingguan di atas 24.000, saat itu Banten menjadi salah satu provinsi dengan rasio kasus dengan populasi terburuk se-Indonesia. Namun, angka ini secara konsisten, terus ditekan hingga sedikit di atas seribu per 6 September.
Tak hanya itu, perbaikan manajemen pengobatan di provinsi ini juga patut diacungi jempol. Banten berhasil bangkit dari skor 20 poin, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan DKI Jakarta, menjadi 47 poin atau selisih 1 poin saja dari provinsi di peringkat pertama. Perbaikan ini salah satunya dapat dilihat dari penurunan jumlah kematian mingguan dari 78 jiwa menjadi 19 jiwa.
Selaras dengan Banten, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta juga ikut mengalami perbaikan pengendalian pandemi. Berada di posisi ketiga dengan skor 76 poin, provinsi ini mampu meningkatkan skor sebanyak dua kali lipat dari 38 poin.
Tren positif ini sebagian besar didorong oleh peningkatan dalam hal manajemen infeksi di mana skor berhasil ditingkatkan dari 25 poin ke 43 poin.
Sayangnya, meski telah mengalami perbaikan, situasi Covid-19 di Jawa bagian tengah hingga Bali belum sebaik di Jawa di belahan barat. Secara umum, skor di daerah-daerah tersebut memang lebih tinggi daripada rerata nasional di angka 69 poin.
Namun, jika dibedah lebih dalam, masih ada skor di bagian manajemen pengobatan yang di bawah angka rerata nasional yang sebesar 37 poin.
Salah satu contohnya ialah Bali. Secara umum, skor Bali yang sebesar 69 poin tidak lebih buruk daripada rerata nasional. Tak hanya itu, skor manajemen infeksi di provinsi ini (37 poin) menempati posisi kedua se-Jawa dan Bali. Hal ini salah satunya ditopang oleh cepatnya laju vaksinasi di daerah ini.
Hal sebaliknya justru terjadi dalam hal manajemen pengobatan. Meski start dengan skor tertinggi di angka 28 poin pada 19 Juli lalu, progres perbaikan skor manajemen pengobatan di Bali sangat lambat.
Per 6 September, skor di aspek ini hanya bergerak 4 poin, bahkan skor sempat menurun dan mandek di 23 poin, tiga minggu lalu. Artinya, dengan relatif tingginya tingkat fatalitas pasien Covid-19 di Bali, keputusan pemerintah pusat untuk kembali memberlakukan PPKM level 4 di Bali merupakan langkah tepat.
Sama dengan Bali, beberapa provinsi di Jawa, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, juga masih membutuhkan perbaikan dalam hal aspek pengobatan. Kedua provinsi ini memiliki skor manajemen pengobatan di angka 35 poin atau lebih rendah 2 poin dari rerata nasional.
Artinya, strategi pengendalian Covid-19 di kedua provinsi ini perlu difokuskan pada upaya menekan angka kematian dan meningkatkan jumlah kesembuhan.
Masih lemahnya aspek pengobatan di beberapa provinsi tersebut menjadi pengingat bahwa bahaya Covid-19 masih ada. Capaian vaksinasi masih perlu digenjot, bersamaan dengan penerapan protokol kesehatan yang juga harus tetap dilaksanakan.
Sebab, apabila lengah sedikit, terutama di daerah dengan tingkat fatalitas yang masih cenderung tinggi, kenaikan jumlah kasus akan berujung meningkatnya angka kematian. Apalagi, bahaya mutasi virus baru, seperti varian Mu, masih terus mengancam. (LITBANG KOMPAS)